Instituut Pasteur: Produksi Vaksin dalam Karut Marut Revolusi, 1945-1949

  • Fatiya Hasna Alifan Departemen Sejarah, Universitas Gadjah Mada

Abstrak

Abstrak
Artikel ini membahas produksi vaksin pada masa revolusi (1945-1949) oleh Instituut Pasteur. Instituut Pasteur merupakan satu-satunya lembaga yang mampu memproduksi vaksin pada masa revolusi. Diproduksinya vaksin secara massal menandai betapa pentingnya kesehatan pada masa revolusi di samping karut marutnya masalah perang. Alih-alih berbicara tentang strategi perang, perpindahan Instituut Pasteur dari Bandung ke Klaten memperdalam pemahaman dalam melihat perjuangan rakyat Indonesia yang lebih luas dari pada sekadar peperangan. Kejeniusan para dokter di Instituut Pasteur membuat masyarakat, baik sipil maupun militer, yang mendapatkan manfaat dari produksi vaksin ini. Bukan hanya berdampak pada kesehatan masyarakat itu sendiri, namun vaksin juga menjadi garda terdepan untuk turut andil dalam mempertahankan Indonesia dari bayang-bayang penjajah. Salah satu periode krusial dalam sejarah Indonesia ini turut memengaruhi perkembangan produksi vaksin itu sendiri. Perang-perang yang dilakukan, menyebabkan mahalnya bahan baku pembuatan produksi vaksin. Para dokter Instituut Pasteur kemudian berpikir ulang agar tetap bisa memproduksi vaksin dengan bahan yang mudah didapat. Bukan hal yang mudah, penelitian demi penelitian terus dilakukan hingga membuahkan hasil. Vaksin yang telah diproduksi ini kemudian didistribusikan kepada masyarakat sipil dan militer.

Abstract
This article discusses vaccine production during the revolutionary period (1945-1949) by Instituut Pasteur. Instituut Pasteur was the only institution capable of producing vaccines during the revolutionary period. The mass production of vaccines signalled the importance of health during the revolutionary period alongside the chaos of war. Instead of talking about war strategy, Instituut Pasteur’s move from Bandung to Klaten deepened the understanding of the struggle of the Indonesian people which was broader than just warfare. The genius of the doctors at the Pasteur Institute meant that the public, both civilian and military, benefited from the production of this vaccine. Not only did it have an impact on the health of the community itself, but the vaccine also became the frontline to take part in defending Indonesia from the shadow of the in vaders. One of the crucial periods in Indonesia’s history also influenced the development of vaccine production itself. The wars that were carried out caused the high cost of raw materials for vaccine production. The Pasteur Institute doctors then rethought so that they could still produce vaccines with easily available materials. Not an easy thing, research to research continues to be carried out until it produces results. The vaccines that have been produced are then distributed to civilians and the military.

Referensi

Arsip dan Laporan
M. Sardjito dan H. Johannes (1960). “Separatum: Riwajat Perdjuangan Mendirikan Universitas Gadjah Mada dan Sekedar Tentang Perguruan Tinggi Lain di Indonesia dan Addendum Perdjuangan Universitas Gadjah Mada dan Perguruan Tinggi Lain dalam Revolusi Fisik”. Berkala Ilmu Kedokteran Gadjah Mada 1, 2: 83-106.
Rosier, H.J (1938). “Verslag Betreffende de Pestbestrijding op Java over het jaar 1936” dalam Mededeelingen van den Dienst der
Volksgecondheid in Nederlandsch-Indie, Jaargang XXVII.
Sardjito (1950). Pidato Dies Natalis Universitit Gadjah Mada Jogjakarta. 19 Desember 1950.
______ (1952). Laporan Tahunan Universiteit Gadjah Mada Tahun Pengajaran 1951/1952. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Surat kabar
Bataviaasch Handelsblad, 29 April 1891.
Berita Repoeblik, 1 Juli 1946.
De Waarheid, 6 Juli 1948.
Krantenbank Zeeland, 3 April 1946.
Krantenbank Zeeland, 25 Februari 1948.

Majalah
Dr. Bahder Djohan (1950). “Perkembangan Palang Merah Indonesia djadi Palang Merah Nasional”. Majalah Resmi Palang Merah Indonesia 1, 1: 3.
Dr. R.C.L. Senduk, Let. Kol (1951). “Djawatan Kesehatan Angkatan Perang dan Kedudukannya dalam Waktu Peperangan”. Majalah Kesehatan Angkatan Perang 1, 1: 7-10. R. Kodijat (1950). “Vaksinasi dan Revaksinasi”. Majalah Dokter Indonesia 3, 13: 1-6.
Sardjito (1949). “Regenerasi dari Agar-agar yang Sudah dipakai”. Majalah Dokter Indonesia. 2, 12: 279-284.
______ (1950). “Berkembangja Pengetahuan Kedokteran”. Majalah Dokter Indonesia 3, 12: 310-318.
Varia (1950). “Perdjuangan Palang Merah”, Majalah Resmi Palang Merah Indonesia. 1, 2: 25.

Buku
J. Kevin Baird & Sangkot Marzuki (2020). Eksperimen Keji Kedokteran Penjajahan Jepang: Tragedi Lembaga Eijkman & Vaksin Maut Romusha 1944-1945. Depok: Komunitas Bambu.
Bambang Purwanto, dkk (2023). Dunia Revolusi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Baha’ Uddin (2019). Ilmuwan Pejuang, Pejuang Ilmuwan: Pahlawan Nasional Prof. Dr. Sardjito. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Dwi Ratna Nurhajarini dkk (2023). Api Sabana Ibu Pertiwi: Laga Tokoh-tokoh Pejuang Kemerdekaan Bangsa di Yogyakarta pada Era Revolusi. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan DIY.
Kementerian Penerangan RI (1949). Lukisan Revolusi Rakjat Indonesia. Yogyakarta: Kementerian Penerangan RI.
Sugiarti Siswadi (1989). Rumah Sakit Bethesda dari Masa ke Masa. Yogyakarta: RS Bethesda.

Artikel
Anonim (2019). “Kisah Kerbau Vaksin Dokter Sardjito Menembus Perang Revolusi Kemerdakaan”. Kagama. 8 November 2019.

Wawancara dan Film Dokumenter
Wawancara dengan Sandimun/Sastro, Tentara Divisi Negoro. Koleksi Arsip UGM. 11 Desember 1990 di Tempel, Sleman.
Wawancara dengan Suwardi Danu Hadi Pranoto, Anggota Palang Merah. Koleksi Arsip UGM. Diwawancari oleh Christina Nuraeny S. 16 November 1990 di Terban, Yogyakarta.
Film Dokumenter “Sardjito dalam Lukisan Revolusi (Part 1/3)” (2018). Universitas Gadjah Mada.
Film Dokumenter “Sardjito dalam Lukisan Revolusi (Part 2/3)” (2018). Universitas Gadjah Mada.
Film Dokumenter “Sardjito dalam Lukisan Revolusi (Part 3/3)” (2018). Universitas Gadjah Mada
Diterbitkan
2024-06-14