Sastra Dan Perkembangan Politik Di Jawa Abad XVIII
Alex Sudewa(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Zoetmulder (1983 : 182 ) di dalam bukunya Kalangwan, yang membuai karena datanya yang lengkap dan bahasanya yang indah dan menarik, mengajak pembacanya bertamasya menelusuri taman keindahan sastra Jawa Kuna. Secara tidak terasa, pembaca diajak menelusuri dunia sastra budaya Jawa Kuna secara menyeluruh. Di sela-sela panduan wisata sastranya itu, sang mahaguru kerapkali menyisipkan tantangan yang halus menggelitik agar pembacanya tertarik kepada masalah sejarah sastra yang belum terpecahkan. Salah satu masalah yang dirumuskannya ialah di antara syair-syair Jawa Kuna yang diselamatkan bagi kita tak ada satu pun yang dapat membanggakan seorang raja atau pangeran sebagai penciptanya, berlainan dengan sastra Jawa di kemudian hari, yaitu dari periode Surakarta (akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19) yang dapat menunjukkan raja-raja di antara para penyairnya seperti Pakubuwana III dan IV serta Mangkunegara IV.
Tampilnya tokoh raja atau kerabat kraton sebagai penulis karya sastra berarti bahwa kewibawaan para pujangga yang di zaman Jawa Kuna bertindak sebagai pendeta magi bahasa, yang dibutuhkan untuk mendukung kewibawaan raja, telah didesak bahkan direbut oleh kekuasaan militer politik kraton. Dengan demikian, kraton telah merupakan pemusatan kekuasaan militer politik dan kekuasaan intelektual religius. Sudah barang tentu perkembangan semacam itu, selain timbulnya didorong oleh suatu sebab yang signifikan di dalam sejarah budaya Jawa, akan juga besar pengaruhnya di dalam perkembangan kehidupan sosial budaya di masa yang akan datang, Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Pemusatan dua macam kekuasaan itu dalam diri raja – kraton – perlu dilacak; faktor-faktor yang menjadi pendorongnya serta bagaimana proses terjadinya.
Tampilnya tokoh raja atau kerabat kraton sebagai penulis karya sastra berarti bahwa kewibawaan para pujangga yang di zaman Jawa Kuna bertindak sebagai pendeta magi bahasa, yang dibutuhkan untuk mendukung kewibawaan raja, telah didesak bahkan direbut oleh kekuasaan militer politik kraton. Dengan demikian, kraton telah merupakan pemusatan kekuasaan militer politik dan kekuasaan intelektual religius. Sudah barang tentu perkembangan semacam itu, selain timbulnya didorong oleh suatu sebab yang signifikan di dalam sejarah budaya Jawa, akan juga besar pengaruhnya di dalam perkembangan kehidupan sosial budaya di masa yang akan datang, Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Pemusatan dua macam kekuasaan itu dalam diri raja – kraton – perlu dilacak; faktor-faktor yang menjadi pendorongnya serta bagaimana proses terjadinya.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.22146/jh.730
Article Metrics
Abstract views : 1770 | views : 2788Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2012 Alex Sudewa
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.