2024-03-29T04:41:13Z
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/oai
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11910
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Penatalaksanaan Frenektomi dan Depigmentasi Gingiva pada Regio Anterior Rahang Atas Anak Perempuan Usia 11 Tahun
Akin, Richard
Soesilowati, Al Sri Koes
frenektomi; depigmentasi gingiva; frenectomy; gingival depigmentation
Frenulum labialis yang abnormal dapat berpengaruh terhadap kesehatan gingiva dan menimbulkan penyakit periodontal dengan cara menarik margin gingiva sehingga menimbulkan resesi gingiva. Abnormalitas dari frenulum ini juga menyebabkan diastema dari gigi insisivus sentral, iritasi pada jaringan periodontal, menghalangi proses pembersihan gigi, menghalangi pergerakan alat ortodonsi, mengganggu pemakaian protesa gigi serta berpengaruh pada estetik. Selain frenulum yang abnormal, masalah pada gingiva yang dapat berpengaruh juga pada estetik adalah pigmentasi gingiva. Pigmentasi pada gingiva merupakan hasil dari granul melanin yang diproduksi oleh melanoblas. Hiperpigmentasi melanin pada gingiva biasanya bukan masalah medis tetapi keluhan pasien yang menginginkan terapi perbaikan estetik. Untuk melaporkan penatalaksanaan frenektomi labialis superior dan depigmentasi pada kasus sentral diastema dan pigmentasi gingiva. Anak perempuan 11 tahun diastema sentral insisivus maksila disertai dengan hiperpigmentasi gingiva regio anterior maksila. Diastema sentral insisivus maksilanya disebabkan oleh perlekatan frenulum labialis superior yang tinggi. Perawatan untuk perlekatan frenulum labialis superior yang tinggi dilakukan frenektomi dan perawatan depigmentasi dilakukan dengan teknik scraping menggunakan skalpel. Perawatan frenektomi dan depigmentasi menunjukkan hasil perbaikan perlekatan frenulum dan menghilangkan hiperpigmentasi gingiva. ABSTRACT: Management of Frenectomy and Gingival Depigmentation at Regio Anterior Upper Arch of 11 Year Old Girl. Abnormal labial frenulum may affect gingival health and cause periodontal disease by pulling the gingival margin causing gingival recession. Abnormalities of the frenulum also cause diastema of central incisors and irritation of the periodontal tissues, bother the teeth cleaning process, interfere the movement of orthodontic tools, interfere with the proper fit of the denture and affect the aesthetics. In addition to abnormal frenulum, a problem that can affect the gingival esthetics is also gingival pigmentation. Gingival pigmentation is a result of melanin granules produced by melanoblast. Melanin hyperpigmentation of the gingiva is not a medical problem but it becomes a complaint from patients who desire aesthetic improvement therapies. To report frenectomy labialis superior management and depigmentation in the central case of diastema and gingival pigmentation. An 11 year old girl had diastema in maxillary central incisor accompanied by gingival pigmentation in maxillary anterior region. Diastema in maxillary central incisor is caused by a high attachment of the superior labial frenulum. The (one of the) Treatment for a high attachment of the superior labial frenulum is frenectomy and the depigmentation treatment is done by scraping technique using a scalpel. Frenectomy and depigmentation treatment show improved results of the frenulum attachment and remove gingival pigmentation.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11910
10.22146/mkgk.11910
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 5-8
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11910/8776
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11912
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Perawatan Bonegraft dengan Penambahan Platelet-Rich Plasma dan Kolagen pada Kerusakan Infraboni
Wijayanto, Hendry Dwi
Murdiastuti, Kwartarini
Bonegraft; platelet-rich plasma; kolagen; kerusakan infraboni; Bonegraft; platelet-rich plasma; collagen; infrabony defect
Perawatan kerusakan jaringan periodontal mempunyai tujuan utama mendapatkan jaringan regeneratif dan proses yang berlangsung membentuk struktur jaringan yang fungsional melalui proses pertumbuhan serta diferensiasi sel sel baru. Bonegraft adalah perawatan untuk kasus kerusakan tulang. Platelet-rich plasma yang merupakan platelet autologus konsentrasi tinggi tersuspensi dalam plasma setelah disentrifugasi. Dalam PRP banyak terdapat komponen yang berperan dalam proses penyembuhan regeneratif, growth faktor, agen kemotaktik dan agen vasoaktif. Kombinasi dengan penambahan kolagen merupakan altematif yang aman dan efektif, selain menstimulasi pelepasan growth faktor pada daerah target, juga memperkuat signal agar degranulasi platelet dapat ditingkatkan. Pada kasus ini, wanita berusia 24 tahun mengeluhkan keadaan giginya goyah sejak 3 bulan yang lalu karena traumatik, tidak ada rasa nyeri. Setelah dilakukan rontgen periapikal digital terlihat terjadinya kerusakan tulang infraboni. Penanganan untuk kasus ini dirancang dengan bedah flap, bonegraft Demineralized Freeze-Dried Bovine Bone Allograft (DFDBA), aplikasi platelet-rich plasma, serta penambahan kolagen. Kombinasi bonegraft dengan aplikasi PRP dan penambahan kolagen untuk menunjang perawatan periodontal memberikan hasil yang memuaskan secara penampakan klinis dan penampakan radiografis. ABSTRACT: Bonegraft Treatment with Addition of Platelet - Rich Plasma and Collagen in Infrabony Defect. The treatment of periodontal tissue damage has the main goal to get regenerative tissues and processes that take place to form a functional network structure through the process of cell growth and differentiation of new cells. Bonegraft is a treatment for cases of bone damage. Platelet-rich plasma is autologous platelets suspended in plasma high concentrations after centrifugation. In PRP, there are many components that play a role as a regenerative agent of healing process, growth factors, chemotactic agents and vasoactive agents. Its combination with the addition of collagen is a safe and effective alternative; in addition to stimulating the release of growth factors in the target area, it also strengthens the signal to improve platelet degranulation. In this case, a 24-year-old woman complained of unsteady state of her teeth since the last 3 months due to trauma; there was no pain. A digital periapical X-ray exposed infrabony defect. The treatment for this case was designed to use a surgical flap, bonegraft Demineralized Freeze-Dried Bovine Bone Allograft (DFDBA), application of platelet-rich plasma, as well as the addition of collagen. Bonegraft combination with PRP application and the addition of collagen to support periodontal treatment have given satisfactory results in the clinical and radiographic appearance.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11912
10.22146/mkgk.11912
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 9-13
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11912/8777
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11913
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Penguatan Penjangkaran pada Perawatan Gigi Berjejal dengan Pencabutan Gigi Premolar Kedua menggunakan Alat Cekat Begg
Anwar, Didi Adrianto
Ardhana, Wayan
Christnawati, Christnawati
Penguatan penjangkaran; gigi berjejal; pencabutan gigi premolar kedua; teknik Begg; Anchorage reinforcement; crowded teeth; second premolars extraction; Begg technique
Perawatan gigi berjejal biasanya membutuhkan pencabutan gigi untuk mendapatkan ruang yang akan digunakan untuk pengaturan gigi. Pencabutan gigi premolar kedua membutuhkan penguatan penjangkaran (anchorage reinforcement) pada segmen posterior. Evaluasi perawatan gigi berjejal dengan pencabutan gigi premolar kedua menggunakan alat cekat Begg. Pasien perempuan usia 18 tahun mengeluhkan gigi depan atas dan bawah berjejal. Karies besar terdapat pada tonjol palatinal gigi premolar kedua kiri atas. Diagnosis pasien adalah maloklusi Angle kelas I, hubungan skeletal kelas I, jarak gigit 2,8 mm, tumpang gigit 3 mm, crowding anterior dan posterior, serta pergeseran garis inter insisivus rahang bawah ke kiri sebesar 2 mm. Pengukuran indeks iregularitas Little menunjukkan nilai 12,6 (berjejal berat). Perhitungan determinasi lengkung dan metode Kesling menunjukkan toleransi pergerakan molar rahang atas ke mesial sebesar 1,2 mm pada sisi kanan dan kiri (penjangkaran maksimum). Pasien dirawat menggunakan alat cekat Begg dengan pencabutan keempat gigi premolar kedua. Empat gigi molar kedua disertakan sebagai gigi penjangkar untuk memperkuat keempat gigi molar pertama. Hasil pengukuran pergerakan gigi molar pertama ke mesial setelah perawatan selama 29 bulan menggunakan metode dari Ziegler dan Ingervall menunjukkan terjadi pergerakan gigi molar ke mesial sebesar 1,2 mm pada sisi kanan dan 0,7 mm pada sisi kiri. Nilai indeks iregularitas Little adalah 1,9. Gigi molar kedua sebagai komponen penguat penjangkar efektif untuk meminimalkan anchorage loss pada perawatan gigi berjejal dengan pencabutan gigi premolar kedua menggunakan alat cekat Begg. ABSTRACT: Anchorage Reinforcement in Orthodontic Treatment of Crowded Second Premolar Extraction Case Using Begg Appliance. Orthodontic treatment for crowded teeth may need a tooth extraction. The extraction of second premolars may need anchorage reinforcement in posterior segment. To evaluate the treatment progress of crowded teeth with second premolars extraction uses Begg appliance. An 18 year old female patient complained of her crowded teeth in upper and lower arch. The case was Angle class I malocclusion with class I skeletal pattern, with over jet 2.8 mm and over bite 3 mm. The crowded teeth were present in anterior and posterior segments. There was dental midline discrepancy, with the lower arch midline shifted 2 mm to the left. Little Irregularity Index scored 12.6 (severely crowded). Arch length determination and Kesling’s set up model assesment show that a maximum anchorage was necessary. The patient was treated using Begg appliance and four second premolars were extracted. The four second molars were included as anchor teeth. After 29 months of treatment, the movement of maxillary first molars was measured using the method from Ziegler and Ingervall. The mesial movement of right maxillary first molar was 1.2 mm and 0.7 mm for maxillary first molar. Little Irregularity Index scored 1.9. Adding second molars as ancor teeth was effective to minimize anchor loss in orthodontic treatment using Begg appliance with second premolars extraction.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11913
10.22146/mkgk.11913
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 14-19
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11913/8778
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11914
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Perawatan Ortodontik Alat Lepasan Kombinasi Semi-Cekat pada Kehilangan Gigi 46
Ditaprilia, Maharetta
Ardhana, Wayan
Christnawati, Christnawati
Maloklusi Angle Kelas II divisi 1; kehilangan gigi 46; alat ortodontik semi-cekat; Angle Class II division 1 malocclusion; partial edentulous 46; semi-fixed orthodontic appliances
Salah satu pertimbangan dalam menentukan alat ortodontik yang akan digunakan adalah biaya. Alat ortodontik lepasan dipilih karena memerlukan biaya yang lebih rendah dibanding dengan alat ortodontik cekat. Perawatan ortodontik dengan alat lepasan sulit dilakukan jika disertai dengan pencabutan satu atau beberapa gigi posterior. Pasien perempuan usia 23 tahun, mengeluhkan gigi rahang atas maju dan gigi rahang bawah berjejal. Pemeriksaan objektif menunjukkan protrusif rahang atas, crowding rahang bawah, palatal bite, disertai kehilangan gigi 46. Maloklusi Angle Kelas II divisi 1 tipe dentoskeletal, hubungan skeletal klas II, protrusif bimaksilar, bidental protrusif, overjet 7,2 mm, crowding, palatal bite, dan kebiasaan bernafas melalui mulut. Perawatan menggunakan kombinasi alat semi-cekat pada rahang bawah dan alat lepasan pada rahang atas. Alat semi-cekat digunakan untuk space clossing bekas pencabutan gigi 46. Terjadi space closing bekas pencabutan gigi 46 setelah 6 bulan perawatan. Overjet berkurang menjadi 4 mm dan overbite 2,7 mm setelah 1 tahun perawatan. Kombinasi alat semi-cekat pada rahang bawah dan alat ortodontik lepasan pada rahang atas efektif untuk koreksi maloklusi Angle Klas II divisi 1 dengan kehilangan gigi 46 pada pasien ini. ABSTRACT: Orthodontic Treatment Using Semi-Fixed Appliances with Partial Edentulous 46. Cost is one of the considerations in determining the use of orthodontic appliances. Removable orthodontic appliance is chosen because it is less costly than fixed orthodontic appliances. It is difficult to use removable orthodontic appliances to treat a missing one or more posterior teeth case. A 23 year old female patient had a chief complaint of crowding in lower anterior teeth and forwardly placed upper anterior teeth. Her objective examination shows protrution of upper teeth, crowding in the lower arch, palatal bite, and partial edentulous of 46 tooth. It was Angle Class II division 1 dentoskeletal malocclusion, skeletal class II, bimaxillary protrusion, bidental protrusion, overjet 7,2 mm, crowding, palatal bite, and mouth-breathing habit. The treatment used a combination of semi-fixed orthodontic appliances in the lower arch and removable appliances in the upper arch. The semi-fixed orthodontic appliances were used on space closing of partial edentulous 46. The partial edentulous 46 was closed after 6 months of treatment. The overjet was reduced to 4 mm and overbite 2,7 mm after one year of treatment. The combination of semi-fixed orthodontic appliances in the lower arch and removable appliances in the upper arch generate a good result to correct Angle Class II division 1 malocclusion with partial edentulous 46.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11914
10.22146/mkgk.11914
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 20-26
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11914/8779
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11915
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Perawatan Ortodontik Interseptif dengan Alat Aktivator pada Periode Percepatan Pertumbuhan
Widiarsanti, Setiarini
Sutantyo, Darmawan
Pudyani, Pinandi Sri
skeletal klas II; ortodontik interseptif; bernafas melalui mulut; aktivator; skeletal class II; interceptive orthodontics; mouth breathing; activator
Perawatan ortodontik interseptif efektif untuk mengurangi keparahan maloklusi disertai dengan kebiasaan buruk. Pemilihan waktu perawatan sangat penting agar perawatan dapat berhasil. Periode percepatan pertumbuhan berkisar antara 10-12 tahun untuk perempuan dan 12-14 tahun untuk laki-laki. Aktivator dengan skrup ekspansi digunakan untuk menstimulasi pertumbuhan mandibula, untuk mendapatkan ruang dari ekspansi pada kedua lengkung rahang dan untuk menghentikan kebiasaan buruk. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk memaparkan tata laksana perawatan dengan aktivator pada masa percepatan pertumbuhan. Pasien seorang laki-laki berusia 12 tahun datang dengan keluhan utama gigi atas maju dan kurang menarik. Kebiasaan buruk pasien adalah bernafas melalui mulut. Pemeriksaan objektif menunjukkan hubungan klas I pada kedua sisi, pola skeletal klas II, jarak inter P1 atas 35,7 mm dan jarak inter P1 bawah 30,3 mm. Maloklusi Angle Klas I tipe dentoskeletal dengan tipe skeletal kelas II dan incisivus maksila protrusif, overjet: 9,5 mm, overbite: 6,2 mm, palatal bite, scissorbite, malposisi gigi individual, kebiasaan buruk bernafas melalui mulut dan pergeseran midline RA kekanan sebesar 1,6 mm. Setelah 4 bulan perawatan, kebiasaan buruk telah berhenti, overjet menjadi 5 mm, overbite menjadi 3,2 mm, jarak inter P1 atas 36,5 mm dan jarak inter P1 bawah 31,6 mm. Aktivator dengan skrup ekspansi efektif untuk mencegah terjadinya disharmoni rahang dengan modifikasi pertumbuhan dan perkembangan rahang serta untuk menghentikan kebiasaan buruk dalam waktu singkat. Beberapa hal tersebut dapat dicapai dengan ketepatan pemilihan waktu perawatan yaitu dalam periode percepatan pertumbuhan. ABSTRACT: Interceptive Orthodontic Treatment Using Activator in Growth Spurt Period. Interceptive orthodontic treatment is effective to reduce the severity of malocclusion with oral bad habits. Time treatment is an important thing to make the treatment become successful. Growth spurt period in range 10-12 years old for female and 12-14 years old for male. Activator with an expansion screw was used to stimulate the mandibula growth, to create space by expanding both arches and to stop the bad habit. A 12 years old male patient with a chief complaint of protruded maxillary teeth and unpleasant appearance. The oral bad habit of patient was mouth breathing. Objective examination showed class I molar relationship on both sides, skeletal class II pattern, inter upper premolars was 35,7 mm and inter lower premolars was 30,3 mm. Angle malocclusion class I with skeletal class II and protruded incisive maxilla, overjet 9,5 mm, overbite 6,2 mm, mouth breathing bad habit, upper midline shifting 1,6 mm to the right side. After 4 months of treatment the oral bad habit was stop, overjet 5 mm, overbite 3,2 mm, inter upper premolars 36,5 mm and inter lower premolars 31,6 mm. Activator with an expansion screw was effectively prevent the skeletal disharmony by modification of growth and development of jaw, and stop the oral bad habit in short period of time. Those can be achieved by the right time choosing in growth spurt period for the treatment.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11915
10.22146/mkgk.11915
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 27-32
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11915/8780
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11917
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Perawatan Ortodontik Cekat pada Pasien disertai Bruxism dengan Teknik Edgewise yang dikombinasikan dengan Trainer for Braces
Krisnanda, Siska Septania
Hardjono, Soekarsono
Suparwitri, Sri
bruxism; crowding; alat ortodontik cekat teknik Edgewise; Trainer for Braces; bruxism; crowding; fixed preadjusted Edgewise appliance; Trainer for Braces
Bruxism merupakan suatu kebiasaan parafungsional berupa gerakan menggertakan dan menggerus gigi. Tidak jarang pasien yang mempunyai kebiasaan bruxism memerlukan perawatan ortodontik. Perawatan bruxism dapat dilakukan bersamaan dengan perawatan ortodontik cekat. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisa efek Trainer for Braces (T4B) pada pasien bruxism yang memerlukan perawatan ortodontik cekat. Pasien perempuan usia 21 tahun, mengeluhkan gigi berjejal dan tidak rapi. Pemeriksaan objektif menunjukkan bidental protrusi, crowding rahang atas dan rahang bawah, deep overbite, konstriksi berat pada regio gigi premolar dan molar rahang atas dan rahang bawah, 47 linguoversi dan disertai bruxism. Maloklusi Angle Kelas I dengan hubungan skeletal Kelas I, bidental protrusi, overjet 3,7 mm, overbite 4 mm, crowding, edge to edge bite, cross bite dan bruxism. Pasien dirawat menggunakan alat ortodontik cekat teknik Edgewise dengan alat tambahan Lingual Arch Bar untuk ekspansi rahang dan koreksi 47 yang linguoversi dan Trainer for Braces (T4B) untuk bruxism. Setelah 8 bulan perawatan, crowding rahang atas dan rahang bawah terkoreksi, ekspansi rahang dapat tercapai, 47 yang linguoversi terkoreksi, overjet dan overbite berkurang menjadi 3,5 mm, perawatan pada pasien masih berlangsung hingga saat ini. Kombinasi perawatan ortodontik cekat dengan penggunaan alat tambahan seperti Trainer for Braces (T4B) efektif untuk membantu koreksi maloklusi pada pasien bruxism. ABSTRACT: Edgewise Technique Combined with Trainer for Braces for Bruxism Patient. Bruxism is a parafunctional habit of grinding and clenching the teeth. It is common for patients with fixed orthodontic treatment to experience bruxism. When dealing with these patients, clinicians could initiate the bruxism treatment in conjunction with the orthodontic treatment. This case report will analyze the effects of Trainer for Braces (T4B) in a patient with malocclusion and bruxism habit. A 21 year old female patient complained of her crowding in upper and lower anterior teeth. The objective examination shows protrusion and crowding in upper and lower teeth, deep overbite, severe maxillary and mandibulary constriction, 47 linguoversion and bruxism habit. Angle Class I with skeletal Class I malocclusion, bidental protrusion, overjet 3.7 mm, overbite 4 mm, crowding, edge to edge bite, crossbite and bruxism habit. The orthodontic treatment used fixed preadjusted Edgewise appliance with Lingual Arch Bar for expansion and lingoversion molar correction. Trainer for Braces (T4B) was also prescribed to treat her bruxism. After 8 months of treatment, the crowding in upper and lower teeth was corrected, dental arch expansion was achieved, linguoversion molar was corrected, and overjet and overbite became 3.5 mm and the treatment was still on going. The combination of fixed preadjusted Edgewise appliance with Trainer for Braces (T4B) can be considered as an effective therapy for correcting malocclusion in bruxism patient.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11917
10.22146/mkgk.11917
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 33-38
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11917/8781
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11918
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Perawatan Kaninus Ektopik Menggunakan Teknik Begg dengan Pencabutan Premolar Kedua
Putri, Puspita Ndaru
Iman, Prihandini
Heryumani, JCP
ektopik kaninus; pencabutan gigi premolar kedua; teknik Begg; multiloop; canine ectopic; second premolar tooth extraction; Begg’s technique; multiloop
Ektopik kaninus seringkali dijumpai dalam praktek bidang ortodontik. Sebagian orang yang merasa terganggu dengan keadaan ini akan datang ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan. Perawatan ortodontik dilakukan untuk mengoreksi gigi yang ektopik dan memperbaiki fungsi estetik. Pada perawatan kasus ektopik kaninus ini, pencabutan gigi premolar kedua dilakukan karena tidak diperlukan perubahan profil. Teknik Begg merupakan teknik ortodontik yang menggunakan gaya ringan dengan kawat busur berpenampang bulat. Kawat busur akan bergerak bebas tanpa friksi dan menghasilkan gerak tipping mahkota gigi. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk memaparkan perawatan kaninus ektopik dalam tahapan teknik Begg. Pasien perempuan usia 19 tahun mengeluhkan gigi depan yang gingsul dan berjejal. Hasil pemeriksaan objektif menunjukkan ektopik pada gigi 13, 23 dan 33, overbite 5 mm, crowding anterior mandibula, dan crossbite anterior pada gigi 22 dan 33. Maloklusi kelas I skeletal dengan protrusif bimaksiler dan protrusif bidental, ektopik kaninus maksila bilateral, ektopik kaninus mandibula unilateral, deep bite, crowding anterior mandibula dan crossbite anterior. Dilakukan perawatan ortodontik cekat teknik Begg multiloop dengan pencabutan 15, 25, 36 dan 46. Sembilan bulan setelah perawatan, crossbite anterior, dan gigi 13, 23 dan 33 yang ektopik telah terkoreksi. Crowding anterior mandibula telah mengalami perbaikan dan perawatan masih berlanjut hingga saat ini. Perawatan teknik Begg multiloop dengan pencabutan gigi premolar kedua merupakan alternatif perawatan untuk koreksi ektopik kaninus, jika tidak diperlukan perubahan profil wajah pasien. ABSTRACT: Ectopic Canines Treatment Using Begg Technique with Second Premolar Extraction. Ectopic canines are often found in the field of orthodontic practice. People who are annoyed with this situation usually come to an orthodontist to seek for treatment. Orthodontic treatment has been performed to correct ectopic teeth and improve the function of aesthetics. In this case of ectopic canines, a second premolars tooth was extracted because profile changes are not required. Begg orthodontic technique is a technique that uses light forces by using round archwire. Archwire will move freely without friction and produce a tipping movement of dental crowns. A 19 year old female patient complained of ectopic and crowding anterior teeth. The objective examinations find ectopic of 13, 23 and 33, overbite: 5 mm, anterior mandibular crowding, and anterior crossbite of 22 and 33. Class I skeletal malocclusion, bimaxillar protrusive, bidental protrusive, bilateral ectopic canine maxilla and lateral ectopic canine mandibula, deep bite, anterior crowding and anterior crossbite. A fixed orthodontic treatment was performed by multiloop Begg technique with tooth extraction of 15, 25, 36, and 46. 9 months after treatment, anterior crossbite and ectopic 13, 23, 33 have been corrected by using multiloop Begg technique. Crowding in the lower arch has improved compared to initial condition and treatment still continues to this day. Multiloop Begg technique with second premolars extraction is an alternative treatment for ectopic canines correction if patient’s facial profile changes are not required.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11918
10.22146/mkgk.11918
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 39-45
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11918/8782
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11921
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Mahkota Porselin Fusi Metal dengan Parallel Self-Threading Dowel Pasca Perawatan Saluran Akar Gigi Premolar Maksila
Putri, Asri Riany
Ratih, Diatri Nari
parallel self-threading dowel; radix anchor; perawatan saluran akar; mahkota penuh porse-lin fusi metal; parallel self-threading dowel; radix anchor; root canal treatment; porcelain fused to metal crown
Gigi premolar maksila merupakan gigi yang mendapat tekanan pengunyahan besar dan rentan mengalami fraktur terutama setelah dilakukan perawatan saluran akar (PSA). Gigi yang telah dilakukan PSA akan menjadi sangat rapuh dan rentan fraktur karena telah kehilangan kelembaban dan banyak jaringan kerasnya. Gigi premolar juga mendapat tekanan pengunyahan yang besar karena bentuk dan letaknya yang lebih dekat dengan aksis horizontal transversal. Penggunaan parallel self-threading dowel dan mahkota penuh porselen fusi metal akan mendistribusikan beban pengunyahan keseluruh bagian akar dan meningkatkan ketahanannya terhadap fraktur. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk menunjukkan keberhasilan penggunaan parallel self-threading dowel dengan mahkota penuh porselen fusi metal sebagai restorasi pasca PSA pada gigi premolar kedua maksila nekrosis pulpa dengan lesi periapikal. Pasien wanita berusia 30 tahun dirujuk untuk PSA pada gigi premolar kedua kanan maksila nekrosis pulpa dengan lesi periapikal. Pasien merasakan sakit saat gigi digunakan untuk makan. Perkusi dan palpasi positif namun mobilitas normal. Pemeriksaan radiografik menunjukkan gambaran radiopak yang telah mengenai ruang pulpa dan radiolusensi pada periapikal gigi. PSA dan restorasi mahkota penuh dilakukan dengan parallel self-threading dowel. Parallel self-threading dowel dan mahkota penuh PFM sebagai restorasi akhir menunjukkan keberhasilan perawatan pada gigi premolar kedua maksila pasca PSA. ABSTRACT: Porcelain Fused to Metal Crown with Parallel Self-Threading Dowel Post Root Canal Treatment On Maxillary Premolar. Maxillary premolar teeth have great chewing forces and prone to fracture, especially after root canal treatment (RCT). Teeth that have RCT done will be very brittle and fracture prone because it has lost moisture and lost most of its hard tissue. Premolars also receive great chewing forces because its shape and location are closer to the horizontal transverse axis. The use of parallel self-threading dowel and full porcelain fused to metal crowns will distribute the load of mastication throughout the roots and improve resistance to fracture. The aim of this case report was to demonstrate the success of the use of parallel self-threading dowel with full porcelain fused to metal crown restoration aftera RCT on maxillary second premolar with pulp necrosis and periapical lesion. A 30-year-old female patient was referred for RCT on the maxillary right second premolar with pulp necrosis and periapical lesion. Patient felt pain when the tooth was used to eat. There was tenderness to percussion and palpation but the mobility was normal. A radiographic examination showed radiopaque image that entered pulp chamber and periapical radiolucency on tooth. RCT and full crown restoration with parallel self-threading dowel had been performed. Parallel self-threading dowel and full porcelain fused to metal crown as the final restoration after RCT on the maxillary second premolar showed a successful treatment outcome.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11921
10.22146/mkgk.11921
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 46-53
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11921/8783
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11922
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Apeksifikasi Menggunakan Mineral Apeksifikasi Menggunakan Mineral Trioxide Aggregate dan Bleaching Intrakoronal pada Insisivus Sentralis Kanan Maksila
Rahmawati, Caecilia Lelia
Nugraheni, Tunjung
apeksifikasi; gigi immature; bleaching; Mineral Trioxide Aggregate (MTA); apexification; immature teeth; bleaching; Mineral Trioxide Aggregate (MTA)
Trauma pada gigi yang dialami pada saat muda dapat menyebabkan gigi immature non vital dengan apek terbuka, yang berlanjut pada infeksi pada jaringan pulpa dan diskolorasi gigi. Laporan kasus ini menyajikan penggunaan MTA (Mineral Trioxide Aggregate) sebagai bahan apeksifikasi, perawatan bleaching intrakoronal serta restorasi resin komposit dengan pasak resin komposit aktivasi kimia pada gigi insisivus sentralis kanan maksila, sehingga dapat mempertahankan dan mengembalikan fungsi gigi. Seorang pasien wanita muda datang ke RSGM Prof. Soedomo untuk merawatkan gigi insisivus sentralis kanan maksila yang patah 11 tahun yang lalu karena jatuh. Diagnosa gigi insisivus sentralis kanan maksila fraktur Kelas IV Ellis, pulpa nekrosis dengan lesi periapikal, apeks terbuka, dan diskolorasi. Prosedur perawatan diawali dengan preparasi saluran akar teknik konvensional, apeksifikasi menggunakan MTA dan bleaching intrakoronal teknik walking bleach, restorasi resin komposit kavitas kelas IV dengan teknik mock up dan pasak resin komposit. Apeksifikasi dan bleaching intra koronal disertai pasak dan restorasi resin komposit adalah perawatan yang baik yang dapat dilakukan pada gigi insisivus sentralis kanan maksila imature, dengan pulpa terbuka dan diskolorasi. Pasien merasa puas dengan perawatan yang telah dilakukan dan fungsi gigi juga telah dapat dikembalikan, antara lain fungsi estetik dan fonetik. ABSTRACT: Apexification Using Mineral Trioxide Aggregate, Intracoronal Bleaching, and Composite Resin Restoration with Dental Composite Resin Posts Right Central Maxillary. Trauma to teeth in a young age can cause non vital immature teeth with open apex, which leads to the infection in the pulp tissue and discoloration of the teeth. This case report is to present the use of MTA (Mineral Trioxide Aggregate) as apexification material, intracoronal bleaching treatments and composite resin restorations with composite resin chemical activation posts on the maxillary right central incisor, so as to maintain and restore tooth function. A young female patient came to Prof. Soedomo Dental Hospital to repair right maxillary central incisors which were broken 11 years previously because of falling. The diagnosis was right maxillary central incisor Ellis Class III fractures, pulp necrosis with periapical lesions, open apex, and discoloration. The treatment procedure began with the conventional root canal preparation techniques, apexification using Mineral Trioxide Aggregate (MTA) and intracoronal bleaching with the technique of walking bleach. The composite resin restorations class IV cavities used a mock-up technique and composite resin post. Apexification and intra-coronal bleaching with post and composite resin restorations are good treatments that can be performed on the immature right maxillary central incisor, without exposing pulp and discoloration. The patient was satisfied with the care that had been done and also; the function of her teeth could be restored, including aesthetic and phonetic functions.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11922
10.22146/mkgk.11922
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 54-62
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11922/8784
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11923
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan disertai Restorasi Resin Komposit dengan Pasak Parallel Self-Threading Gigi Molar Kedua Kanan Mandibula Pulpitis Ireversibel
Raharjo, Gunawan
Santosa, Pribadi
Perawatan akar satu kunjungan; pulpitis ireversibel; pasak parallel self-threading; resin komposit; One visit endodontic; irreversible pulpitis; parallel self-threading dowel; composite resin
Perawatan saluran akar (PSA) satu kunjungan merupakan perawatan saluran akar dengan prinsip triad endodontik (cleaning and shaping, medikasi dan obturasi saluran akar) diselesaikan dalam satu kali kunjungan. Keuntungan perawatan adalah memperkecil risiko kontaminasi mikroorganisme dalam saluran akar antar kunjungan, menghemat waktu perawatan karena tidak dilakukan penggantian medikasi intrakanal tetapi tanpa mengurangi kualitas hasil perawatan. Pulpitis ireversibel merupakan salah satu indikasi perawatan saluran akar satu kunjungan. Gigi posterior pasca PSA dengan kehilangan jaringan sehat yang tidak terlalu banyak dapat dilakukan restorasi menggunakan bahan resin komposit dengan penguat pasak parallel self-threading. Tujuan laporan kasus ini untuk menunjukkan keberhasilan perawatan saluran satu kunjungan pada kasus pulpitis ireversibel dan restorasi akhir menggunakan resin komposit yang diperkuat pasak parallel self-threading. Pasien laki-laki 47 tahun dilakukan perawatan saluran akar pada gigi molar kedua kanan mandibula dengan diagnosa pulpitis ireversibel. Pada pemeriksaan radiograf terlihat kavitas yang melibatkan pulpa dan tidak terdapat area radiolusen pada daerah periapikal. Kasus ini dilakukan PSA satu kunjungan dilanjutkan restorasi resin komposit dengan penguat pasak parallel self-threading pada kunjungan berikutnya. Perawatan saluran akar satu kunjungan disertai restorasi resin komposit dengan penguat pasak parallel self-threading berhasil dilakukan pada kasus pulpitis ireversibel pada gigi molar kedua kanan mandibula. Abstract: One Visit Endodontic Followed with Parallel Self Threading Dowel Reinforced Composite Resin Restoration on The Irreversible Pulpitis of Mandibular Right Second Molar. One visit endodontic root canal treatment (RCT) which endodontic triad (cleaning and shaping, medication, and obturation of the root canal) were completed in one visit. The advantages treatment is to minimize the risk of microorganisms contamination in the root canal, that saves time. In this treatment there is no intracanal medication replacement without reducing the quality of treatment. Irreversible pulpitis is one of one visit endodontic’s indications. Parallel self-threading dowel reinforced composite resin can be performed at minimal destruction post endodontically treated posterior teeth. The purpose of this case report is to demonstrate the irreversible pulpitis were treated by one visit root canal treatment successfully and its restorations with parallel self-threading dowel reinforced composite resin. Male patients 47years old who diagnosed irreversible pulpitis was treated by one visit root canal treatment on the mandibular right second molars. The radiographs image showed cavity involving to the pulp and there was no radiolucent area in the periapical region. Endodontic treatment was done by one visit root canal treatment and followed with composite resin restoration with parallel self-threading dowel. One visit endodontic followed with restored using composite resin material that reinforced by parallel self-threading dowel successfully performed on the mandibular right second molar with irreversible pulpitis diagnosis.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11923
