Lembaran Antropologi https://jurnal.ugm.ac.id/v3/LA <p><span style="font-weight: 400;">Lembaran Antropologi is a journal managed and published by the Department of Anthropology Faculty of Cultural Science Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Indonesia.</span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Lembaran Antropologi aims to promote academic discourses and anthropological analysis on the study of human relations, cultures, and societies in both Global North and Global South. This journal holds the core values of the Department of Anthropology, Universitas Gadjah Mada in advancing ethnographic research and studies which is critical, inclusive, reflective, and emancipative. The journal seeks to establish a balanced perspective on global academic discourse by highlighting the positionality of researchers as post-colonial subjects in interpreting sets of human relations and social phenomena.<br><br>Lembaran Antropologi is a biannually journal with a publication period of <strong>January - June (first number)</strong> and<strong> July - December (second number)</strong> per year. <br></span></p> Department of Anthropology, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada en-US Lembaran Antropologi 2828-0962 <p><strong>Lembaran Antropologi </strong><span style="font-weight: 400;">is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.<br>---<br><em>By publishing with <strong>Lembaran Antropologi</strong>, author agrees to transfer the copyright holder of the published article to <strong>Lembaran Antropologi </strong>under&nbsp;<a href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License</a>.</em><br></span></p> Dari Redaksi https://jurnal.ugm.ac.id/v3/LA/article/view/22506 Pujo Semedi Copyright (c) 2024 Lembaran Antropologi https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-12-20 2024-12-20 3 2 i ii 10.22146/la.22506 Illegality and Identity: The Complex Belonging of Undocumented Indonesian Migrants in Amsterdam https://jurnal.ugm.ac.id/v3/LA/article/view/19075 <p>This study explores the experiences of undocumented Indonesian migrant workers in Amsterdam, the Netherlands, with a specific focus on their sense of belonging within the host society. Undocumented status profoundly shapes their experiences, creating layers of vulnerability and marginalization that compel reliance on informal networks for survival and emotional well-being. Through 33 in-depth interviews and participant observations, this research adopts a subject-centered approach to investigate how undocumented migrants perceive and experience belonging. The analysis prioritizes their perspectives, identifying two key factors—social networks and cultural familiarity—that influence their sense of belonging. Social networks within the Indonesian community play a central role, providing critical support in areas such as housing, employment, and emotional well-being. These trusted connections, often formed through community groups and organizations, help migrants navigate life under restrictive conditions while avoiding detection. Cultural practices, such as enjoying Indonesian cuisine, participating in religious observances, and engaging in community events, further sustain their identity and create spaces of solidarity. Despite prolonged stays, particularly among 11 participants who have resided in Amsterdam for seven years or more, these migrants do not develop a strong sense of belonging to the Netherlands. Instead, their sense of belonging remains deeply tied to Indonesia, reflecting the interplay between legal precarity, social connections, and cultural identity. This study highlights how undocumented status influences these dynamics, offering a fresh perspective on the resilience of marginalized communities in crafting belonging under conditions of exclusion.</p> Mahshushah Copyright (c) 2024 Lembaran Antropologi https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-12-20 2024-12-20 3 2 112 131 10.22146/la.19075 Negosiasi Konflik Perhutani dalam Program Perhutanan Sosial di Jawa Tengah 1997-2023 https://jurnal.ugm.ac.id/v3/LA/article/view/17297 <p>Artikel ini berupaya mengungkap realitas kehidupan sosial-ekonomi masyarakat petani di Jawa Tengah dalam konteks transformasi akses terhadap sumber daya hutan. Argumentasi dieksplorasi melalui penelitian etnografi yang dilakukan selama tiga periode kunjungan kerja lapangan selama Mei 2022 hingga Januari 2023 dengan total durasi efektif sekitar dua bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akses masyarakat terhadap hutan pada implementasi program perhutanan sosial melebur ke dalam koalisi tingkat tapak. Petani terjebak dalam relasi histori-konfliktual dengan aparat kehutanan di desa dan berbagai bentuk relasi ekonomi-distorsif dalam sektor pertanian. Struktur kapitalisme lokal menciptakan persaingan untuk sumber daya dan faktor produksi sehingga mengorbankan hutan sebagai komoditas. Dengan demikian, reformasi perspektif dan tata kelola hutan perlu diwujudkan oleh pemerintah untuk mencapai cita-cita pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan.</p> Mutiara Cantikan Copyright (c) 2024 Lembaran Antropologi https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-12-20 2024-12-20 3 2 132 146 10.22146/la.17297 "Kuku Berkarat": Ketimpangan Nasib Petani Tambak di Kawasan Delta Mahakam https://jurnal.ugm.ac.id/v3/LA/article/view/17675 <p>Penelitian ini menyelidiki penyebab ketimpangan penguasaan lahan tambak, meskipun pengklaiman lahan dilakukan dengan mudah, harga lahan relatif murah, dan tanpa adanya penggunaan pakan udang yang mahal. Argumentasi dihadirkan melalui data studi etnografi selama dua periode (Juli–Agustus dan November— Desember 2023) dengan pendalaman efektif selama 34 hari. Penelitian ini melihat tambak sebagai kegiatan produksi dengan fokus analisis meminjam konsep politik ekonomi perubahan agraria oleh Henry Bernstein.Temuan penelitian menunjukkan bahwa format disparitas nasib terbentuk atas konstruksi ketidakmerataan distribusi kemakmuran oleh kontrol kuasa petani besar. Kontrol kuasa terbentuk dari ketergantungan antara modal dan tenaga kerja yang dimanfaatkan untuk akumulasi keuntungan. Relasi ketergantungan terbangun atas keterbatasan modal dan alat-alat produksi para petani kecil dan menengah yang menjadikan mereka hanya bergantung kepada petani besar. Ketergantungan tersebut dimanfaatkan untuk akumulasi keuntungan melalui mekanisme pinjaman sebagai ikatan laten, manipulasi penjualan, dan monopoli hasil panen. Selain itu, mereka memiliki sumber perputaran modal dari perusahaan ekspor atau bank, pelaksana proyek, bursa politik, dan penyewaan mes perusahaan (Pertamina Hulu Mahakam). Sementara itu, impitan reproduksi sederhana akibat risiko ekologis dan fluktuasi harga udang memperlihatkan bahwa nasib petani kecil dan menengah lebih berpotensi mengalami stagnasi atau kerugian. Oleh karena itu, mereka memilih untuk menjual tambak, beralih atau mencari sampingan pekerjaan di sektor luar tambak seperti nelayan ‘rengge’, udang ‘papai’, dan ‘tudai’ demi menyambung hidupnya yang hanya sebagai alternatif subsisten –tidak menjadi jalan keluar untuk melakukan akumulasi kekayaan seperti petani besar.</p> Ratnasiwi Triari Ambarwati Copyright (c) 2024 Lembaran Antropologi https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-12-20 2024-12-20 3 2 147 164 10.22146/la.17675 Transformasi Makna Ritus Manten Tebu dalam Program Pemajuan Kebudayaan Nasional https://jurnal.ugm.ac.id/v3/LA/article/view/16424 <p>Upacara perkawinan dua batang tebu yang dilaksanakan saat memasuki musim giling pada pabrik gula di Jawa yang dikenal dengan ritus Manten Tebu merupakan tradisi yang dianggap sebagai kearifan lokal yang berpotensi dapat dipromosikan sebagai bagian dari pemajuan kebudayaan nasional. Namun, statusnya sebagai kearifan lokal masih perlu dipertanyakan. Hal ini disebabkan oleh latar belakang sejarah ritus yang memungkinkan membatalkan persepsi positif terhadap ritus ini sebagaimana yang berkembang di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah dan transformasi ritus Manten Tebu di wilayah luar Vorstenlanden di Jawa yang merupakan wilayah kekuasaan kolonial Hindia Belanda. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dan dengan bantuan perspektif wacana media. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi arsip, literatur, berita media massa dan wawancara. Analisis data dilakukan melalui proses kritik sumber, triangulasi, dan interpretasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Ritus Manten Tebu di wilayah luar Vorstenlanden memiliki akar sejarah yang tidak sesuai dengan persepsi yang berkembang di masyarakat; (2) Ritus Manten Tebu di wilayah luar Vorstenlanden yang eksis saat ini telah mengalami transformasi dalam hal bentuk, fungsi, serta makna yang dipengaruhi kuat oleh faktor nasionalisme dan ekonomi kreatif (pariwisata).</p> Abdila Abdila Ilham Nur Rahman Andhika Wira Setiawan Aprillia Firmonasari Copyright (c) 2024 Lembaran Antropologi https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-12-20 2024-12-20 3 2 165 183 10.22146/la.16424 Motivasi Menjadi Anggota GAPOKTAN: Studi Kasus Petani Salak Pondoh di Lereng Gunung Merapi https://jurnal.ugm.ac.id/v3/LA/article/view/5024 <p>Artikel ini membicarakan proses pengambilan keputusan para petani salak untuk menjadi anggota Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Ngudi Luhur, di Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Apa saja motif yang mereka pertimbangkan ketika bersedia atau tidak bersedia menjadi anggota GAPOKTAN? Pembentukan GAPOKTAN merupakan respons terhadap fluktuasi harga buah salak akibat pertumbuhan sentra buah salak di banyak tempat yang menggangu. Nafkah keluarga para petani salak di Desa Kaliurang pun terganggu. Kendati GAPOKTAN Ngudi Luhur telah mempunyai banyak capaian dan sanggup mengangkat kembali harga buah salak lewat pasar ekspor, ternyata tidak semua petani Kaliurang bergabung dalam GAPOKTAN. Hasil studi ini antara lain menemukan ketidakkompakan atau friksi yang terjadi karena pasar ekspor mensyaratkan standar sesuai dengan ketentuan negara tujuan. Keputusan untuk menjadi anggota Gapoktan oleh karenanya tidak melulu karena motivasi ekonomi saja, ada banyak pertimbangan dalam rumah tangga petani yang perlu diungkapkan. Faktanya, bila petani itu mau menjadi anggota GAPOKTAN, maka dia bersama anggota rumah tangganya harus siap mengubah tradisi budidaya salaknya dengan budaya baru. Jadi seluruh anggota rumah tanggnya akan terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks. Peneliti menggunakan pendekatan antropologi yang bersifat kualitatif, deksriptif, dan eksploratif. Data dikumpulkan melalui serangkaian wawancara bebas dengan para narasumber selama kurang lebih 5 bulan dari Oktober 2021 hingga Maret 2022.</p> Banu Kurnianto Copyright (c) 2024 Lembaran Antropologi https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-12-20 2024-12-20 3 2 184 200 10.22146/la.5024 Santet sebagai Simbol Perlawanan Korban Kekerasan Seksual lewat Film Ratu Ilmu Hitam (2019) karya Kimo Stamboel https://jurnal.ugm.ac.id/v3/LA/article/view/17459 Nadia Novianti Copyright (c) 2024 Lembaran Antropologi https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-12-20 2024-12-20 3 2 201 206 10.22146/la.17459 Obituary Kodiran https://jurnal.ugm.ac.id/v3/LA/article/view/21570 Pujo Semedi Copyright (c) 2024 Lembaran Antropologi https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-12-20 2024-12-20 3 2 207 208 10.22146/la.21570