Lenyap Karena Perang: Kunts Ambachtsshool dan Pendidikan Seni Kerajinan di Indonesia pada 1939-1941

  • Fatiya Hasna Alifan Departemen Sejarah UGM
  • Yuni Setya Ningrum
Keywords: Kunst Ambachtsschool, Seni Kerajinan, Yogyakarta, Craft Arts

Abstract

Abstract

This article discusses the development of the Kunst Ambachtsschool, also known as Sedyaning Piwoelang Angesti Boedi. A craft-focused art high school founded by Java Instituut in 1939. The establishment of this school marked the importance of art as something that could become the identity of society, a reflection of social reality and the spirit of the times. It is not enough for art to be passed down only through oral tradition. This includes the art of craftsmanship, which also needs to be passed on through practical activities and requires special skills in the process. The school is located in the same complex as the Sonoboedojo (Sonobudoyo) Museum, which also has a dormitory and sales center. The students in this school were not only from Java but also from Madura and Bali. Furthermore, the students were educated to acquire skills in gold, silver, and wood carving, with the duration of the course being two years. In its development, learning materials were not only limited to art; students were also taught about marketing, which was the output of this craft art product. After approximately three years, the school was closed due to the polemics of World War II after Japan took control of the Dutch East Indies.

 

Abstrak

Artikel ini membahas mengenai perkembangan Kunst Ambachtsschool atau yang juga dikenal  dengan Sedyaning Piwoelang Angesti Boedi. Sebuah sekolah tinggi kesenian yang berfokus  pada seni kerajinan dan didirikan oleh Java Instituut pada 1939. Berdirinya sekolah ini  menandai betapa pentingnya seni sebagai suatu hal yang dapat menjadi identitas masyarakat,  sekaligus refleksi dari kenyataan sosial dan jiwa zaman pada masanya. Seni tidak cukup apabila diwariskan hanya melalui tradisi lisan. Termasuk dalam hal ini seni kerajinan yang juga perlu diwariskan melalui kegiatan praktik yang membutuhkan keterampilan khusus dalam pengerjaannya. Sekolah ini berada dalam satu kompleks dengan Museum Sonoboedojo  (Sonobudoyo) yang juga memiliki asrama dan pusat penjualan. Siswa yang ada di sekolah ini tidak hanya dari Jawa, melainkan juga dari Madura dan Bali. Selain itu, siswa dididik agar memiliki keterampilan dalam pengukiran emas, perak, dan kayu dengan lama kursusnya adalah dua tahun. Pada perkembangannya, materi pembelajaran tidak hanya terbatas pada kesenian, siswa pun diajarkan tentang marketing yang menjadi output dari produk seni kerajinan ini. Setelah kurang lebih tiga tahun berdiri, sekolah tersebut ditutup karena adanya polemik Perang Dunia II setelah Jepang berhasil menguasai wilayah Hindia Belanda.

References

Majalah dan Surat Kabar:
Bataviaasch Nieuwsblad, 19 Desember 1938
Bataviaasch Nieuwsblad, 09 Agustus 1940
De Indische courant, 20 Desember 1938
Het Vaderland: Staat- en Letterkundig Nieuwsblad, 18 November 1937
Majalah Djawa 1939
Majalah Djawa 1940
Majalah Djawa 1941

Buku:
Erkelens, J (2001). Java Instituut dalam Foto. Yogyakarta: Cahaya Timur Offset.
Marwati Djoened Poesponegoro (2010). Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik. Jakarta: Balai Pustaka.
Nur Aini Setiawati (2011). Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat: Pola Pemilikan, Penguasaan dan Sengketa Tanah di Kota Yogyakarta Setelah Reorganisasi 1917. Yogyakarta: STPN Press.
Ricklefs, M.C (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu.
Siti Mahmudah Nur Fauziah (2022). Terbitan Ilmiah Java Instituut sebagai Media Pendorong Perkembangan Kebudayaan Jawa, Madura, dan Bali. Vidya Mulya Jejak Pengetahuan Nusantara. Yogyakarta: Museum Sonobudoyo, 101-108.
Umar Kayam (1981). Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.
Artikel:
A. Daliman (2000). “Peranan Industri Seni Kerajinan Perak di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Pendukung Pariwisata Budaya”, Jurnal Humaniora 12, 2: 170-180. diakses dari https://doi.org/10.22146/jh.687.
Adejumo, C.O (2002). “Considering Multicultural Art Education”, Art Education 55, 2: 33-39. diakses dari https://www.jstor.org/stable/3193988.
Suci Ramadhani (2021). “Sejarah Perkembangan Pendidikan Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang”, Jurnal Humanitas: Katalisator Perubahan dan Inovator Pendidikan 8, 1: 10-23. diakses dari http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/.
Skripsi:
Boby Azhar Habibie (2019). “Pengaruh Krisis 1998 Terhadap Perkembangan Industri Perak Kota Gede Yogyakarta”. Skripsi. (Semarang: Universitas Negeri Semarang).
Debby Adi Chaya Wijaya (2014) “Sistem Pendidikan di Masa Pedudukan Jepang di Ambarawa”. Skripsi. (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana).
Laksmi Candrakirana (1990). “Perkembangan dan Inkulturasi Seni Slaka di Banjarasri (1971-1990)”. Skripsi. (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada).
Mutiah Amini (1994). “Buruh Perak dan Perkembangan Politik Kotagede Tahun 1960-1965. Skripsi”. (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada).
Situs Website
https://budaya.jogjaprov.go.id/berita/detail/1250-pendidikan-zaman-pendudukan-jepang-serta-pembentukan-peta-pembela-tanah-air-di-indonesia diakses pada 30 September 2023 pukul 22.34.
Published
2023-11-22
Section
Articles