Reformasi Tiada Henti

https://doi.org/10.22146/jkki.36374

Shita Dewi(1*)

(1) Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
(*) Corresponding Author

Abstract


Reformasi kebijakan seringkali bukanlah se- suatu yang statis. Reformasi dalam salah satu aspek bidang kesehatan akan berdampak pada bidang- bidang yang lain sehingga terjadi pula reformasi di bidang-bidang lain. Reformasi system pembiayaan kesehatan, misalnya, seyogyanya diikuti pula oleh reformasi di bidang pelayanan kesehatan, yang ke- mudian diikuti oleh reformasi di bidang sumberdaya kesehatan, dan seterusnya. Reformasi juga hampir tidak pernah berjalan sempurna. Dalam pelaksa- naannya, berbagai hal yang bersifat internal dan eksternal mempengaruhi kinerja pencapaian hasil yang diinginkan sehingga dibutuhkan penyesuaian dan ‘reformasi’ selanjutnya. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di Negara-negara lain.

Di Perancis, bulan September ini memiliki arti penting di sektor kesehatan karena pada bulan inilah strategi dan anggaran kesehatan untuk tahun berikut- nya dibahas di Council of Ministers, sebelum akhir- nya dibawa ke National Assembly di awal 2015. Kali ini yang menjadi fokus perhatian pemerintah adalah reformasi di bidang kesehatan untuk menghemat anggaran sebanyak 10milyar Euro selama kurun wak- tu 2015-2017. Ini adalah bagian dari kebijakan “aus- terity” yang dilakukan pemerintah terkait krisis ekonomi yang berkepanjangan di Perancis.

Menteri Kesehatan Perancis, Marisol Touraine, menjabarkan rencana reformasi di empat bidang: preventif, pelayanan kesehatan territorial, inovasi dan tatakelola. Di bidang preventif, ada beberapa hal baru yang akan dilakukan. Pertama, program nasional untuk berhenti merokok. Berbagai aturan mengenai kenaikan cukai rokok, pembatasan penjualan dan pembatasan ruang merokok diperketat termasuk untuk rokok elektronik. Ke-dua, aturan baru tentang logo nutrisi makanan kemasan. Kini logo nutrisi dise- derhanakan dengan kode warna (hijau, kuning, merah, dst) di bagian depan kemasan makanan untuk mengindikasikan proporsi kandungan nutrisinya di- bandingkan dengan ‘recommended daily value’. Ke- tiga, uji coba balai suntik higienis bagi pemakai narkoba, untuk mengurangi resiko penularan penya- kit melalui jarum suntik. Ke-empat, penyediaan pil KBB darurat di sekolah menengah. Dalam hal per- baikan pelayanan kesehatan territorial, akan ada nomor darurat di setiap regional untuk dihubungi di luar jam kerja dokter, dan nomor-nomor ini khusus disediakan untuk layanan kesehatan dasar, layanan kesehatan berkelanjutan, layanan preventif, layanan kesehatan jiwa dan layanan kesehatan untuk kelom- pok difabel. Dengan cara ini, selalu ada tenaga medis yang dapat diakses 24 jam. Dalam bidang tatakelola, juga ada beberapa hal baru yang akandilakukan. Pertama, layanan terintegrasi untuk penanganan pasien pelayanan kesehatan yang merasa dirugikan dan diperbolehkannya ‘class action’. Ke-dua, aturan baru tentang third-party payment bagi para peserta asuransi kesehatan tambahan (sebagai tambahan/ top-up dari jaminan sosial). Ke-tiga, koordinasi dalam layanan rujukan yang ditunjang dengan layanan rekam medis online. Ke-empat, re-negosiasi untuk insentif bagi tim yang melayani kasus (case man- agement team). Dalam hal inovasi, rumah sakit khu- susnya akan direhabilitasi dan melakukan program rasionalisasi dan kerjasama pembelian. Rumah sakit juga akan melakukan berbagai inovasi untuk mem- perpendek length-of-stay, mengurangi penggunaan MRI, memperbaiki hubungan kontrak dengan dokter dan kerjasama antar beberapa fakultas kedokteran. Salah satu hal yang paling dicermati masya- rakat adalah mengenai kebijakan third-party pay- ment. Selama ini, hampir 77% biaya kesehatan di Perancis ditanggung oleh jaminan sosial, sementara sisanya dibiayai oleh third-party (asuransi tambahan lain atau OOP). Namun prosentase reimbursement jaminan sosial khususnya untuk kelompok menengah dan kelompok atas, semakin lama semakin berkurang (catatan: untuk kelompok miskin; jaminan sosial menutup 100% biaya) sehingga mendorong kelompok menengah untuk memilih self-medication. Saatini, self-medication di Perancis masih relative rendah (15.7%, dibanding rata-rata 25.7% di Eropa). Selain itu, harga obat bebas (tanpa resep) di Peran- cis lebih murah rata-rata sekitar 1.5 euro dibanding Negara lain di Eropa. Pemerintah melihat potensi penghematan dengan mendorong self-medication pada taraf tertentu dengan cara mengeluarkan bebe- rapa jenis obat dari daftar obat dari DON. Masya- rakat juga terpaksa mengurangi konsumsi pembelian kacamata karena adanya pembatasan reimbur sement kacamata maksima l470 euro (untuk single lense) dan 850 euro (untuk lensa kompleks). Reimbure sementini hanyalah 36% dari total biaya kacamata, sehingga mayoritas (68%) harus ditang- gung oleh asuransi tambahan dan OOP. Pemerintah terus mendorong masyarakat untukmemiliki ‘respon- sible contract’ dengan third-party untuk menghindari biaya kesehatan yang terlalu tinggi.

Paket reformasi ini bukanlah satu-satunya yang akan diperjuangkan Menteri Kesehatan bulan Sep- tember ini. Isu fraud juga akan menjadi pokok bahas- an karena disinyalir tingginya imigran gelap di Pe- rancis telah mengakibatkan membengkaknya ang- garan AME (Aide médicaled’Etat) dari 588juta Euro menjadi 744juta Euro. Dapat dipastikan pemerintah akan menindaklanjuti dengan berbagai pengetatan kebijakan terkait akses untuk mendapatkan AME.

Di Indonesia, upaya pemantauan kebijakan kesehatan telah dilakukan berbagai pihak. Berbagai penelitian mengungkapkan berbagai kendala dan keterbatasan dalam implementasi, dan biasanya penanganannya membutuhkan penambahan biaya atau anggaran. Edisi kali ini menyoroti berbagai hal dalam implementasi kebijakan jaminan kesehatan, kesehatan balita, layanan farmasi dan BLUD di ber- bagai daerah. Namun, belum banyak yang memba- has sejauhmana inefisiensi dalam system kesehatan dapat diatasi dengan reformasi pelayanan dan dam- paknya terhadap penghematan anggaran, sehingga dapat direalokasi untuk hal-hal lain yang lebih men- desak. Di dalam era jaminan kesehatan semesta, efisiensi sistem kesehatan dan kontrol anggaran akan menjadi area baru yang perlu kita cermati ber- sama. Semoga kita dapat berkontribusi dalam hal ini.

 

Selamat membaca.

 

Shita Listya Dewi

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan


Full Text:

PDF



DOI: https://doi.org/10.22146/jkki.36374

Article Metrics

Abstract views : 1845 | views : 1270

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2018 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

The Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI [ISSN 2089 2624 (print); ISSN 2620 4703 (online)] is published by Center for Health Policy and Management (CHPM). This website is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Built on the Public Knowledge Project's OJS 2.4.8.1.
 Web
Analytics View My Stats