Antropomorfi k dan Zoomorfik dalam Seni Rupa Suku Bangsa Sumba Timur

https://doi.org/10.22146/jh.2054

Sumijati Sumijati(1*)

(1) 
(*) Corresponding Author

Abstract


Adanya simbol dalam masyarakat dapat digunakan sebagai sarana melakukan interaksi (Polama, 1984). lnteraksi itu dapat terjadi antara manusia dengan manusia atau antara manusia dengan mahluk halus atau roh nenek moyang. lnteraksi antara manusia dengan roh nenek moyang terus dibina karena roh nenek moyang diyakini dapat mendatanqkan kesuburan dan berkah bagi  keturunan-keturunannya. Keyakinan itu sesuai dengan pendapat Peursen (1976) yang menyatakan bahwa simbol dapal membuka pandangan yang transeden karena simbol dapat menunjukkan kekuatan yang berada di luar diri manusia. Simbol berwujud antropomorfik dan zoomortik dalam 111 kehidupan Suku Bangsa Sumba Timur divisualisasikan dalam seninya, seni lukis, seni pahat, maupun dalam seni patung secara naturalistis dan didistilisasi. Uraian di atas menimbulkan beberapa permasalahan, di antaranya adalah: faktor-faktor yang menyebabkan figur antropomorfik dan zoomorfik banyak divisualisasikan dalam seni rupa Sumba Timur dan kuat bertahan terhadap arus modemlsasi
sehingga lestari sampai kini.Sesuai dengan masalah yang diajukan maka kajian in; bertujuan untuk mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan antropomorfik dan zoomorfik banyak dipilih sebagai objek dalam seni rupa, terutama seni kriya, seni lukis, seni pahat, dan seni patung, serta kuat bertahan hingga lestari sampai kini.

Keywords


antropomorfik, seni rupa, Sumba Timur, visualisasi, zoomorfik

Full Text:

PDF



DOI: https://doi.org/10.22146/jh.2054

Article Metrics

Abstract views : 1080 | views : 1304

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Copyright (c) 2013 Sumijati Sumijati

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.



free web stats Web Stats

ISSN 2302-9269 (online); ISSN 0852-0801 (print)
Copyright © 2022 Humaniora, Office of Journal & Publishing, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada