Keragaman Kandungan Lemak Nabati Spesies Shorea Penghasil Tengkawang dari Beberapa Provenans dan Ras Lahan
Budi Leksono(1*), Lukman Hakim(2)
(1) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar KM 15 Purwobinangun, Pakem, Sleman 55582
(2) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar KM 15 Purwobinangun, Pakem, Sleman 55582
(*) Corresponding Author
Abstract
Buah tengkawang merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu bernilai tinggi dan merupakan salah satu komoditi eksporsebagai bahan baku lemak nabati, industri kosmetik, dan substitusi lemak coklat. Indonesia memiliki sekitar 13 spesies pohon penghasil tengkawang yang tersebar di Kalimantan dan sebagian kecil di Sumatera, namun sebagian besar telah masuk dalam kategori terancam punah. Untuk tindakan konservasi dan meningkatkan kandungan lemak nabati tengkawang, perlu diketahui potensi kandungan lemak dan sifat fisiko kimia dari setiap spesies dan provenan. Buah tengkawang dikoleksi pada saat musim panen raya spesies shorea penghasil tengkawang pada tahun 2010 di Kalimantan dan Jawa. Analisis kandungan lemak nabati tengkawang dilakukan terhadap empat spesies shorea penghasil tengkawang (S. macrophylla, S. gysbertsiana, S. stenoptera, S. pinanga) yang berasal dari empat provenans dan ras lahan (Gunung Bunga dan Sungai Runtin-Kalimantan Barat, Bukit Baka-Kalimantan Tengah, Haurbentes-Jawa Barat). Sebelas kombinasi spesies-provenan diambil sampel buahnya untuk diekstrasi guna mengetahui kandungan lemak dan sifat fisiko kimia tengkawang (kadar air, bilangan asam, dan kadar asam lemak bebas). Terdapat keragaman yang tinggi di antara kombinasi spesiesprovenans tengkawang untuk empat parameter yang diuji, termasuk kandungan lemak dan kadar air biji tengkawang. Kandungan lemak tertinggi dengan kadar air terendah dihasilkan oleh S. stenoptera dari Haurbentes (Jabar) dan S. pinanga dari Bukit Baka (Kalimantan Tengah). Kedua kombinasi spesies-provenan tersebut direkomendasikan sebagai materi genetik untuk dikembangkan dalam program konservasi eks-situ dan program pemuliaan tanaman hutan dalam pembangunan sumber benih unggul pada kondisi lingkungan yang hampir sama dengan kedua provenans dan ras lahan tersebut.
Variation in Illipe Nut's Fat Yield of Tengkawang-producing Shorea from Several Provenances and Land Races
Abstract
Illip (tengkawang) nut is a non-wood forest product which has a high economic value and one of export commodities as raw material for illipe nut's fat, cosmetics, and substitution of chocolate fat. Indonesia has 13 species of tengkawang-producing shorea distributed in Kalimantan and some small parts of Sumatra. Most of them are categorized as threatened species. To conserve and improve the species for illip nut's fat, it is important to assess the potential of fat yield and physical-chemical properties for each species and provenance. Fruit collection was conducted during fruit season in Kalimantan and Java in 2010. The fruits were collected from four species of tengkawangproducing shorea (i.e. S.macrophylla, S. gysbertsiana, S. stenoptera, S. pinanga) originated from 4 provenances and land races (Gunung BungaWest Kalimantan, Sungai Runtin-West Kalimantan, Bukit Baka-Central Kalimantan, and Haurbentes-West Java). Fruit samples from eleven combinations of species-provenances were extracted to assess fat yield and physical-chemical properties (i.e. moisture content, acid number and free fatty acid). Variation between species-provenances combination was high for all parameters tested, including the illipe nut's fat yield and moisture content. The highest fat yield with lowest moisture content was found in S. stenoptera from Haurbentes (West Java) and S. pinanga from Bukit Baka (Central Kalimantan). Both species-provenance combinations are recommended as genetic material to be developed in the program of ex-situ conservation as well as tree improvement program for the establishment of best seed sources in the same environment condition as the respected provenances.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Alamaendah. 2009. Pohon tengkawang berbuah 7 tahun sekali. Website: http:/alamaendah.wordpress.com/2009/10/18/pohon-tengkawang-berbuah-7tahun-sekali. (diakses Maret 2018).
