Perkawinan Anak di Kabupaten Grobogan

https://doi.org/10.22146/mgi.13423

Norma Yuni Kartika(1*), Djarot Sadharta(2), Tukiran Tukiran(3)

(1) Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
(2) Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(3) Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(*) Corresponding Author

Abstract


ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor predisposisi (status ekonomi rumah tangga, pendidikan anak, persepsi dan pengetahuan anak tentang perkawinan, budaya dan karakteristik orang tua), faktor pendukung (pekerjaan orang tua) dan faktor penguat (sikap tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemangku kebijakan) yang menjadi penyebab tingginya perkawinan anak di Kabupaten Grobogan. Metode dalam penelitian ini adalah metode kombinasi dengan pendekatan dua tahap, tahap awal adalah analisis data sekunder hasil Survei Pernikahan Dini yang dilakukan oleh Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan Universitas Gadjah Mada berkerjasama dengan PLAN Indonesia tahun 2011, dilanjutkan dengan metode kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap orang tua, anak dan pemangku kebijakan guna memperoleh data akurat terutama mengenai hal-hal yang belum tercakup dalam data sekunder. Analisis diskriptif dilakukan dengan distribusi frekuensi, analisis Khai-Kuadrat (X2) untuk melihat perbedaan variabel dependen dan independen, variabel yang mempunyai perbedaan yang diikutsertakan dalam analisis multivariat dengan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status ekonomi rumah tangga, persepsi dan pengetahuan anak tentang perkawinan, serta persepsi dan pengetahuan orang tua tentang perkawinan mempunyai hubungan bermakna dengan perkawinan anak. Variabel pendidikan anak, pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua tidak mempunyai hubungan bermakna dengan perkawinan anak. Hasil dari analisis kualitatif menunjukkan budaya menjadi faktor penyebab utama terjadinya perkawinan anak di Kabupaten Grobogan. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah setempat untuk mengatasi permasalahan perkawinan anak antara lain adalah peningkatan pendapatan ekonomi rumah tangga untuk keluarga miskin. Budaya pada masyarakat yang harus di rubah dari budaya malu kalau tidak melakukan perkawinan anak, menjadi malu kalau melakukan perkawinan anak. Mengikis persepsi masyarakat tentang perkawinan anak yang tinggi dengan cara, antara lain dengan sosialisasi dari para pemangku kebijakan dari unsur pemerintah, termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama dapat memberikan pembinaan dan pemahaman tentang dampak dan bahaya perkawinan anak. 

 

ABSTRACT The purpose of this study to determine predisposing factors (economic status of the household, children's education, perception and knowledge of children about marriage, culture and characteristics of the parents), supporting factor (the work of parents) and reinforcing factors (attitude of community leaders, religious leaders and policy makers ), which became the cause of high child marriage in Grobogan. The method in this research is method in combination with a two-stage approach, the initial stage is a secondary data analysis Early Marriage Survey conducted by the Center for Population and Policy Studies, Gadjah Mada University in collaboration with Plan Indonesia in 2011, followed by a qualitative method. Qualitative methods in-depth interviews conducted with parents, children and policy makers in order to obtain accurate data, especially regarding matters that are not covered in the secondary data. Descriptive analysis performed by the frequency distribution, Khai analysis-Square (X2) to see the difference dependent and independent variables, variables that have differences that were included in the multivariate analysis with logistic regression. The results showed that the economic status of the household, children's perceptions and knowledge about marriage, as well as the perceptions and knowledge of parents about the marriage had a significant relationship with the child marriage. Variable children's education, parents' education and occupation of parents do not have a meaningful relationship with the child marriage. Results of the qualitative analysis showed culture constitutes the main factor in the occurrence of child marriages Grobogan. The efforts made by local authorities to overcome the problems of child marriage among others, is the increase in household economic income for poor families. Culture in society that should be changed from a culture of shame if you do not perform marriages of children, be a shame if the mating child. Eroding public perception of high child marriage by way of, among others, with the socialization of the stakeholders from government, including community leaders, religious leaders can provide guidance and understanding of the impact and dangers of child marriage.


Keywords


anak; Grobogan; perkawinan; children; Grobogan; marriage




DOI: https://doi.org/10.22146/mgi.13423

Article Metrics

Abstract views : 2045 | views : 7549

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Copyright (c) 2016 Majalah Geografi Indonesia

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.


 

Accredited Journal, Based on Decree of the Minister of Research, Technology and Higher Education, Republic of Indonesia Number 164/E/KPT/2021

Volume 35 No 2 the Year 2021 for Volume 39 No 1 the Year 2025

ISSN  0215-1790 (print) ISSN 2540-945X  (online)

 

website statistics Statistik MGI