10.22146/mkgk.11923
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 63-70
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11923/8785
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11925
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Perawatan Estetik pada Insisivus Sentral Maksila dengan Perforasi Apikal
Afiati, Sania Dara
Santosa, Pribadi
estetik komplek; perawatan saluran akar ulang; perforasi apikal; kalsium hidroksid; esthetic complex; fiber reinforced composite; root canal retreatment; apical perforation; calcium hydroxide
Masalah estetik dapat diatasi dengan pendekatan restorasi, ortodontik maupun kombinasi keduanya. Perawatan restorasi dapat dilakukan jika pasien menolak untuk dilakukan perawatan ortodontik. Perawatan restorasi mencakup pembuatan ilusi perubahan arah gigi tanpa merubah lokasi akar gigi. Kecelakaan iatrogenik yang disebabkan oleh hilangnya panjang kerja dapat menyebabkan perforasi apikal. Salah satu manajemen perawatan perforasi apikal adalah dengan Ca(OH)2. Tujuan dari artikel ini adalah menginformasikan keberhasilan perawatan restorasi untuk perbaikan estetik serta keberhasilan perawatan perforasi apikal menggunakan Ca(OH)2. Laki – laki berusia 20 tahun datang dengan fraktur gigi insisivus akibat kecelakaan 7 tahun yang lalu. Gigi insisivus maksila pertama kanannya telah dilakukan perawatan saluran akar dan direstorasi dengan resin komposit. 6 tahun kemudian, pasien merasakan sakit pada giginya, perkusi dan palpasi positif serta ditemukan mobilitas. Pasien juga merasakan gigi depannya berubah warna dan berjejal. Pada pemeriksaan radiografis ditemukan material obturasi yang overfilling disertai pelebaran ligamen periodontal. Perawatan perforasi apikal untuk gigi insisivus maksila pertama kanan dilakukan menggunakan Ca(OH)2, dilakukan juga perawatan saluran akar pada gigi insisivus maksila pertama kiri. Berjejalnya gigi depan diperbaiki dengan restorasi menggunakan resin komposit direk dengan penguat pasak fiber. Masalah estetik gigi depan dapat diperbaiki menggunakan pendekatan restoratif, serta perawatan saluran akar dengan perforasi apikal dapat dilakukan dengan menggunakan Ca(OH)2. ABSTRACT: Aesthetically Compromized Maxillary Central Incisor with Apical Perforation. Aesthetical problem may be corrected restoratively, orthodontically or with combination of both approaches. Restorative treatment could be done for a patient due to several reasons; one of them is when patients refuse orthodontic treatment. Restorative alternatives create the illusion of movement without altering the location of the tooth root. Iatrogenic accident as a result of the loss of working length could lead to apical perforation. One of the management for apical perforation is Ca(OH)2. The aim of this case report is to present the success of repairing aesthetically compromised tooth with fiber reinforced composite and root canal retreatment with apical perforation using Ca(OH)2 as a repair and sealing material. A 20 year old male patient had a fractured incisor following a traumatic incident 7 years previously. The maxillary right central incisor was endodontically treated and restored with composite resin. 6 years later, the patient felt pain in his two central incisor teeth and tenderness to percussion; palpation was positive and mobility was detected. The patient also felt discoloration and misalignment of his central incisor. The radiographic examination reveals an overfilling of obturation material with enlargement of periodontal ligament. A root canal retreatment for maxillary right central incisor with apical perforation using Ca(OH)2 as repair and seal material and root canal treatment for maxillary left central incisor was conducted. The aesthetically compromised maxillary central tooth was corrected restoratively using fiber reinforced composite. The aesthetically compromised central tooth was proven to be successfully corrected using fiber reinforced composite and the apical perforation successfully sealed using Ca(OH)2.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11925
10.22146/mkgk.11925
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 71-78
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11925/8786
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11926
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
Penatalaksanaan Kista Dentigerus Terinfeksi dengan Fistel Ekstra Oral pada Pipi Kanan
Widhianingrum, Rita Koen
Goreti, Maria
Prihartiningsih, Prihartiningsih
kista dentigerus; fistel ekstra oral; dentigerous cyst; extra oral fistulae
Kista dentigerus merupakan kista yang berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi berasal dari sisa epitelial organ pembentuk gigi. Gejala klinis menunjukkan pembengkakan yang tumbuh lambat dan tidak sakit pada rahang. Gambaran radiografis memperlihatkan area radiolusen uniokular yang mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi. Proses infeksi kronis pada kista dentigerus dapat menyebar lambat membentuk abses subperiosteal dan melewati barrier kulit membentuk fistel ekstra oral. Studi kasus ini laporkan seorang wanita 56 tahun yang datang ke poli Bedah Mulut dan Maksilofasial RSUP Dr Sardjito dengan kasus kista dentigerus pada regio angulus mandibula kanan dengan fistel ekstra oral pada pipi kanan. Penatalaksanaan kasus adalah pemberian antibiotik, enukleasi kista, pengambilan gigi 45, 47 dan 48 yang impaksi sertafistulektomi dengan pendekatan ekstra oral dan sinus shoe polishing technique di bawah bius umum. Evaluasi 3 minggu pasca operasi menunjukkan penyembuhan ekstra oral dan intra oral sempurna serta tidak terbentuk jaringan parut. ABSTRACT: Management of Infected Dentigerous Cyst with Extra Oral Fistulae on Right Cheek. Dentigerous cyst is an odontogenic cyst associated with unerupted teeth from epithelial remnant teeth organ. The clinical appearance shows slow-growing painless swelling lesion in jaw. The radiografics reveals uniocular radiolucency surrounding unerupted teeth. The chronic infection proccess in dentigerous cyst could spread slowly forming subperiosteal abcess and, through cutaneous barrier, it forms extra oral fistulae. We reported a 56 year old woman who came to RSUP Dr Sardjito with dentigerous cyst in mandible angulus with extra oral fistulae in the right cheek. The treatment consisted of antibiotic medication; cyst enucleation; removal of unerupted third molar, second premolar, second molar; and fistulectomy with extra oral approach and sinus shoe polishing technique under general anesthetic. Three week evaluation post surgery shows succesful extra oral and intra oral healing without scarring.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11926
10.22146/mkgk.11926
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 1 (2015); 79-84
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11926/8788
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11956
2017-10-05T00:41:40Z
mkgk:ART
Odontektomi Gigi Molar Ketiga Mandibula Impaksi Ektopik dengan Kista Dentigerous secara Ekstraoral
Saleh, Edwyn
Prihartiningsih, Prihartiningsih
Rahardjo, Rahardjo
impaksi ektopik; kista dentigerous; enukleasi ekstraoral; ectopic impaction; dentigerous cyst; extra-oral enucleation
Gigi dikatakan impaksi ektopik apabila mengalami malposisi yang disebabkan oleh faktor kongenital atau mengalami perubahan posisi yang disertai dengan kondisi patologis. Kondisi patologis yang sering menyertai gigi impaksi ektopik adalah kista dentigerous. Tujuan dari studi pustaka ini adalah untuk memaparkan odontektomi pada kasus molar ketiga ektopik yang disertai dengan kista dentigerous. Operasi ini adalah untuk menghilangkan faktor penyebab terjadinya kista dentigerous serta membersihkan lesi kista agar tidak berkembang semakin membesar. Pasien laki-laki 38 tahun mengeluhkan adanya sedikit benjolan pada pipi sebelah kanan namun tanpa disertai rasa sakit. Benjolan dirasakan mulai muncul dalam satu tahun terakhir. Hasil pemeriksaan radiografik menunjukkan gigi molar ketiga mandibula kanan berada pada sudut angulus mandibula disertai adanya gambaran radiolusen pada mahkotanya didiagnosa sebagai impaksi ektopik gigi molar ketiga mandibula kanan disertai kista dentigerous. Tindakan operasi odontektomi dan enukleasi kista dentigerous dilakukan secara ekstraoral dengan anastesiumum, pemilihan metode pengambilan ekstraoral karena posisi gigi yang telah berubah jauh dari posisi normal gigi molar ketiga mandibula. Telah dilakukan pengambilan gigi molar ketiga mandibula yang impaksi ektopik dan enukleasi kista dentigerous secara ekstraoral, karena posisi gigi impaksi yang ektopik di ramus mandibula. Pengambilan gigi impaksi secara ekstraoral sangat jarang sekali dilakukan, namun jika posisi gigi berada jauh sekali dari posisi normal maka pendekatan ekstraoral merupakan metode operasi yang akan mempermudah proses pengambilan gigi dan enukleasi kista serta dapat meminimalkan hilangnya tulang mandibula yang sehat. ABSTRACT: Odontectomy of Ectopic Third Molar Associated with Dentigerous Cyst in Submandibular Region. Ectopic impacted tooth has been defined as malpositioned tooth caused by congenital factor or malpositioned tooth associated with pathologic condition. Pathologic condition associated with ectopic impacted tooth is dentigerous cyst. The purpose of this operation is to eliminate the causes of the dentigerous cyst and to raise cyst lesions that do not develop as they grow. A 38-year-old male patient complained of a painless slight swelling on his right cheek which occurred in the last one year. The radiograph examination shows an ectopic right mandibular third molar at the posterior border of the right angle of mandible, with an associated coronal radiolucency diagnosed as ectopic impacted right mandibular third molar associated with dentigerous cyst. The tooth and the cyst were removed surgically under general anesthetic via an extra-oral approach due to an extreme malposition of the tooth. The ectopic impacted right mandibular third molar and associated dentigerous cyst had been removed and enucleated surgically via extra-oral approach because the location of the ectopic impacted tooth was in the ramus of mandible. Extra-oral removal of ectopic mandibular third molar is very rare, however this approach will facilitate an easy removal and enucleation of an extremely malpositioned mandibular third molar associated with dentigerous cyst and minimize a loss of healthy mandibular bone.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-06-29
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11956
10.22146/mkgk.11956
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 1, No 2 (2015); 85-91
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11956/8807
Copyright (c) 2016 Majalah Kedokteran Gigi Klinik
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/28777
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
Penatalaksanaan fraktur mandibula pada anak dengan cedera kepala sedang
Hadira, Hadira
Syamsudin, Endang
Zulkifli, Bilzardy Ferry
child; moderate head injury; mandibula fracture; management
