Zona Kerentanan Filariasis Berdasarkan Faktor Risiko dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis
Marko Ferdian Salim(1*)
(1) Universitas Gadjah Mada
(*) Corresponding Author
Abstract
Latar Belakang: Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori) yang ditularkan melalui vektor nyamuk. Data WHO menyebutkan lebih dari 1.4 miliar penduduk dunia tinggal di daerah yang berisiko terinfeksi filariasis yang tersebar di 73 negara termasuk Indonesia. Filariasis di Indonesia tersebar pada 418 kabupaten/ kota dan 235 kabupaten/ kota ditetapkan sebagai daerah endemis dengan jumlah kasus 14.932. Kabupaten Agam merupakan salah satu daerah endemis filariasis tertinggi di Provinsi Sumatera Barat dengan prevalensi kasus sebesar 12,63 per 100.000. Kondisi lingkungannya terdiri dari pegunungan, dataran rendah, sungai, danau, perkebunan, dan persawahan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan penggunaan sistem informasi geografis untuk pemetaan kerentanan wilayah berdasarkan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam.
Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan desain penelitian case control study. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 36 kasus dan 36 kontrol dengan total 72 sampel. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat, multivariat dan analisis kerentanan wilayah secara spasial.
Hasil: Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat membantu dalam menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Hasil statistik menemukan bahwa faktor sosial ekonomi yaitu tingkat pendidikan rendah (OR: 4.52), tingkat pengetahuan rendah (OR: 4.14), pekerjaan sebagai petani, buruh dan nelayan (OR: 4.38), dan tingkat penghasilan rendah (OR: 4.43) merupakan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Faktor perilaku masyarakat yaitu kebiasaan keluar malam hari (OR: 3.75) dan memelihara hewan reservoir (OR: 3.57) merupakan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Faktor lingkungan yaitu keberadaan perkebunan (OR: 19.46) sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk merupakan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Berdasarkan analisis multivariat yang menjadi faktor risiko yaitu keberadaan perkebunan (OR: 19.46). Jenis vektor yang ditemukan yaitu Culex (67.26%), Aedes (18.06%), Armigeres (14.19%) dan Anopheles (0.48%). Pengelompokkan (Clustering) kejadian filariasis ditemukan pada daerah Subang – Subang dan Muaro Putuih. Zona atau wilayah yang memiliki kerentanan diantaranya yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara, Lubuk Basung, IV Nagari, Palembayan, Palupuh, Baso dan IV Koto.
Kesimpulan: Faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam yaitu tingkat pendidikan rendah, tingkat pengetahuan rendah, pekerjaan (petani, buruh dan nelayan), tingkat penghasilan rendah, kebiasaan keluar malam hari, memelihara hewan reservoir, dan keberadaan perkebunan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Sedangkan faktor risiko yang paling berpengaruh yaitu keberadaan perkebunan (≤ 200 meter) dari tempat tinggal responden. Jenis vektor filaria di Kabupaten Agam yaitu Culex, Armigeres, Aedes dan Anopheles. Tingkat kerentanan wilayah dan pengelompokkan (Clustering) kejadian filariasis diketahui melalui penggunaan Sistem Informasi Geografis.
Kata Kunci: Sistem Informasi Geografis (SIG), Filariasis, Faktor Risiko, Kerentanan, Kabupaten Agam.DOI: https://doi.org/10.22146/jisph.6759
Article Metrics
Abstract views : 6332 | views : 4904 | views : 586Refbacks
Copyright (c) 2016 Journal of Information Systems for Public Health