BAGAIMANA STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM SURVEILANS DALAM ERA DESENTRALISASI?
Laksono Trisnantoro(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Surveilans merupakan kegiatan yang sampai
sekarang masih belum berjalan secara baik di
Indonesia. Dengan diterbitkannya Peraturan
Pemerintah (PP) No. 38/2007 yang salah satu isinya
mengatur mengenai wewenang pemerintah pusat
dan daerah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan
sistem surveillance maka ada momentum baru untuk
pengembangan. Kehadiran PP No. 38/2003 menjadi
jembatan yang baik mengenai pengelolaan dan
penyelenggaraan sistem surveilans karena dapat
meneguhkan standar dan uniformitas sistem
surveilans di tingkat pusat maupun daerah,
menegaskan implementasi surveilans di era
desentralisasi, memperhatikan kondisi spesifik
lokal, dan dapat meningkatkan compliance dalam
sistem surveilans.
Pada tahun 2004 WHO1 mengajukan beberapa
rekomendasi untuk pengembangan surveilans:
Integrasikan beberapa surveilans penyakit khusus;
bentuk badan koordinasi kegiatan surveilans di
tingkat pusat dan provinsi; kaji ulang penyakitpenyakit
prioritas, melibatkan klinisi, ahli mikrobiologi
dan epidemiologi; bagi peran surveilans dalam sistem
informasi kesehatan nasional dengan semua pihak
yang berkepentingan; kembangkan peranan
laboratorium dalam surveilans; mengembangkan
umpan balik dan supervisi efektif; implementasikan
rencana kesiapan respons terhadap wabah di semua
tingkat pelayanan; mengimplementasikan pelatihan
berkesinambungan.
Adanya rekomendasi dari WHO, perlu
ditindaklanjuti dan direspon guna perbaikan sistem
surveilans yang ada dilapangan. Tindak lanjut yang
dilaksanakan dapat berupa perbaikan sistem
pencatatan dan pelaporan baik di level Puskesmas
maupun dinas kesehatan, penggalangan komitmen
untuk pemerintah daerah menyediankan anggaran
pelaksanaan sistem surveilans, penyediaan dana
sewaktu-waktu jika terjadi kejadian luar biasa, dan
perbaikan sistem organisasi surveilans.
Isu-isu penting dalam pengembangan surveilans
di masa mendatang adalah: Adanya dasar akademik
yang mantap dimana sebaiknya surveilans harus
terkait dengan respons; dukungan sistem
informatika, tersedianya penganggaran surveilans
dari berbagai sumber; dukungan regulasi, dan adanya
perbaikan struktur organisasi surveilans di daerah
dan pusat. Salah satu hal penting dalam masa depan
surveilans adalah penggunaan prinsip surveilans
yang dihubungkan dengan respon. Berdasarkan
analisis situasi saat ini, sebagai salah satu hal
penting dalam pengembangan surveilans, perlu
ditegaskan bahwa surveilans bukan hanya urusan
kelompok yang mengurusi penyakit menular.
Surveilans tidak terbatas pada tugas
epidemiolog, namun juga menjadi tugas para
manajer dan pengambil keputusan di pemerintah
pusat dan daerah untuk melaksanakan. Kesan ini
muncul karena di Indonesia surveilans secara tradisi
berada pada Direktorat Jendral P2M dan Seksi P2
di Dinas Kesehatan. Hal ini perlu diperbaiki dengan
mengacu pada prinsip delapan Fungsi Pokok Sistem
Surveilans Respon yaitu: deteksi kasus, registrasi,
konfirmasi epidemiologis atau/dan laboratoris;
pelaporan, analisis dan interpretasi, kesiapan
menghadapi wabah, respons dan pengendalian, serta
feedback. Laksono Trisnantoro (trisnantoro@yahoo.