Management of mandibular fracture in child with moderate head injury. Mandibular fractures in child with moderate head injuries were relatively rare, the management of child patient need special considerations regarding their age and growth. Management of mandibular fractures in child with moderate head injuries need cooperation with specialists Neurosurgery. This case report aims to explain the management of mandibular fracture in child with moderate head injury. A 7 years old boy ushered to Hasan Sadikin Hospital, with bleeding at head and fracture of the lower jaw. The patient was hit by a motorcycle high speed while crossing the street with unknown mechanism there was history of unconsciousness about 20 minutes, there was bleeding from mouth. GCS 9, asymmetrical face, post suturing in the head and fracture of the lower jaw. Then, examination support, and then diagnosed Moderate Head Injury with Open fractures more than one tabula at right parietal and right mandibular angle fracture, left mandibular parasimphysis fracture. Management according ATLS, with the primary survey, secondary survey and stabilization, then craniectomy debridement. Once a patient is stabilized performed ORIF with regard mandibular growth and development of teeth. craniectomy debridement to prevent the occurrence of intracranial infection because of their open fractures in the bones of the head. Open Reduction and Internal Fixation by installing miniplat with a screw for fixation of mandibular fractures managed to restore the aesthetic and masticatory functions. Open wounds can cause intracranial infections that can develop into meningitis and brain abscess. Management of mandibular fractures in children with head injuries being successful if there is cooperation between specialists Neurosurgery and Oral and Maxillofacial Surgery.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2017-12-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28777
10.22146/mkgk.28777
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 1 (2016); 7-12
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28777/17335
Copyright (c) 2017 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/28778
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
Osteomyelitis kronis supuratif mandibula sebagai komplikasi sekunder impaksi gigi molar tiga
Simanjuntak, Heinz Frick
Sylvyana, Melita
Fathurachman, Fathurachman
odontogenic infection; osteomyelitis; third molar
Chronic osteomyelitis suppurative the mandible as a complication secondary impaction of the mandibular third molars. Impacted third molars is a common thing and become a common reason patients seek dental treatment. Complications of impacted teeth is the most frequently occurring infection oromaksilofasial particularly acute infection. Suppurative osteomyelitis of the mandible due to secondary complications of impacted molars wisdom is rare. The aim of this case report describe treatment of chronic suppurative osteomyelitis is caused secondary complications of impacted third molars. A female patient reported a history of recurrent toothache previous six months in the region of the right mandible and develop into extra-oral fistula since the last three months. Swelling that does not improve to make the patient come to the oral surgeon poly rs Hasan Sadikin. Preoperative panoramic radiographs showed mesioangular impacted third molars right mandible with deep caries and periapical radiolucent area of the mesial root of the tooth. From the results of clinical examination and radiographic findings made the diagnosis of chronic osteomyelitis of the mandible. Sequesterectomy and extraction of mandibular right second molar and all third molars upper and lower jaw. Sinus passages excised and closure. Histopathological examination conducted on tissues resected. Sekuesterektomi, fistulektomi and causa tooth extraction is a definitive method for treating chronic osteomyelitis with a satisfactory clinical outcome after surgery
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2017-12-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28778
10.22146/mkgk.28778
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 1 (2016); 13-18
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28778/17337
Copyright (c) 2017 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/28779
2017-11-17T07:32:26Z
mkgk:ART
Restorasi mahkota jaket porselen fusi metal dan customed dowel pasca perawatan saluran akar satu kunjungan
Arisanti, Teleseptiserngi Dian
Mulyawati, Ema
anterior teeth; endodontic treatment one visit; porcelain-fused-to-metal; esthetic restoration
Porcelain fuse to metal restoration and customed dowel post one visit endodontic treatment. Esthetic of anterior teeth has an important role to build self-confidence. Common esthetic problem on anterior teeth is caries, causing damage to the crown and discoloration. The aim of the case report is to report a porcelain fuse to metal restoration and custom dowel post one visit endodontic treatment in the left central maxillary incisor. A 25-years-old male patient came to seek care of his discolorized left central maxillary incisor. The diagnosis has been established as followed, pulp necrosis with discoloration on left central maxillary incisor. Method : In this case, we have undergone the one visit endodontics treatment followed by porcelain-fused-to-metal crown restoration and custom dowel of the left central maxillary incisor. Result: Three months evaluation post treatment, the patient had no pain during chewing, traumatic occlusion, nor periodontal tissue issue. Conclusion: The restoration on anterior teeth and endodontic treatment can reestablished the function of the teeth moreover esthetic, increasing self-confidence
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-04-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28779
10.22146/mkgk.28779
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 1 (2016); 19-24
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28779/17338
Copyright (c) 2017 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/30355
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
Eksisi Mucocele Rekuren pada Ventral Lidah dengan Anestesi Lokal
Setiawan, Dody
Dwirahardjo, Bambang
Astuti, Elizabeth Titi Riyati
deseksi; eksisi; insisi ellip; mucocele Blandin Nuhn; rekuren; desection, excision, ellip incision, mucocele Blandin Nuhn, recurent
Mucocele adalah lesi yang umum ditemukan pada mukosa oral dan merupakan lesi jinak kelenjar saliva yang paling sering ditemukan di rongga mulut. Insiden mucocele sering ditemukan karena adanya trauma kelenjar saliva minor. Mucocele dapat terjadi laki-laki maupun perempuan pada segala usia dengan insiden tertinggi pada dekade kedua. Mucocele dapat terjadi pada daerah manapun di dalam rongga mulut yang mengandung kelenjar saliva minor, tetapi bibir bawah merupakan lokasi paling umum karena paling mudah mengalami trauma. Mucocele Blandin Nuhn adalah mucocele yang paling sering terjadi pada lidah, meskipun jarang terjadi. Dilaporkan kasus mucocele Blandin Nuhn pada ventral lidah yang terjadi pada anak laki-laki 17 tahun, datang ke poli Bedah Mulut dan Maksilofasial RSUP Dr Sardjito, dengan riwayat rekurensi dimana sebelumnya 3 bulan yang lalu telah dilakukan eksisi lesi yang sama pada tempat yang sama. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah insisi sekitar lesi bentuk ellip, lalu dilakukan deseksi hingga eksisi kelenjar saliva yang terlibat dengan anestesi lokal disertai motivasi terhadap pasien agar tidak menggangu bekas luka. Setelah dilakukan kontrol 6 bulan dengan hasil baik dan tidak ditemukan keluhan yang samaAbstract: Excision of recurent mucoceles at ventral of tongue under local anesthesia. Mucoceles are one of the most common of the benign soft tissue masses that occur in the oral cavity. Trauma to the minor salivary gland assosiated with insidens of mucocele. It belived to arise equally in both sexes and affect patients of all ages, with higher incidence in the second decade. Mucoceles could be happen anywhere in of oral cavity with minor salivary gland but the most common site is lower lip. Mucocele Blandin Nuhn is most common mucocele of tongue, even it rare case. We reported a 17 years old boy who came to Oral and Maxillofacial Surgery departement of RSUP Dr Sardjito hospital with mucocele Blandin Nuhn of ventral tongue, and recurent have been happen that 3 mouth before the lesion at same site had excisied. Treatment consists of reexcision with ellip incision, desection and excision of the assosiated salivary gland tissue beneath the mucocele with local anasthesia, and patient motivations do not disturb the lesion. Evaluation 6 mounths post surgery show good result and no sign of recurency.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2017-12-27
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/30355
10.22146/mkgk.30355
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 1 (2016); 1-6
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/30355/18329
Copyright (c) 2017 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31730
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
Abses Submandibula Odontogenik pada Penderita Idiopatik Trombositopeni Purpura di RSUP Dr. Sardjito
Wulansari, Indah
Widiastuti, Maria Goreti
Rahardjo, Rahardjo
abses submandibula; ITP; pencabutan gigi; ITP; submandibular abscess; tooth extraction
Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) adalah kelainan yang berhubungan dengan penurunan jumlah platelet yang beredar dalam plasma darah yang dapat disebabkan oleh peningkatan destruksi platelet karena autoimun. Penurunan jumlah platelet akan menurunkan kemampuan hemostasis tubuh. Prevalensi ITP adalah 4 sampai 5,3 per 100.000 anak, dengan tingkat mortalitas ITP kronis sekitar 4%. Abses submandibula menempati urutan pertama abses leher yang paling sering dijumpai (42,30%) dengan prevalensi causa odontogenik sebesar 34,21%. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mempresentasikan keberhasilan evakuasi pus dan eliminasi gigi kausa pada kasus abses submandibula odontogenik pada seorang anak penderita ITP. Seorang anak perempuan berusia14 tahun penderita ITP dengan riwayat sakit gigi geraham kanan bawah dan pembengkakan pada submandibula kanan dengan fistula ekstra oral yang mengeluarkan darah dan pus datang ke IGD RSUP Dr. Sardjito dengan kondisi lemah. Kasus ini dirawat bersama dengan bagian hematologi onkologi anak untuk penanganan kondisi trombositopenia sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan incisi drainase dan pencabutan gigi kausa. Tindakan perawatan gigi dan pembedahan dapat dilakukan pada penderita ITP dengan memperhatikan angka trombosit. Untuk mencapai angka trombosit yang cukup, diperlukan kerja sama dengan dokter bagian hematologi, sehingga resiko perdarahan durante dan pasca tindakan dapat di minimalisirABSTRACT: Odontogenic submandibular abscess in patient with Idiopathic Trombocytophenia Purpura at General Hospital Centre Dr. Sardjito. Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP) is a disorder associated with a number decreasing of platelets circulating in the blood which can be caused by platelet destruction increasing due to autoimmune. Low platelet count will decrease the body's ability to hemostasis. The prevalence of ITP is 4 to 5.3 per 100,000 children, with a mortality rate of approximately 4% of chronic ITP. Submandibular abscess is the first ranks of neck abscesses which are the most common (42.30%) with a prevalence of 34.21% odontogenic cause. The purpose of this case report is to present the early success of the evacuation of pus and elimination of causative tooth in the case of odontogenic submandibular abscess in a child with ITP. A 14 year old girl diagnosed with ITP and a history of right lower molar tooth pain and swelling in the right submandibular with extra-oral fistula that blood and pus came to the ER department of DR.Sardjito feebly. This case was treated together with pediatric department of hematology oncology for thrombocytopenia conditions allowing for incision drainage and extraction of causes tooth. Dental treatment and surgery can be performed on patients with ITP with regard platelet numbers. To achieve a sufficient number of platelets, it is neccessary to cooperate with hematologist, so the risk of bleeding during and following the surgery can be minimized.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-04-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31730
10.22146/mkgk.31730
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 1 (2016); 19-25
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31730/19217
Copyright (c) 2017 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31958
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
Restorasi mahkota jaket porselen fusi metal dan customed dowel pasca perawatan saluran akar satu kunjunga
Arisanti, Teleseptiserngi Dian
Mulyawati, Ema