Campinhos E, Ikemori. 1989. Selection and management of the basic population Eucalyptus grandis and E. urophylla established at Aracruz for the long term breeding programme. Proceedings of IUFRO Conference, Thailand. IUFRO.
Fajri M, Fernandes A. 2015. Pola pemanenan buah tengkawang (Shorea machrophylla) dan regenerasi alaminya di kebun masyarakat. Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa 1(2):81-88.
Fernandes A, Maharani R. 2017. Kualitas lemak tengkawang hasil produksi prototipe alat pres tengkawang bertenaga hidrolik. Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa 3(2):49-56.
Gusti REP, Zulnely, Kusmiyati E. 2012. Sifat fisika-kimia lemak tengkawang dari empat jenis pohon induk. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 30(4):254-260.
Gusti REP, Zulnely. 2015a. Karakteristik lemak hasil ekstraksi buah tengkawang asal Kalimantan Barat menggunakan dua macam pelarut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 33(3):175-180.
Gusti REP, Zulnely. 2015b. Pemurnian beberapa jenis lemak tengkawang dan sifat fisiko kimia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 33(1):61-68.
Hakim L. 2009. Struktur, komposisi, dan potensi tegakan shorea penghasil tengkawang di plot konservasi in-situ PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian BBPBPTH Yogyakarta. Yogyakarta.
Hakim L, Leksono B. 2010. Strategi konservasi sumberdaya genetik dan pemuliaan jenis-jenis shorea penghasil tengkawang. Hlm. 271-278. Lembaga Penelitian-Universitas Lampung, 18-19 Oktober 2010.
Hakim L, Leksono B, Setiadi D. 2010. Eksplorasi tengkawang (Shorea spp) di sebaran alam Kalimantan untuk konservasi sumber daya genetik dan populasi pemuliaan. Hlm. 813-822.Prosiding Seminar Nasional XIII MAPEKI, 10-11 Nopember 2010, Bali.
Heriyanto NM, Mindawati N. 2008. Konservasi jenis tengkawang (Shorea spp.) pada kelompok hutan Sungai Jelai-Sungai Delang-Sungai Seruyan Hulu di Provinsi Kalimantan Barat. Info Hutan 5(3): 281-287.
Kasmudjo. 2011. Buku ajar hasil hutan non kayu. Bahan ajar Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Leksono B. 2010. Informasi sumber benih, bioteknologi dan pemuliaan jenis-jenis prioritas HHBK FEM. Laporan hasil penelitian. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Leksono B. 2011. Populasi dasar, populasi pemuliaan dan bioteknologi jenis-jenis HHBK prioritas tier 3 untuk jenis Shorea spp. Laporan hasil penelitian. BBPBPTH Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Leksono B, Hendrati RL, Windyarini E, Hasnah T. 2014. Variation of biofuel potential of 12 Calopyllum inophyllum populations in Indonesia. Indonesian Journal of Forestry Research 1(2):127-138.
Leksono B. 2016. Seleksi berulang pada spesies tanaman hutan tropis untuk kemandirian benih unggul. Naskah orasi profesor riset. Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi. Bogor.
Maharani R, Fernandes A, Pujiarti R. 2016. Comparison of tengkawang fat processing and its effect on tengkawang fat quality from Sahan and Nanga Yen Villages, West Kalimantan, Indonesia. Hlm. 020051-1 -020051-5. AIP Conference Proceeding: Towards the sustainable use of biodiversity in a hanging environment from basic to applied research.
Nesaretnam K, Razak A. 1992. Engkabang (Illipe)- An excellent component for cocoa butter equivalent fat. Journal of Science Food and Agriculture 60:15-20
Nurtjahjaningsih ILG, Widyatmoko AYPBC, Sulistyawati P, Rimbawanto A. 2012. Screening penanda mikrosatelit Shorea curtisii terhadap Jenis-jenis shorea penghasil tengkawang. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 6(1):49-56.
Pusprohut. 2010. Sekilas info KHDTK (Hutan Penelitian) Haurbentes, Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan, Bogor.
