Determinan Perempuan Keluar dari Praktik Kawin Anum Suku Banjar
Norma Yuni Kartika(1*), Muhadjir Darwin(2), Sukamdi Sukamdi(3)
(1) Program Doktor Studi Kependudukan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(2) Department of Public Policy and Management, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
(3) Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(*) Corresponding Author
Abstract
“Kawin anum” dalam bahasa Banjar berarti perkawinan di bawah 16 tahun. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Raya Belanti, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan dengan praktik kawin anum yang dipraktikkan oleh 90,26 persen penduduk perempuannya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui determinan perempuan keluar dari praktik kawin anum Suku Banjar. Penelitian ini menggunakan desain sequential explanatory method. Tahap pertama adalah melakukan survei terhadap 127 responden yang terdiri atas 37 perempuan yang menikah di bawah 16 tahun (pelaku kawin anum) dan 90 perempuan yang menikah pada usia 16-30 tahun, dan kemudian hasil analisis tahap pertama dieksplorasi lebih lanjut pada tahap kedua dengan metode kualitatif. Pada tahap kedua, informan dipilih berdasarkan hasil analisis tahap pertama dan 14 perempuan yang menolak desakan untuk segera menikah, 14 orang tua dan 9 stakeholders. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang menjadi determinan perempuan keluar dari praktik kawin anum, yaitu variabel individual (berpendidikan tinggi dan bekerja), interpersonal (tingkat ekonomi keluarga asal perempuan tinggi), institusional (syarat menikah sudah memiliki kartu tanda penduduk) dan sosietal (memenuhi syarat usia minimal resmi yang diijinkan untuk menikah menurut undang-undang perkawinan).
Kawin anum in local languange of Banjar means that a marriage conducted those who are under 16 years old. The research of kawin anum is located in Raya Belanti Village, Binuang District, Tapin District, South Kalimantan Province where kawin anum was practiced by 90.26 percent of female residents. The purpose of this study was to find out the determinants of women who got out of kawin anum practice in Banjar Tribe. This study uses a sequential explanatory method design. The first stage was conducting a survey to 127 respondents, consisted of 37 women married under 16 (perpetrators of kawin anum) and 90 women who were married at the age of 16-30 years. The results of first phase of analysis were further explored in the second stage using a qualitative method. For the second stage, the informants were chosen based on the results of the first phase analysis and 14 women who refused the urge to get married immediately, 14 parents and 9 stakeholders were selected. The results showed that there were four variables which were the determinants of women getting out of kawin anum practices, namely individual variables (highly educated and working women), interpersonal (women came from families with high level of economy), institutional (to get married, one must had an identification card) and societal (has fulfiled the minimum legal age requirements in order to be permitted to marry according to marriage law).
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Abdurahman, Edeng Halim. 1987. “Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pada Pola Perkawinan di Jawa Barat”. Paper disajikan dalam Pertemuan Ilmiah Faktor- faktor Sosial, Budaya kaitannya dengan Pola Perkawinan. Bandung, Lembaga Penelitian UNPAD, 18 Juli 1987.
Badan Pusat Statistik and UNICEF. 2016. Kemajuan yang tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2017. Perkawinan Usia Anak di Indonesia 2013 dan 2015. Edisi Revisi. Jakarta: BPS.
Choe, M.K, Shyam Thapa and Sulistinah Irawati Achmad. 2001. “Early Marriage and Chidbearing in Indonesia and Nepal”. East- West Center Working Papers. Population Series, No.108-15.
Duza dan Baldwin. 1977. Nuptiality and Population Study. New York: The Population Council. PSKK UGM dan PLAN. 2011. Perkawinan Anak di Indonesia. Yogyakarta: PSKK UGM dan PLAN.
Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dixon, Rugh B. 1971. Explaining cross culture variation in age at marriage and proportions never marrying. Population Studies, 25 (2): 215-233.
Hanum, Sri Handayani. 1997. Perkawinan Usia Belia. Kerjasama Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada dengan Ford Foundation. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Indrayani dan Sjafii. 2012. Dampak Pendidikan Bagi Usia Pernikahan Dini dan Kemiskinan Keluarga. Gemari Edisi 143/Tahun XIII/ Desember 2012.
Jones. 2001. “The Demise of Universal Marriage in East and South-East Asia’, in the continuing Demographic Transition, ed. Gavin W. Jones, Robert M. Douglas, John C. Caldwell and Rennie d’Souza, Oxford Clarendo Press 1997, pp. 51-79 cited in Jones, G. W., “Which Indonesia Women Marry Youngerst and Why?”, 2001, Journal of Southeast Asian Studies, 32 (1), pp. 67- 78, February 2001. Printed in the United Kingdom, 2001 The National University of Singapore.
Kasto. 1982. Perkawinan dan Perceraian Pada Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPPA) dan BPS. 2018. Profil Anak Indonesia 2018. Jakarta: KPPPA.
Nasution, Rosramadhana. 2016. “Ketertindasan Perempuan Dalam Tradisi Kawin Anom” Subaltern Perempuan pada Suku Banjar dalam Perspektif Poskolonial.Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Potts, Malcolm and Peter Selman. 1979. Society and Fertility. London : Mac Donald and Evan. Santhya, K. G., Ram, U., Acharya, R., Jejeebhoy, S. J., Ram, F. & Singh, A. 2010. Associations between early marriage and young women’s marital and reproductive health outcomes: evidence from India. International perspectives on sexual and reproductive health, 132-139.
Sukamdi, Susi Eja Yuarsi, and Wini Tamtiari. 1995. Tingkat, Pola dan Determinan Usia Kawin Wanita dan Pria. Journal Populasi Volume 6 Nomor 2. pp 55-77.
Utina, Ramli., Baderan, Dewi Wahyuni K., dan Pongoliu, Yayu Isyana. 2014. Kajian Faktor Sosial Ekonomi yang Berdampak pada Usia Perkawinan Pertama di Provinsi Gorontalo. Kerjasama BKKBN provinsi Gorontalo dengan IPADI provinsi Gorontalo.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan. Bandung: Citra Umbaran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan.
DOI: https://doi.org/10.22146/jp.55149
Article Metrics
Abstract views : 1847 | views : 2378Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2020 Populasi
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Copyright of Jurnal Populasi ISSN 0853-6202 (PRINT), ISSN: 2476-941X (ONLINE).
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.