gigi anterior; perawatan saluran akar; porselin fusi metal; restorasi estetik; anterior teeth; endodontic treatment one visit; porcelain-fused-to-metal; esthetic restoration
Estetika memegang peranan penting untuk meningkatkan kepercayaan diri, terutama gigi anterior. Masalah estetika pada gigi anterior yang sering dijumpai adalah lesi karies yang dapat menyebabkan hilangnya mahkota gigi dan perubahan warna gigi. Makalah ini bertujuan untuk melaporkan restorasi mahkota porselen fusi metal pada gigi insisivus sentralis kiri rahang atas pasca perawatan saluran akar (PSA). Seorang pasien laki-laki berusia 25 tahun ingin merestorasi gigi insisivus lateralis maksila yang berubah warna. Diagnosis dalam kasus ini adalah gigi nekrosis disertai diskolorasi. Perawatan untuk kasus ini adalah PSA satu kunjungan dilanjutkan restorasi mahkota jaket porselen fusi metal dengan custom dowel. Tiga bulan kemudian pada saat kontrol tidak terdapat keluhan saat mengunyah, tidak terdapat traumatik oklusi, dan keadaan jaringan pendukung gigi baik. Kesimpulan dari laporan kasus ini adalah restorasi gigi anterior dan PSA dapat mengembalikan fungsi gigi terutama fungsi estetik yang berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri. ABSTRACT: Porcelain fuse to metal restoration and customed dowel post one visit endodontic treatment. Esthetic of anterior teeth has an important role to build self-confidence. Common esthetic problem on anterior teeth is caries, causing damage to the crown and discoloration. The aim of the case report is to report a porcelain fuse to metal restoration and custom dowel post one visit endodontic treatment in the left central maxillary incisor. A 25-years-old male patient came to seek care of his discolorized left central maxillary incisor. The diagnosis has been established as followed, pulp necrosis with discoloration on left central maxillary incisor. Method : In this case, we have undergone the one visit endodontics treatment followed by porcelain-fused-to-metal crown restoration and custom dowel of the left central maxillary incisor. Result: Three months evaluation post treatment, the patient had no pain during chewing, traumatic occlusion, nor periodontal tissue issue. Conclusion: The restoration on anterior teeth and endodontic treatment can reestablished the function of the teeth moreover esthetic, increasing self-confidence
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-04-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31958
10.22146/mkgk.31958
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 1 (2016); 26-31
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31958/19316
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31964
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
Restorasi pasca one visit endodontik dengan perbaikan malposisi dan selective Contouring
Febrianifa, Eldina
Hadriyanto, Wignyo
custom dowel, mahkota porcelain fused metal, one visit endodontic, selective contouring, custom dowel, porcelain fused metal crown, one visit endodontic, selective contouring
Karies yang meluas ke pulpa dapat mengakibatkan inflamasi pulpa. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi pulpa yang dapat diatasi dengan perawatan saluran akar satu kunjungan. Restorasi pasca perawatan endodontik pada gigi depan harus mempertimbangkan estetik. Estetik tidak hanya dilihat dari warna gigi, tetapi juga bentuk gigi, ukuran gigi, oklusi dan penggunaan ruang agar tampak selaras. Permasalahan yang terjadi pada kasus ini adalah karies yang luas hingga menyisakan 1/3 mahkota serta sisa ruang gigi yang sempit. Makalah ini bertujuan untuk melaporkan restorasi mahkota porcelain fused to metal (PFM) pada gigi insisivus sentralis kiri rahang atas (gigi 21) pasca perawatan saluran akar dengan perubahan inklinasi dan selective contouring. Seorang pasien pria berusia 23 tahun dirujuk untuk perawatan endodontik pada gigi 21. Pasien merasakan sakit spontan pada giginya. Gigi labioversi dengan sisa mahkota 1/3 dan sisa ruang sempit. Radiografi menunjukkan karies telah mengenai pulpa. Perawatan endodontik dilakukan dalam satu kunjungan bertujuan menghemat waktu perawatan tanpa mengurangi kualitas perawatan. Evaluasi dilakukan satu minggu setelahnya dan dilanjutkan dengan perhitungan estetik, pembuatan pasak custom dowel dengan perbaikan inklinasi, dan selective conturing gigi untuk mendapatkan ruang ideal. Setelah pemasangan pasak, dilakukan restorasi mahkota PFM. Restorasi pasca endodontik pada gigi anterior dengan malposisi gigi dan ruang gigi sempit dapat berhasil baik dengan pertimbangan estetik, perbaikan inklinasi dengan pasak custom dowel dan selective conturing.ABSTRACT: Restoration post endodontic treatment with malposition correction and selective contouring. Extensive caries can lead to inflammation of the pulp. Irreversible pulpitis is an inflammation of the pulp that can be done by one visit endodontic treatment. Aesthetic aspect should be considered for post endodontic treatment restoration of anterior teeth. Aesthetic is not only seen from the color of the teeth, but also the shape, size, occlusion, and harmonized space. This case is about restoring the remain of 1/3 tooth crown due to extensive caries with narrow tooth space. To report a porcelain fused metal crown restoration in the left maxillary central incisor with inclination correction and selective contouring to obtain space. Twenty three year-old male patient was referred for endodontic treatment on the left maxillary central incisor. Spontaneous pain was also reported. The tooth is labioversy with remaining 1/3 tooth crown due to extensive caries with narrow tooth space. Radiographs showed extensive caries has reached the pulp. Endodontic treatment had done in one visit to save time without compromising the quality treatment. Evaluation was done a week after that and then aesthetic calculation, then custom dowel core with inclination correction for left maxillary central incisor and selective contouring adjacent teeth. After custom dowel insertion, then carried porcelain fuced metal crown restoration. Post endodontic restoration on anterior teeth with dental malposition and narrow tooth space can be managed by aesthetic considerations, inclination correction with custom dowel core and selective contouring.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-04-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31964
10.22146/mkgk.31964
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 1 (2016); 32-38
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31964/19317
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31971
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
Crown lengthening disertai retreatment insisivus sentralis kiri maksila dengan restorasi mahkota pasak
Kusumawati, Erna Dyah
Mulyawati, Ema
crown lengthening, hiperplasi gingiva, retreatment, mahkota pasak, crown lengthening, gingival hyperplasia, retreatment, post crown
Keberhasilan perawatan gigi ditentukan oleh perawatan saluran akar dan restorasinya. Keberhasilan perawatan saluran akar ditentukan oleh preparasi saluran akar dan obturasinya. Kegagalan perawatan saluran akar akan menimbulkan keluhan di masa mendatang dan membutuhkan retreatment. Tepi permukaan fraktur servikal gigi yang tajam dengan ketinggian hampir sama atau di bawah gingival crest dapat menimbulkan gesekan antara gingiva dengan gigi yang berlangsung lama dan terusmenerussehingga terjadi proliferasi pembuluh darah dan terbentuk hiperplasi gingiva. Hiperplasi gingiva menghalangi terciptanya seal tumpatan sementara selama retreatment, oleh karena itu dilakukan crown lengthening terlebih dulu pada awal retreatment. Crown lengthening juga akan memberikan tampilan yang lebih estetis dan membantu terciptanya ferrule effect untuk resistensi mahkota pasak. Makalah ini bertujuan untuk melaporkan perawatan crown lengthening disertai retreatment pada insisivus sentralis kiri maksila dengan restorasi mahkota pasak. Pasien mengeluhkan gigi depan kiri atasnya yang sakit selama seminggu. Dua tahun yang lalu gigi tersebut dirawat saluran akarnya kemudian dipasang mahkota jaket tetapi kemudian gigi tersebut patah. Pasien merasa terganggu penampilannya karena gigi tersebut. Perawatan diawali dengan mengeluarkan bahan obturasi dari saluran akar dan pemberian medikasi ekstra oral. Perawatan dilanjutkan dengan prosedur crown lengthening. Kontrol pasca pembedahan 1 minggu setelah operasi menunjukkan luka bekas operasi baik dan tidak ada tanda inflamasi. Luka bekas operasi dipantau selama proses retreatment hingga sebelum dilakukan pembuatan restorasi gigi permanen untuk memastikan hiperplasi gingiva tidak terbentuk kembali. Hasil crown lengthening akan mempengaruhi hasil retreatment dan restorasi. Keberhasilan crown lengthening dipengaruhi oleh prosedur dan tekniknya, ditandai dengan tidak adanya keluhan serta tidak terjadi hiperplasi gingiva kembaliABSTRACT: Crown Lengthening and Retreatment on the Left Maxillary Central Incisor with Post Crown Restoration. Good dental care is determined by its root canal treatment and restoration. Good root canal treatment is determined by its root canal preparation and obturation. Failure of root canal treatment will cause complaints in the future and require retreatment. Sharp edge surface on cervical fractured teeth with almost the same height or below the gingival crest could cause prolonged and continuous friction between the teeth and the gingiva so that a proliferation of blood vessels occurs and forms gingival hyperplasia. Gingival hyperplasia would disturb the creation of temporary restoration seal during retreatment, therefore it is necessary to have crown lengthening first at the start of retreatment. Crown lengthening will also provide a more aesthetic appearance and help create ferrule effect in post crown resistance This paper will report the crown lengthening treatment with retreatment in the left maxillary central incisor with post crown restoration. The patient complained of left upper front painful tooth. About two years ago the patient received an endodontic treatment and a jacket crown restoration on that tooth but it was fractured and the gingiva became larger. Patient feels disturbed because of the appearance of the teeth. Treatment began by removing material from the root canal obturation and administration of oral medication. Treatment continued with crown lengthening procedure. Post-surgical controls at 1 week after surgery showed good incision and no signs of inflammation. Incision monitored during retreatment process until prior to the manufacture of dental restorations to ensure permanent gingi val hyperplasia is not reformed. The results of crown lengthening would affect the results of retreatment and final restoration. Crown lengthening is influenced by the success of the procedure and the correct technique, characterized by the absence of complaints and permanent disappearance of gingival hyperplasia.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-04-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31971
10.22146/mkgk.31971
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 1 (2016); 39-46
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31971/19325
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31979
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
Efek pemakaian bisphosphonate pada pergerakan gigi ortodonti
Anggraini, Dini
Anggani, Haru Setyo
bisphosphonate, perawatan ortodonti, pergerakan gigi, bisphosphonate, orthodontic treatment, tooth movement