com)
Kepustakaan
1. WHO. WHO comprehensive assessment of the
National Disease Surveilan in Indonesia. 2004
sekarang masih belum berjalan secara baik di
Indonesia. Dengan diterbitkannya Peraturan
Pemerintah (PP) No. 38/2007 yang salah satu isinya
mengatur mengenai wewenang pemerintah pusat
dan daerah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan
sistem surveillance maka ada momentum baru untuk
pengembangan. Kehadiran PP No. 38/2003 menjadi
jembatan yang baik mengenai pengelolaan dan
penyelenggaraan sistem surveilans karena dapat
meneguhkan standar dan uniformitas sistem
surveilans di tingkat pusat maupun daerah,
menegaskan implementasi surveilans di era
desentralisasi, memperhatikan kondisi spesifik
lokal, dan dapat meningkatkan compliance dalam
sistem surveilans.
Pada tahun 2004 WHO1 mengajukan beberapa
rekomendasi untuk pengembangan surveilans:
Integrasikan beberapa surveilans penyakit khusus;
bentuk badan koordinasi kegiatan surveilans di
tingkat pusat dan provinsi; kaji ulang penyakitpenyakit
prioritas, melibatkan klinisi, ahli mikrobiologi
dan epidemiologi; bagi peran surveilans dalam sistem
informasi kesehatan nasional dengan semua pihak
yang berkepentingan; kembangkan peranan
laboratorium dalam surveilans; mengembangkan
umpan balik dan supervisi efektif; implementasikan
rencana kesiapan respons terhadap wabah di semua
tingkat pelayanan; mengimplementasikan pelatihan
berkesinambungan.
Adanya rekomendasi dari WHO, perlu
ditindaklanjuti dan direspon guna perbaikan sistem
surveilans yang ada dilapangan. Tindak lanjut yang
dilaksanakan dapat berupa perbaikan sistem
pencatatan dan pelaporan baik di level Puskesmas
maupun dinas kesehatan, penggalangan komitmen
untuk pemerintah daerah menyediankan anggaran
pelaksanaan sistem surveilans, penyediaan dana
sewaktu-waktu jika terjadi kejadian luar biasa, dan
perbaikan sistem organisasi surveilans.
Isu-isu penting dalam pengembangan surveilans
di masa mendatang adalah: Adanya dasar akademik
yang mantap dimana sebaiknya surveilans harus
terkait dengan respons; dukungan sistem
informatika, tersedianya penganggaran surveilans
dari berbagai sumber; dukungan regulasi, dan adanya
perbaikan struktur organisasi surveilans di daerah
dan pusat. Salah satu hal penting dalam masa depan
surveilans adalah penggunaan prinsip surveilans
yang dihubungkan dengan respon. Berdasarkan
analisis situasi saat ini, sebagai salah satu hal
penting dalam pengembangan surveilans, perlu
ditegaskan bahwa surveilans bukan hanya urusan
kelompok yang mengurusi penyakit menular.
Surveilans tidak terbatas pada tugas
epidemiolog, namun juga menjadi tugas para
manajer dan pengambil keputusan di pemerintah
pusat dan daerah untuk melaksanakan. Kesan ini
muncul karena di Indonesia surveilans secara tradisi
berada pada Direktorat Jendral P2M dan Seksi P2
di Dinas Kesehatan. Hal ini perlu diperbaiki dengan
mengacu pada prinsip delapan Fungsi Pokok Sistem
Surveilans Respon yaitu: deteksi kasus, registrasi,
konfirmasi epidemiologis atau/dan laboratoris;
pelaporan, analisis dan interpretasi, kesiapan
menghadapi wabah, respons dan pengendalian, serta
feedback. Laksono Trisnantoro (trisnantoro@yahoo.
com)
Kepustakaan
1. WHO. WHO comprehensive assessment of the
National Disease Surveilan in Indonesia. 2004
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)DOI: https://doi.org/10.22146/jmpk.v11i01.2668
Article Metrics
Abstract views : 18309 | views : 6492Refbacks
- There are currently no refbacks.