https://jurnal.ugm.ac.id/v3/jgst/issue/feedJournal of Geospatial Science and Technology2024-12-31T22:14:35+07:00Hidayat Panuntun, Dr.hidayat.panuntun@ugm.ac.idOpen Journal SystemsJournal of Geospatial Science and Technology (JGST)https://jurnal.ugm.ac.id/v3/jgst/article/view/15055Karakterisasi Pergerakan Vertikal Permukaan Tanah di Tuban, Jawa Timur Dengan Data SAR Sentinel-1 Menggunakan Teknik Small Baseline Subset (SBAS) Interferometry SAR (InSAR)2024-12-31T22:14:25+07:00Amelinda Fabiolaamelindanuronf@mail.ugm.ac.idHidayat Panuntunhidayat.panuntun@ugm.ac.id<p>Pergerakan permukaan tanah adalah perubahan posisi titik-titik tertentu di permukaan tanah, yang terjadi akibat dinamika pergerakan dari dalam permukaan tanah. Fenomena ini mencakup dua aspek utama, yaitu pengangkatan permukaan tanah (<em>land uplift</em>) dan penurunan permukaan tanah (<em>land subsidence</em>). Penelitian sebelumnya oleh Susilo dkk. (2023) yang dilakukan di seluruh stasiun CORS di pesisir utara Pulau Jawa menemukan adanya anomali pergerakan vertikal di stasiun CORS Tuban (CTBN) yang menunjukkan indikasi kenaikan permukaan tanah (<em>land uplift</em>) dengan laju 0,4 ± 0,042 mm/tahun. Pola ini berbeda dengan pergerakan vertikal di stasiun CORS lainnya yang umumnya menunjukkan penurunan. Untuk mengetahui apakah pergeseran ini bersifat lokal di sekitar stasiun CORS CTBN atau terjadi di seluruh wilayah Tuban, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Metodologi penelitian ini melibatkan penggunaan data citra Sentinel-1A dengan <em>frame </em>ID tertentu untuk perekaman <em>ascending</em> dan <em>descending</em> yang direkam antara Desember 2014 hingga April 2023. Proses koreksi atmosferik dilakukan menggunakan <em>Generic Atmospheric Correction Online Service </em>(GACOS). Pemrosesan citra dilakukan menggunakan metode <em>Small Baseline Subset Interferometric Synthetic Aperture Radar</em> (SBAS-InSAR) dengan bantuan perangkat lunak LiCSBAS. Pergerakan vertikal permukaan tanah dihitung dengan ekstraksi 2,5-D dari <em>Line of Sight</em> (LOS) yang dihasilkan dari dua set data citra. Hasil pengukuran divalidasi dengan data <em>Global Navigation Satellite System</em> (GNSS) yang diamati secara kontinu di stasiun CORS Tuban (CTBN). Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah selatan dan barat Tuban mengalami <em>uplift </em>signifikan dengan laju rata-rata 16 mm/tahun, sementara <em>subsidence </em>signifikan terjadi di pesisir utara dengan laju rata-rata -8 mm/tahun. Validasi dengan data GNSS menunjukkan korelasi tinggi antara hasil pengukuran <em>displacement</em> dari InSAR dan data GNSS, dengan nilai korelasi sebesar 0,99.</p>2024-12-31T12:31:36+07:00Copyright (c) 2024 Journal of Geospatial Science and Technologyhttps://jurnal.ugm.ac.id/v3/jgst/article/view/14853Analisis Ketelitian Data Airborne LiDAR dalam Pemodelan Tiga Dimensi Bangunan Gedung Tingkat Level of Detail 22024-12-31T22:14:35+07:00Taufik Yuliantotaufikyulianto@mail.ugm.ac.idCatur Aries Rokhmanacaris@ugm.ac.id<p>Teknologi survei dan pemetaan terus berkembang, termasuk pemetaan wilayah tiga dimensi yang semakin penting dalam arsitektur, perencanaan kota, dan pemetaan. Airborne LiDAR merupakan metode efektif untuk pemodelan 3D bangunan dan gedung tinggi dalam penataan kota. Penelitian ini mengevaluasi ketelitian data Airborne LiDAR dalam pembuatan model 3D bangunan dengan tingkat ketelitian LOD 2. Pemodelan pada gedung Balairung, Perpustakaan, dan Grha Sabha Pramana UGM dilakukan menggunakan metode Vectorize building pada perangkat lunak Microstation Connect. Hasil pemodelan bangunan gedung kemudian dievaluasi ulang, termasuk model atap, tinggi bangunan, dan lebar atau panjang bangunan. Evaluasi model atap dilakukan dengan uji visual model yang membandingkan bentuk atap hasil pemodelan dengan data orthophoto. Evaluasi pada tinggi, lebar dan panjang bangunan dilakukan dengan membandingkan hasil pemodelan terhadap data ukuran langsung menggunakan Total Station. Hasil klasifikasi data point cloud menghasilkan 5 kelas yaitu kelas ground, low vegetation, medium vegetation, high vegetation, dan building. Pengolahan DTM menghasilkan RMSE 0,0964 cm dan LE95 0,188994. Uji akurasi visual menunjukkan nilai completeness 97,918%, correctness 97,763%, dan quality 95,828%, dengan kualitas geometri 0,3128 m, menunjukkan bahwa data Airborne LiDAR sesuai untuk pemodelan 3D bangunan dengan LOD 2.