Pergerakan gigi penjangkaran yang tidak diinginkan atau relaps gigi-geligi paska perawatan ortodonti, merupakan salah satu efek samping yang tidak diharapkan. Berbagai alat mekanik ortodonti telah digunakan guna mencegah hilangnya penjangkaran, baik alat ekstra oral dan intra oral. Namun, pada penggunaan alat-alat ini masih dijumpai kehilangan penjangkaran dan menimbulkan efek-efek samping seperti resorpsi akar, lesi white spot, karies, gingivitis dan sebagainya.Selain alat mekanik, agen farmakologi juga potensial untuk menyediakan penjangkaran. Agen farmakologi terbaru yang dapat menghambat pergerakan gigi ortodonti adalah Bisphosphonate. Penulis melakukan studi literatur ini guna mengetahui lebih jauh tentang senyawa Bisphosphonate dan efek farmakodinamik serta farmakokinetiknya sehingga mungkin dapat dijadikan sebagai agen farmakologi guna menghambat pergerakan gigi ortodonti. Hasil penelusuran pada berbagai pustaka menunjukkan bahwa Bisphosphosphonate dapat menghambat pergerakan gigi ortodonti. Temuan ini membuka peluang penggunaan Bisphosphonate guna menambah sifat penjangkaran pada perawatan ortodonsi. Namun perlu penelitian lebih lanjut, agar senyawa ini dapat digunakan secara klinik untuk menghambat pergerakan gigi ortodonti. ABSTRACT: Effect of bisphosphonate administrations on orthodontic tooth movement. Undesirable movement of anchorage tooth or dental relapse of the moved tooth to its initial position after orthodontic treatment are the some unexpected side effects. Various mechanical appliances have been used to prevent anchorage loss, both extra oral and intra oral appliance. However, even with the use of all of these appliances, anchorage loss and other unexpected side effects such as root resorption, white spot lesion, caries, gingivitis, etc were still can be found. Besides mechanical appliances, pharmacological agent also has potential to provide anchorage. The most recent pharmacological agent that can prevent orthodontic tooth movement is Bisphosphonate. The author conduct this literature study in order to have further understanding about bisphosphonate and its pharmacodynamics and pharmacokinetics effects as pharmacological agent to hamper orthodontic tooth movements. Literature studies from numerous references show that Bisphosphonate can prevent orthodontic tooth movement.This finding opens the opportunity of Bisphosphonate administration in order to increase anchorage properties during orthodontic treatment. However, the use of Bisphosphonate clinically to prevent orthodontic tooth movement still require further research.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-04-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31979
10.22146/mkgk.31979
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 1 (2016); 47-52
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31979/19326
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31982
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
Pertimbangan penggunaan plat ekspansi pada perawatan ortodontik cekat kasus borderline
Rousstia, Endhira Lentik
Farmasyanti, Cendrawasih Andusyana
Kuswahyuning, Kuswahyuning
alat ortodontik cekat, kasus borderline, plat ekspansi, fixed orthodontic aplliance, borderline case, expansion plate
Kasus gigi berjejal di regio anterior kadang membuat keraguan dalam merencanakan perawatan bagi operator dalam melakukan pencabutan, atau disebut sebagai kasus borderline. Tujuan dari pemaparan studi kasus ini adalah untuk mengevaluasi pemilihan pemecahan masalah ruang dengan ekspansi pada kasus borderline. Seorang pasien perempuan usia 22 tahun datang ke klinik ortodonti RSGM Prof. Soedomo dengan keluhan gigi depan atas bawah yang berjejal dan terdapat gigi depan kiri atas yang tumbuh lebih ke belakang. Pasien memiliki maloklusi Angle Klas I dengan hubungan skeletal Klas I bimaksiler retrusif malrelasi deepbite pada gigi 12 11 22 dengan 32 41 42, crossbite 21 dan 31, overjet 1,4 mm, overbite 4 mm serta malposisi gigi individual, berdasarkan diagnosis dan perancangan ketersediaan ruang diputuskan kasus ini termasuk kasus borderline. Pertimbangan perhitungan pont, bukal koridor yang sempit, profil wajah pasien yang baik maka dipilih perawatan ekspansi untuk kebutuhan ruang. Pasien dirawat dengan alat ortodontik cekat teknik straightwire kombinasi alat ekspansi lepasan yang dimulai Desember 2014. Kontrol dilakukan 3 minggu sekali untuk alat ortodontik cekat dan seminggu sekali untuk alat ekspansi, setelah 25x putaran (2x1/4 putaran) alat ekspansi lepasan dilepas dan dilanjutkan hanya dengan alat ortodontik cekat. Setelah sekitar 6 – 7 bulan perawatan ortodontik cekat ini mendapatkan kontak interdigitasi yang baik, overjet overbite normal, dan profil muka cembung normal. Kesimpulan dari studi kasus ini bahwa penggunaan plat ekspansi pada perawatan ortodontik cekat kasus borderline mempunyai hasil yang memuaskan. ABSTRACT: Considerations of the use of expansion plate on fixed orthodontic appliance in borderline case. Cases of anterior crowding often makes a hesitation to make a treatment plan for the operator to preform extraction or referred to as a borderline case. The purpose of this case study is to evaluate the selection of this problem solving the case of perimeter arch in borderline case is expansion. A 22 years old patient came to the RSGM Prof. Soedomo orthodontic clinic complained anterior crowding of the upper and lower teeth and left upper front teeth is in a crossbite position. Patient had Angle Class I malocclusion with Class I skeletal relationship bimaxiller retrusive malrelation, deepbite 12 11 22 to 32 41 42, crossbite 21 and 31, overjet of 1.4 mm, overbite 4 mm and malposition of individual teeth. based on diagnosis and upon space availability decided this case including borderline cases. Consideration of the Pont calculation, narrow buccal corridors, good facial profile then selected that expansion for space requirements. Patient was treated with straightwire fixed orthodontic appliance combination removable expansion from December 2014. Control carried out every 3 weeks for fixed orthodontic appliance and once a week to expansion plate, after 25 time activation (2x1/4 turns) removable expansion plate was removed and continued by fixed orthodontic appliance. After 6 – 7 months fixed orthodontic appliance treatment has a good interdigitation contact, normal overbite overjet, and normal convex face profil. Conclusion for this case study is that the use of plate expansion on fixed orthodontic treatment in borderline cases presents a satisfactory result.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-04-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31982
10.22146/mkgk.31982
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 1 (2016); 53-58
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31982/19327
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31984
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
Fraktur comminuted bilateral pada mandibula
Ronal, Ronal
Tasman, Abel
Fathurachman, Fathurachman
bilateral, comminuted, fraktur, mandibula, trauma, bilateral, comminuted, fracture, mandible, trauma
Fraktur comminuted mandibula didefinisikan sebagai adanya lebih dari satu garis fraktur yang menyebabkan terdapatnya beberapa fragmen tulang pada satu daerah tulang mandibula (simfisis, parasimfisis, ramus, angulus). Seringkali disebabkan oleh trauma energi tinggi sehingga menyebabkan displacement yang besar, kehilangan gigi, dan luka pada jaringan lunak. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk menjelaskan penatalaksanaan fraktur comminuted mandibula dengan menggunakan wire, plat dan screw. Hasil yang ingin dicapai pada pasien ini adalah untuk mengembalikan relasi rahang atas dan rahang bawah pasien (oklusi) yang mengalami pergeseran akibat trauma. Pasien laki laki usia 31 tahun mengalami trauma dengan mekanisme rahang membentur trotoar jalan. Pada pemeriksaan panoramik didapatkan gambaran beberapa garis fraktur pada kedua sisi rahang bawah. Sebagai penanganan awal dilakukan pemasangan kawat intermaksilaris dan dilanjutkan pemasangan wire, plat dan screw. Kesimpulan dari kasus ini yaitu rekonstruksi kembali fraktur comminuted bilateral pada mandibula sulit dilakukan karena terdapat banyak fragmen tulang yang kecil, oleh sebab itu diperlukan pemasangan wire pada daerah fraktur sebelum pemasangan plat dan screw.ABSTRACT: Bilateral mandible comminuted fracture. Mandible comminuted fracture is define as a fracture in which there are more than one fracture line that cause a number of bone fragments on a region of mandible (symphysis, parasymphysis, body and angle). It is often caused by high energy trauma so that caused a big displacement, teeth avulsion and soft tissue injury. The purpose of this case report is to describe the treatment of bilateral mandible comminuted fracture with wire, plate and screw. The aim for this patient was to restore the occlusion between the maxilla and mandible as it was mal-aligned due to trauma. We reported a case of 31 years old man with trauma where the mechanism was his jaw hit the sidewalk. Panoramic xray showed some fracture line on both side of his mandible. We did intermaxillary wiring as first treatmentt followed by plate and screw mounting. The conclusion of this case was reconstructing a comminuted bilateral fracture on the mandible is very complicated to be done because of the small fragment of bones therefore fixation of wire at the fractured area need to be done before the fixation of plate and screw.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2018-01-04
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31984
10.22146/mkgk.31984
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 2 (2016); 59-64
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31984/19328
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31986
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
Perawatan saluran akar satu kunjungan gigi molar kedua kiri mandibula nekrosis pulpa dan lesi periapikal
Santoso, Laurensia
Kristanti, Yulita
lesi periapikal, nekrosis, perawatan saluran akar satu kali kunjungan , one visit root canal treatment, necrosis, periapical lesion
Nekrosis pulpa dapat menyebabkan iskemia infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai pembuluh darah kecil pada apeks. Invasi bakteri tidak berhenti pada ruang pulpa, namun toksin bakteri menyebar menuju ke jaringan periapikal melalui foramen apikal dan foramen aksesoris, lalu menimbulkan inflamasi pada area tersebut. Tujuan penulisan ini adalah untuk melaporkan keberhasilan perawatan saluran akar (PSA) satu kali kunjungan pada gigi molar kedua kiri mandibula dengan restorasi mahkota penuh porselen fusi metal dan tappered self threading dowel untuk penanganan kasus nekrosis pulpa disertai dengan lesi periapikal. Pasien seorang laki – laki berusia 67 tahun datang ke RSGM Prof Soedomo dengan keluhan ingin menambalkan gigi belakang kiri bawah yang tambalannya lepas. Pasien tidak merasa sakit pada gigi tersebut, tetapi tidak nyaman saat digunakan untuk mengunyah. Perawatan saluran akar satu kunjungan disertai dengan restorasi mahkota penuh porselen fusi metal dan tappered self threading dowel merupakan pilihan perawatan yang tepat untuk merestorasi gigi dengan nekrosis pulpa yang disertai lesi periapikal.ABSTRACT: One Visit Root Canal Treatment on Mandibulary Left Second Molar with Pulp Necrose and Periapical Lesion. Pulp necrosis may cause ischemia infarction in the pulp and cause a lower inflammatory response to the pulp. This allows bacteria to penetrate through small blood vessels at the apex. Bacterial invasion does not stop at the pulp chamber, but the toxin the bacteria spread toward periapical tissues through the foramen apical and foramen accessories, then cause inflammation in the area. The purpose of this paper is to report the successfull on the one visit root canal treatment on the mandibulary left second molar with pulp necrose and periapical lesion with the restoration of full porcelain fused to metal crown and tappered self threading dowel. A 67-years-old man patient came to the RSGM Prof. Soedomo with a complaint want to filling his mandibulary left second molar. The patients do not feel pain in the tooth, but not comfortable when used for chewing. One visit root canal treatment with a full crown restoration porselain fusion of metal and self-threading dowel tappered is an appropriate treatment option for restoring teeth with pulp necrosis accompanied periapical lesions.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2018-01-04
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31986