Riko A, Lumangkun, Wardenaar E. 2013. Nilai manfaat tengkawang (Shorea spp.) bagi masyarakat di Kecamatan Embaloh Hilir Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari 1(2):83-91.
Roedjai D, Arsyad MA, Harijanto. 1980. Pemanfaatan biji tengkawang. Majalah Kehutanan Indonesia 7(6). Jakarta.
Setiadi D, Leksono B.2014. Evaluasi awal kombinasi uji spesies-provenan jenis-jenis shorea penghasil tengkawang di Gunung Dahu, Bogor, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 11(3): 157-164.
Sulistyawati P, Widyatmoko AYPBC. 2018. Hubungan kekerabatan Shorea gysbertsiana dengan tiga jenis shorea penghasil tengkawang lainnya berdasarkan penanda RAPD. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan : dalam proses penerbitan.
Sumadiwangsa S. 1977. Biji tengkawang sebagai bahan baku lemak nabati. Laporan No. 91. Bogor: LPHH, Direktorat Jenderal Kehutanan, Bogor.
Sumadiwangsa S. 1993. Pengaruh pengukusan terhadap kualitas biji tengkawang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 11(2):53-56.
Sumadiwangsa S. 2006. Teknologi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2005: Penyelamatan industri kehutanan melalui implementasi hasil Ristek. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor.
Sumadiwangsa S, Silitonga T. 1974. Analisa fisiko-kimia tengkawang dari Kalimantan. Laporan No. 31. Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH), Direktorat Jenderal Kehutanan, Bogor.
Sumadiwangsa S, Roliadi H, Hasanah S. 1976. Pengaruh waktu penyimpanan dan cara pengolahan terhadap kualitas biji tengkawang. Laporan No.74. LPHH, Direktorat Jenderal Kehutanan, Bogor.
Sunarta S, Kasmudjo, Widowati TB. 2012. Sifat fisiko kimia 2 jenis minyak tengkawang asal Sanggau Kalimantan Barat. Laporan Penelitian DPP Tahun 2012. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Tantra IGM, 1981. A new cultivated forest plant. Indonesian Agricultureal Research Development Journal3(2). UNEP-WCMC. 2003.
UNEP World Conservation Monitoring Center. http://www.inep-wcmc.org/ laternews/emergency/fire 1997/ecos.htm revisión (diakses Februari 2018).
Winarni I, Sumadiwangsa S, Setyawan D. 2004. Pengaruh tempat tumbuh, spesies, dan diameter batang terhadap produktivitas pohon penghasil biji tengkawang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 22(1):23-33.
Windyarini E, Hasnah TM. 2015. Identifikasi dan evaluasi pertumbuhan semai jenis-jenis shorea penghasil tengkawang. Jurnal WASIAN 2(1):32-40.
Wiyono B. 1989. Ekstraksi lemak dari biji tengkawang tungkul (Shorea stenoptera BURCK) dengan beberapa pelarut organik. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6(2):121-124.
Wiyono B. 1995. Pengolahan lemak tengkawang dengan cara pengempaan hidraulik. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 13(6):215-221.
Wright JW. 1976. Introduction to forest genetics. Academic Press Inc., New York, San Fransisco, London.
Zobel BJ, Talbert JT. 1984. Applied forest tree improvement. John Wiley & Sons Inc. Canada.
Zobel BJ, Van Wyk G, Per Stahl. 1987. Growing exotic forests. John Wiley & Sons Inc. Canada.
Zulnely, Gusti REP, Kusmiyati E. 2012. Pemanfaatan tengkawang FORPRO 1(2).
DOI: https://doi.org/10.22146/jik.40155
Article Metrics
Abstract views : 11179 | views : 6981Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2018 Jurnal Ilmu Kehutanan
License URL: https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/
© Editorial Board Jurnal Ilmu Kehutanan
Faculty of Forestry, Universitas Gadjah Mada
Building D 2nd floor
Jl. Agro No 1, Bulaksumur, Sleman 55281
Phone. +62-274-512102, +62-274-550541, +62-274-6491420
Fax. +62-274-550541 E-mail : jik@ugm.ac.id
former website : jurnal.ugm.ac.id/jikfkt/
new website : jurnal.ugm.ac.id/v3/jik/
Indexed by:
Jurnal Ilmu Kehutanan is under the license of Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International