MEMAHAMI KARAKTERISTIK UNCONSCIOUS FILOSOFI JAWA MELALUI TOKOH WAYANG BIMA

https://doi.org/10.22146/jh.669

Wening Udasmoro(1*)

(1) 
(*) Corresponding Author

Abstract


Wayang memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan kandungan isinya . Ada dua unsur dasar dalam penampilan wayang yang keduanya menyimpan makna filosofis, yaitu unsur cerita dan unsur noncerita. Pada unsur cerita, seperti telah dijelaskan di atas, wayang memiliki perbedaan dengan cerita asalnya . Sebagai contoh, dalam cerita Mahabarata versi India tidak ditonjolkan peran anak keturunan Pandawa (Lal, 1992), sementara dalam cerita versi Jawa, dilakukan pengembangan cerita terhadap tokoh-tokoh keturunan Pahdawa yang tidak muncul dalam cerita sumbernya, seperti Gatotkaca, Antareja, Wisanggeni, dan sebagainya. Tokoh-tokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan sejak abad XVII Bagong) yang muncul di pertengahan cerita dalam adegan gara-gara (kondisi dunia dalam keadaan kacau), dianggap betul-betul bersifat Jawa karena tidak terdapat dalam epos di India (Magnis-Suseno, 1993) .

Full Text:

PDF



DOI: https://doi.org/10.22146/jh.669

Article Metrics

Abstract views : 2470 | views : 3401

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Copyright (c) 2012 Wening Udasmoro

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.



free web stats Web Stats

ISSN 2302-9269 (online); ISSN 0852-0801 (print)
Copyright © 2022 Humaniora, Office of Journal & Publishing, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada