https://jurnal.ugm.ac.id/v3/Pro-Natura/issue/feedJurnal Pro Natura2025-02-19T15:06:55+07:00Agung Wardanapro-natura@ugm.ac.idOpen Journal Systems<p>Selamat datang di situs resmi Jurnal Pro Natura, yang memiliki tujuan untuk memberikan sumbangsih pada eksplorasi teori dan praktik di bidang Hukum Lingkungan. Dengan semangat untuk memperkaya dan menyebarkan pengetahuan mengenai Hukum Lingkungan di Indonesia kepada masyarakat luas, situs ini menyediakan artikel jurnal untuk diunduh secara gratis.</p> <p>Pro Natura adalah jurnal akademik <em>double-blind review</em> untuk studi Hukum Lingkungan yang diterbitkan oleh Departemen Hukum Lingkungan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. Pro Natura menerima naskah yang berkualitas, original, dan ditulis sesuai ketentuan pada fokus topik mengenai Hukum Lingkungan dan Tata Kelola Lingkungan. Jurnal ini diterbitkan secara berkala, dua kali dalam setahun (Juni dan Desember). Pro Natura menerbitkan Artikel<em> </em>mengenai Hukum Lingkungan dan Tata Kelola Lingkungan di Indonesia.</p>https://jurnal.ugm.ac.id/v3/Pro-Natura/article/view/13507Oportunitas Pengembangan Konsep Benefit Sharing dalam Kebijakan Iklim2025-02-19T15:06:55+07:00Olivia Allyanaoliviallyn@gmail.comRachma IndriyaniRachmaindriyani@staff.uns.ac.id<p>Artikel ini menganalisis penerapan konsep benefit-sharing dalam kebijakan iklim internasional, dengan fokus pada perlindungan masyarakat adat. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan konseptual, dengan teknik studi kepustakaan untuk menganalisis peraturan, buku, laporan, dan hasil penelitian yang relevan. Benefit-sharing mengacu pada proses terkoordinasi dan dialogis dalam membangun kemitraan untuk mengidentifikasi dan mendistribusikan manfaat ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan dengan fokus pada kelompok yang rentan. Meskipun diakui dalam instrumen hukum internasional seperti CBD, penerapannya dalam kerangka kebijakan iklim seperti UNFCCC dan Paris Agreement masih belum eksplisit. Namun, konsep transfer teknologi yang terdapat dalam instrumen ini mencerminkan prinsip benefit-sharing. Contoh implementasi yang berhasil termasuk social forestry di ASEAN dan community forestry di Nepal, yang menunjukkan potensi besar dalam memberikan manfaat langsung kepada masyarakat adat serta mendukung mitigasi perubahan iklim. Namun, potensi risiko dalam penerapannya perlu dimitigasi seperti dalam penerapan Areal Preservasi di Indonesia yang memicu risiko konflik lahan dan marginalisasi masyarakat adat. Artikel ini mengusulkan penguatan pengaturan dan implementasi benefit-sharing dalam kebijakan iklim internasional untuk memastikan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim serta kajian hukum nasional yang mendalam dan inklusif.</p>2024-12-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 The author(s)https://jurnal.ugm.ac.id/v3/Pro-Natura/article/view/13266Dinamika Akomodasi Asas Kearifan Lokal dalam Kebijakan Penataan Ruang di Kabupaten Kutai Barat 2025-02-19T14:22:40+07:00Zulharmanzulharman992@gmail.com<p>Artikel ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana asas kearifan lokal diakomodasi dalam kebijakan penataan ruang sebagai instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Selain itu, artikel ini juga melihat implementasi dan kendala yang dihadapi oleh pemangku kebijakan dalam penerapan asas tersebut di Kabupaten Kutai Barat, terutama dalam konteks kearifan lokal Masyarakat Adat Dayak Benuaq-Muara Tae. Melalui penelitian hukum empiris, artikel ini mengungkapkan bahwa asas kearifan lokal telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam hal ini UUPPLH dan UUPR dan secara teknis dituangkan dalam Permen LHK No.34/2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Akan tetapi dalam implementasinya, asas kearifan lokal dalam Masyarakat Dayak Benoaq-Muara Tae dalam kebijakan penataan ruang daerah belum berjalan secara maksimal di mana partisipasi masyarakat adat masih terkesan tokenistik.</p>2024-12-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 The author(s)https://jurnal.ugm.ac.id/v3/Pro-Natura/article/view/13418Dokumen Lingkungan Hidup Pertambangan Batuan di Desa Keposong:Problematika Penataan Ruang Dan Partisipasi Publik2025-02-19T14:25:41+07:00Weli Febriantowelifebrianto4@gmail.com<p>Artikel mengkaji dokumen lingkungan hidup atas pertambangan batuan di Desa Keposong, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah ditinjau dari aspek penataan ruang dan partisipasi publik. Dalam hal ini penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan penyajian secara deskriptif. Berdasarkan kajian tersebut, penulis menemukan bahwa penyusunan dokumen lingkungan hidup berupa UKL-UPL tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dimana berdasarkan rencana tata ruang, lokasi pertambangan berada di luar koordinat Wilayah Izin Usaha Pertambangan. Selain itu, prosedur partisipasi publik tidak diindahkan dalam proses penyusunan dokumen lingkungan hidup dan persetujuan lingkungan atas pertambangan batuan di Desa Keposong yang berdampak pada Masyarakat sekitar dan lingkungan hidup.</p>2024-12-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 The author(s)https://jurnal.ugm.ac.id/v3/Pro-Natura/article/view/13437Setengah Hati Melindungi Hutan: Relasi Adat/Pendatang Dalam Pelemahan Hukum di Kecamatan Jangkat, Jambi2025-02-19T13:26:55+07:00dicky rachmawandickybrin@gmail.comSutan Soriksuta014@brin.go.idAnnisa Meutia Ratrianni008@brin.go.idHerman Hidayathermanhidayat246@gmail.comRobert Siburianrobertsdes1970@gmail.comMuhammad Nikmatullahmuhamadnikmatullah@gmail.comElga Renjanaelgarenjana@gmail.comLetsu Vella Sundaryletsuvella@gmail.comAngga Kurniawansyahangga.kurniawansyah@ui.ac.id<p>Deforestasi masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya adalah perlindungan hukum yang belum efektif terkait pengelolaan atas hutan adat dalam hubungan antara transmigran dan masyarakat adat. Dalam kepustakaan, faktor ini belum mendapatkan perhatian mendalam. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan menelaah interaksi antara masyarakat adat dan transmigran dari fenomena deforestasi di Kecamatan Jangkat, Jambi. Artikel ini mengungkap bagaimana komunitas adat bukanlah entitas yang homogen seperti yang diasumsikan secara umum dimana anggota komunitas adat dapat menjadi aktor yang bekerja sama dengan pihak luar dalam perambahan hutan adat secara ilegal. Akibatnya, hutan adat tersebut menjadi lahan yang dikuasai oleh transmigran sehingga dapat mengubah lanskap sosial, ekonomi dan politik di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) terkhusus di Kecamatan Jangkat. Saat ini, perambahan di wilayah TNKS menjadi permasalahan yang kompleks untuk diselesaikan, karena berpotensi untuk menimbulkan konflik antara masyarakat adat dan transmigran yang telah menjadi penguasa lahan adat.</p>2024-12-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 The author(s)https://jurnal.ugm.ac.id/v3/Pro-Natura/article/view/13501Eksistensi Ruang Kawasan Pedesaan Dalam Perspektif Kebijakan Tata Ruang: Studi Kasus Kawasan Candi Borobudur2025-02-19T15:04:59+07:00Dzaki Aribawa Darmawardanadzakiaribawa@mail.ugm.ac.idKevin Daffa Athillakevindaffa00@mail.ugm.ac.id<p>Candi Borobudur merupakan salah satu warisan budaya yang diklasifikasi oleh UNESCO. Konservasi terhadap cagar budaya tersebut diupayakan oleh pemerintah maupun UNESCO untuk menjaga kelestariannya. Problematika di dalamnya tidak jauh dari kebijakan penataan ruang yang berlaku dan berimbas pada keberlangsungan kehidupan sosial budaya di sekitarnya. Penelitian ini dilakukan dengan studi literatur menggunakan sumber pustaka dan peraturan perundang-undangan yang diperoleh dari perpustakaan maupun internet sebagai data sekunder. Dinamika pengaturan dalam negeri akan Kawasan Candi Borobudur membawa sedikit banyak perubahan dalam penataan kawasan situs dan di sekitarnya yang berdampak pada kehidupan sosial-budaya masyarakat. Rezim UU No. 26/2007 dan Perpres No. 58/2014 tentang Penataan Ruang mendorong masifnya partisipasi masyarakat dan pelestarian cagar budaya secara lebih komprehensif. Implikasi yang dialami oleh masyarakat adalah masifnya kebutuhan penarikan investasi untuk dapat berkembang pada wilayah tersebut. Masyarakat mengalami beberapa<br>permasalahan seperti alih fungsi lahan dan kurangnya aksesibilitas terhadap fasilitas pariwisata. Perlu diperhatikan lebih lanjut bagaimana pemerintah mampu mengakomodasi kepentingan pelestarian cagar budaya dan lingkungan sekaligus masyarakat di dalamnya.</p>2024-12-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 The author(s)