Agama dan Kohesi Sosial

https://doi.org/10.22146/jh.2048

Kuntowijoyo Kuntowijoyo(1*)

(1) 
(*) Corresponding Author

Abstract


Dalam "Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia" dikatakan bahwa "... negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab". Apa sebabnya kata-kata "kemanusiaan
yang adil beradab" petlu ditambabkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa? Mengapa Tuhan yang abadi harus dibatasi oleh manusia yang sementara? Pertanyaan yang selalu menggoda setiap peserta penataran P-4 ini mempunyai jawaban yang mungkin menyakitkan hati peserta yang saleh. Tanpa ilustrasi empiris sakit hati "orang beriman" itu memang beralasan. Karenanya, kita perlu menengok kenyataan-kenyataan sejarah. Pada masa lalu ketidakadilan pada kawula alit dikerjakan para raja Jawa atas nama Tuhan (khalifatullah). Juga Istilah gung binathara (pengejawantahan dewa), ambaudhendha (berkuasa mutlak), dan panatagama (penata agama) sering disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan. Di masa kini pun "dakwah yang sejuk" sering dipakai alasan untuk  mengerem protes sosial (pemogokan, demonstrasimenuntut HAM, demonstrasi menuntut keadilan, tuntutan demokratisasi, kritik di media massa, kbotbah -kbotbah "keras'). Atas nama Tuhan orang bisa bertindak tidak adil terhadap sesamanya


Keywords


agama, kebijakan, kohesi sosial, mistisisme, sekularisasi

Full Text:

PDF



DOI: https://doi.org/10.22146/jh.2048

Article Metrics

Abstract views : 5334 | views : 3933

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Copyright (c) 2013 Kuntowijoyo Kuntowijoyo

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.