</p>2024-12-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Journal of Geospatial Science and Technologyhttps://jurnal.ugm.ac.id/v3/jgst/article/view/17064Effect of Tropospheric Correction on Long Term Sentinel-1 SAR Measurement2024-12-31T22:14:28+07:00Insan Mafaazaninsanmafaazan@mail.ugm.ac.idHidayat Panuntunhidayat.panuntun@ugm.ac.id<p>Sentinel-1 is a remote sensing satellite launched by the European Space Agency (ESA). It is equipped with a radar system that can take measurements over a wide area with high accuracy (cm-mm) and long-term observations. However, one of the main factors affecting long-term SAR measurements’ accuracy is the presence of tropospheric layers within the atmosphere. To determine how much influence this tropospheric effect has, two processing scenarios are performed, namely with and without tropospheric correction, respectively. LiCSBAS is used to perform processing with the time series analysis method. This project uses interferogram data from the Sentinel-1 SAR image with temporal ranging from 2015 to 2023. The research location is in Yogyakarta. Noise due to the presence of tropospheric layer was modeled and removed using Generic Atmospheric Correction Online Service (GACOS). The results show that tropospheric correction can improve the results by reducing the standard deviation in the interferogram phase up to 40%. Based on the results, without tropospheric correction, the maximum vertical displacement is 32.64 mm. With tropospheric correction, the maximum vertical displacement is 34.58 mm. The result suggests that noise from the tropospheric layer might underestimate the vertical displacement. Hence, applying the correction, especially for long-term InSAR measurement, is important.</p>2024-12-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Journal of Geospatial Science and Technologyhttps://jurnal.ugm.ac.id/v3/jgst/article/view/16172Mapping Shoreline Changes Using Digital Shoreline Analysis System in Coastal Areas of Bantul and Kulon Progo Regencies2024-12-31T22:14:31+07:00Windi Rahayu Astutiwindi.r.a@mail.ugm.ac.idErlyna Nour Arrofiqoherlyna_na@ugm.ac.id<p>Wilayah pesisir Kabupaten Bantul dan Kulon Progo, yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, sangat rentan terhadap dampak gelombang tinggi, arus, dan perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung panjang garis pantai, jarak dan laju perubahan garis pantai, serta luas abrasi dan akresi di wilayah pesisir tersebut selama periode 2019 hingga 2023. Data citra satelit Sentinel-2 digunakan untuk memantau perubahan garis pantai, dengan metode <em>Modified Normalized Difference Water Index </em>(MNDWI) dan algoritma Otsu <em>Thresholding</em> untuk ekstraksi garis pantai. Hasil ekstraksi tersebut kemudian dikoreksi terhadap data pasang surut menggunakan Mike-21 <em>Tide Prediction</em>, untuk mendapatkan posisi garis pantai yang lebih akurat. Analisis perubahan garis pantai dilakukan menggunakan <em>Digital Shoreline Analysis System</em> (DSAS) dengan metode <em>Net Shoreline Movement</em> (NSM) dan <em>End Point Rate</em> (EPR). Perhitungan luas abrasi dan akresi dilakukan dengan metode <em>overlay</em> garis pantai dari tahun terlama dengan tahun terbaru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa abrasi tertinggi terjadi di Kabupaten Bantul pada periode 2019 hingga 2020 dengan laju rata-rata 31,874 m/tahun dan luas 36,839 ha. Sedangkan akresi tertinggi terjadi pada periode 2022 hingga 2023 dengan laju rata-rata 27,250 m/tahun dan luas 32,775 ha. Di Kabupaten Kulon Progo, abrasi tertinggi juga terjadi pada periode 2019 hingga 2020 dengan laju rata-rata 27,685 m/tahun dan luas 61,618 ha, sementara akresi tertinggi terjadi pada periode 2022 hingga 2023 dengan laju rata-rata 17,687 m/tahun dan luas 38,730 ha. Perubahan abrasi dan akresi ini dipengaruhi oleh faktor iklim, sedimentasi sungai, arus, gelombang laut, kecepatan angin, pasang surut, serta pembangunan infrastruktur pantai.</p> <p>Abstract</p> <p>The coastal areas of Bantul and Kulon Progo regencies, which are directly adjacent to the Indian Ocean, are highly vulnerable to the impacts of high waves, currents and climate change. This study aims to calculate the length of the coastline, distance and rate of shoreline change, as well as the area of abrasion and accretion in these coastal areas during the period 2019 to 2023. Sentinel-2 satellite image data was used to monitor shoreline changes, using the Modified Normalized Difference Water Index (MNDWI) method and Otsu Thresholding algorithm for shoreline extraction. The extraction results were then corrected against tidal data using Mike-21 Tide Prediction, to obtain a more accurate shoreline position. Shoreline change analysis was conducted using Digital Shoreline Analysis System (DSAS) with Net Shoreline Movement (NSM) and End Point Rate (EPR) methods. Calculation of abrasion and accretion area is done by overlaying the shoreline method from the oldest year with the latest year. The results showed that the highest abrasion occurred in Bantul Regency in the period 2019 to 2020 with an average rate of 31,874 m/year and an area of 36,839 ha. While the highest accretion occurred in the period 2022 to 2023 with an average rate of 27,250 m/year and an area of 32,775 ha. In Kulon Progo Regency, the highest abrasion also occurred in the 2019 to 2020 period with an average rate of 27,685 m/year and an area of 61,618 ha, while the highest accretion occurred in the 2022 to 2023 period with an average rate of 17,687 m/year and an area of 38,730 ha. Changes in abrasion and accretion are influenced by climatic factors, river sedimentation, currents, ocean waves, wind speed, tides, and coastal infrastructure development.</p>2024-12-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Journal of Geospatial Science and Technology