Partisipasi Masyarakat Dalam Kesenian Soreng Guna Meningkatkan Ketahanan Budaya (Studi Di Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah)

https://doi.org/10.22146/jkn.49801

paramitha Dyah Fitiriasari(1*)

(1) Universitas Gadjah Mada
(*) Corresponding Author

Abstract


ABSTRACT 

Soreng, a piece of folkdance from Magelang, had a special position for its society. This research aimed to understood and analysed the fabulous public participation in Banyusidi village, Pakis sub-district, Magelang district. People became an active participant to arised the existence of Soreng. It was also a good way to increased a cultural resilience.

This research used a qualitative method and ethnography approach. The data was collected by literature study, observation, and interview to the artist and people around it. It had analysed by descriptive analytics ways.

This research found the trichotomy of the artists, society, and tradition. They were three main pillars to preserved traditional performing art in the society. People could develop their skill, expression, and their own creativity. That activity increased the cultural resilience in society. It was an important things because the survival of an art depend on the social participation. Finally, art was supported to cultural resilience rising.

 

ABSTRAK

 

Kesenian Soreng di Kabupaten Magelang memiliki posisi khusus di hati masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bentuk partisipasi masyarakat Desa Banyusidi Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang sangat besar dan terlihat di dalam kesenian soreng. Masyarakat dengan berbagai peran secara aktif menjadi bagian dalam kesenian soreng guna meningkatkan ketahanan budaya.

Metode yang dipakai adalah kualitatif dengan pendekatan etnografi. Melalui dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka, observasi dan wawancara kepada beberapa seniman dan masyarakat.  Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara analitik deskriptif.

Hasil penelitian  ditemukan bahwa trikotomi antara seniman, masyarakat penyangga dan adat merupakan tiga pilar penyangga yang hingga kini dipandang cukup efektif untuk mempertahankan dan melangsungkan tradisi seni pertunjukan di daerah. Masyarakat dapat mengembangkan bakat, ekspresi dan kreativitas dengan porsi masing-masing. Hal semacam itu menyebabkan adanya peningkatan terhadap ketahanan budaya yang tampak di komunitas masyarakatnya. Oleh sebab itu sebuah kesenian tidak dapat bertahan lama ketika sudah tidak ada penyangga atau partisipasi dari masyarakat. Hal tersebut juga sangat identik dengan ketahanan budaya yang juga meningkat dengan adanya kesenian.

 


Keywords


Partisipai; Kesenian; Ketahanan Budaya

Full Text:

PDF


References

Bandem, I Made, 2000, Evaluasi Tari Bali, Yogyakarta; Kanisius.

Brandon, 2003, James R. Jejak-Jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara. Terj. R.M. Soedarsono. Bandung : P4ST UPI.

Corson, Richard, 1975, Stage Makeup, Fifth Edition, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Indrayuda, 2015, “Continuity of Tradition Dance : Acedemicians’ Intervention of Artists and Perfoming Arts Groups” dalam Jurnal Harmonia Vol 15 Nomor 2 tahun 2015, Semarang : UNNES.

Irene, Siti, 2011, Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jazuli, M, 1994, Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang : IKIP.

Khairunnisa, Anis., Restu Lanjari, 2016, “Persepsi Masyarakat Terhadap Tari Soreng di Desa Lemahireng, Bawen, Semarang” dalam Jurnal Seni Tari Vol 5 nomor 1 tahun 2016, Semarang : UNNES.

Mantri, Yaya Mulyana, 2014, “Peran Pemuda Dalam Pelestarian Seni Tradisional Benjang Guna Meningkatkan Ketahanan Budaya Daerah (Studi di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung Jawa Barat”, dalam Jurnal Ketahanan Nasional, nomor XX, Desember 2014. Yogyakarta : UGM.

Mulyono, 1997, ”Aspek Manusia dalam Tari”, dalam Jurnal Seni Pertunjukan Bandung: STSI Press.

Nalan, Artur S, 1999, Ed, Aspek Manusia dalam Seni Pertunjukan, Bandung: STSI Press.

Spradley, James, 1999, Metode Etnografi, Terj. Misbah Zulfa Elizabet, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Tim Penyusun, 1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan kesembilan, Departemen pendidikan dan Kebudayaan : Balai Pustaka.

Wibowo, Fred, 2007, Kebudayaan Menggugat, Yogyakarta : PINUS BOOK Publisher.

Wawancara

  1. Kas, 45 tahun
  2. Rud, 36 tahun
  3. Han, 38 tahun
  4. Ek, 34 tahun
  5. Kis, 50 tahun
  6. Sup, 36 tahun
  7. War, 28 tahun



DOI: https://doi.org/10.22146/jkn.49801

Article Metrics

Abstract views : 3179 | views : 3095

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Copyright (c) 2019 paramitha Dyah Fitiriasari

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.


web
analytics View My Stats