10.22146/mkgk.31986
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 2 (2016); 65-71
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31986/19329
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31988
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
Pasak fabricated FRC dan restorasi resin komposit pada insisivus sentral maksila karies sekunder dengan pulpa nekrosis
Utami, Sartika Putri
Mulyawati, Ema
FRC, karies sekunder, pasak fabricated fiber-reinforced composite, perawatan saluran akar, restorasi resin komposit , FRC, secondary caries, fiber-reinforced composite post, composite resin restoration, root canal treatment
Karies sekunder dapat mengiritasi pulpa sehingga menyebabkan pulpa nekrosis bahkan hingga menyebabkan kelainan pada jaringan periapikal. Perawatan saluran akar (PSA) merupakan pilihan perawatan untuk menangani hal ini sebelum gigi direstorasi. Gigi anterior maksila pasca PSA membutuhkan restorasi dengan tingkat estetika yang tinggi dan juga membutuhkan retensi intrakanal yang dapat mendukung restorasi estetis. Pasak fabricated fiber-reinforced composite (FRC) adalah pilihan material yang dapat memenuhi kriteria tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk melaporkan kasus PSA dengan restorasi resin komposit kavitas kelas IV dengan pasak fabricated FRC pada gigi insisivus sentral kiri maksila karies sekunder dengan nekrosis pulpa disertai lesi periapikal. Pasien perempuan berusia 22 tahun datang dengan keluhan ingin mengganti tumpatan gigi depan kiri atas yang sudah berubah warna. Gigi pernah sakit spontan 1 tahun yang lalu. Pemeriksaan radiograf menunjukkan adanya tumpatan pada permukaan mesial gigi dengan area radiolusen sepanjang margin tumpatan yang terletak dekat pulpa dengan area radiolusen berbatas difus di daerah periapikal. Perawatan saluran akar dan evaluasi satu minggu sesudahnya dilakukan sebelum dilakukan restorasi akhir berupa restorasi resin komposit kelas IV dengan pasak fabricated fiber-reinforced composite. Seleksi kasus yang tepat merupakan kunci keberhasilan suatu perawatan. Pasak fabricated FRC dengan restorasi resin komposit kavitas kelas IV merupakan pilihan yang tepat pada kasus ini untuk menangani gigi insisivus sentral maksila yang memiliki saluran akar lebar dan kehilangan jaringan keras gigi yang lebih sedikit. ABSTRACT: Fabricated FRC post with composite resin restoration on secondary caries and underlying necrose pulp of maxillary central incisor. Secondary caries can irritate the pulp, causing the pulp to necrose and even to cause abnormalities in the periapical tissue. Root canal treatment is the treatment of choice to deal with this before the tooth is restored. Maxillary anterior teeth after root canal treatment requires restoration results with a high aesthetic level and al so requires the intracanal retention that can support aesthetically restoration result. Fabricated fiber-reinforced composite (FRC) post is material that suits. To report a case of root canal treatment with class IV cavity composite resin restorations with fabricated FRC post in secondary caries with pulp necrosis with periapical lesion of left maxillary central incisor. Twenty two year-old female patient came to replace the upper left anterior tooth discolored filling. Spontaneous tooth pain 1 year ago was also reported. Radiographs showed the fillings at the mesial surface of the tooth with a radiolucent area along the fillings' margin located near the pulp with a diffuse margin radiolucent area in the periapical region. Root canal treatment and evaluation a week after that performed before cavity class IV composite resin restorations with fabricated FRC post as final restoration had done. Proper case selection is the success key of a treatment. Fabricated FRC post with composite resin restorations class IV cavity are an appropriate management option in this case to deal with maxillary central incisor which has a wide root canals and less of dental hard tissue loss.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-08-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31988
10.22146/mkgk.31988
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 2 (2016); 72-77
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31988/19332
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31999
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
Reseksi apikal dan pengisian retrograde dengan MTA pada insisivus maksila imatur pasca perawatan saluran akar
Gunawan, Simyardika
Nugraheni, Tunjung
gigi imatur, mineral trioxide aggregate, pengisian retrograde, reseksi apikal, immature teeth, mineral trioxide aggregate, retrograde filling, apical resection
Trauma pada gigi dapat menyebabkan retak atau frakturnya gigi tersebut. Pada keadaan yang parah, trauma pada gigi dapat menghentikan suplai nutrisi ke jaringan pulpa yang menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa. Trauma dengan nekrosis pulpa yang terjadi pada usia dini dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan gigi sehingga foramen apikal terbuka lebar. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk melaporkan perawatan reseksi apikal dan pengisian retrograde menggunakan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) pada gigi insisivus maksila imatur paska perwatan saluran akar. Seorang pasien pria berusia 22 tahun pasca perawatan saluran akar asimtomatik dengan riwayat sakit pada gigi dan gusi yang membengkak. Gigi pernah mengalami trauma saat pasien berumur 7 tahun dan pada saat itu juga gigi terasa sakit tetapi tidak dirawat ke dokter gigi. Gigi mulai terasa sakit kembali 3 minggu sebelum perawatan saluran akar dilakukan, terutama bila terkena tekanan ketika mengunyah makanan. Perawatan dilanjutkan dengan prosedur reseksi apikal dengan pengisian retrograde menggunakan Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Kontrol paska pembedahan pada bulan ke 1 dan 2 menunjukkan regenerasi jaringan tulang yang baik dan terus dipantau hingga bulan berikutnya sebelum dilakukan pembuatan restorasi gigi permanen. Keberhasilan bedah endodontik dipengaruhi oleh prosedur dan teknik yang benar, ditandai dengan tidak adanya keluhan serta terjadinya regenerasi jaringan lunak maupun keras paska pembedahan.ABSTRACT: Apical Resection and Retrograde Filling on Immature Central Incisor Maxilla After Root Canal Treatment. Dental trauma can cause cracking or fracture of the tooth. In the case of severe dental trauma can stop the supply of nutrients to the pulp that causes pulp necrosis. Trauma with pulp necrosis occurring at an early age can lead teeth to stop developing so that the apical foramen is widely open. The objective of this paper is to report apical resection treatment with retrograde filling using Mineral Trioxide Aggregate (MTA) on immature maxillary incisor post root canal treatment. A 22-years-old male patient post root canal treatment with no symptoms with a history of dental pain and swollen gums. Teeth have experienced trauma when the patient was 7 years old and at that time not immediately treated by dentist. Dental pain begin 3 weeks before first root canal treatment procedures, especially exposed to pressure when chewing food. Treatment continued with apical resection procedures with retrograde filling using Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Post-surgical controls at months 1 and 2 show good regeneration of bone tissue and continues to be monitored until the next month before permanent dental restoration procedures. The success of endodontic surgical are influenced by the right procedures and techniques, no symptoms as well as the soft and hard tissue regeneration after surgery.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-08-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31999
10.22146/mkgk.31999
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 2 (2016); 78-85
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31999/19333
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32000
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
Penatalaksanaan interdisipliner kasus impaksi gigi incisivus sentral maksila akibat obstruksi odontoma kompleks
Arfiadi, Lidya Noviana
Farmasyanti, Cendrawasih Andusyana
Kuswayuning, Kuswayuning
impaksi incisivus sentral maksila, odontoma, alat ortodontik cekat, closed method exposure, penatalaksanaan interdisipliner, impacted maxillary central incisor, fixed orthodontic appliance, closed method exposure, interdisciplinary approach
Odontoma adalah tumor jinak odontogenik yang terdiri dari jaringan keras gigi. Pada perawatan ortodontik cekat, odontoma sering menjadi salah satu penyebab obstruksi jalannya erupsi gigi incisivus sentral maksila. Penatalaksanaan kasus impaksi gigi incisivus sentral membutuhkan pendekatan interdisipliner yang melibatkan tindakan bedah dan perawatan ortodontik. Tujuan studi kasus ini untuk mengamati proses perawatan ortodontik cekat pada kasus impaksi gigi incisivus sentral setelah dilakukan pengambilan odontoma secara bedah dengan closed method exposure. Seorang pasien perempuan berusia 23 tahun mengeluhkan gigi seri kiri rahang atas tidak tumbuh sejak gigi desidui sebelumnya tanggal sehingga gigi seri sebelahnya bergeser ke tengah. Pemeriksaan objektif menunjukkan regio 21 edentulous dan terjadi pergeseran gigi 11 dan 22 sehingga area edentulous 21 menyempit. Pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya gambaran radiopak berbentuk seperti gigi-gigi kecil yang didiagnosis sebagai odontoma kompleks pada jalur erupsi gigi 21 sehingga menyebabkan gigi 21 impaksi. Setelah satu tahun perawatan ortodontik cekat gigi 21 berhasil erupsi dengan baik, malposisi gigi individual terkoreksi, dan perawatan sampai sekarang masih berlanjut. Perawatan ortodontik pada koreksi gigi impaksi gigi incisivus sentral akibat adanya obstruksi jalur erupsi yaitu odontoma bila ditangani secara interdisipliner dengan tindakan bedah dan ortodontik memiliki prognosis yang baik.ABSTRACT: Interdisciplinary Approach of an Impacted Central Maxillary Incisor Due to Complex Odontoma Obstruction. Odontome is a benign odontogenic tumor which consists of tooth hard tissues. Odontome is said to be one of the most frequent cause of obstruction in the eruption path of central incisor, which may cause a problem in an orthodontic treatment. Management of impacted central incisor requires an interdisciplinary approach which involves oral surgery and orthodontic treatment. This case report is aimed to observe the orthodontic treatment of an impacted central incisor after removal of the odontome through surgery and a closed method exposure of the impacted incisor. A 23-year-old woman presented to the dental hospital with a chief complaint of a missing permanent maxillary left central incisor which caused shifting of adjacent incisors. Objective examination showed an edentulous area in 21 regio and shifting of 11 and 22 to the edentulous area. Radiograph examination demonstrated a radiopaque tooth-like representation which is diagnosed as a complex odontome in the eruption path of the maxillary left central incisor which caused 21 to be impacted. After one year of fixed orthodontic treatment, 21 successfully erupted in the occlusal plane, individual tooth malpositions are resolved, and the treatment is still currently in progress. Treatment to correct impacted permanent maxillary central incisor caused by odontome obstruction managed in an interdisciplinary approach through oral surgery and orthodontic treatment displays a good prognosis.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-08-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32000
10.22146/mkgk.32000
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 2 (2016); 86-91
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32000/19334
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32003
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
Perawatan ortodontik interseptif pada maloklusi kelas III
Suryani, Ratna
Suparwitri, Sri
Soekarsono Hardjono, Soekarsono Hardjono
alat ortodonti lepasan, bionator, chin cap, maloklusi kelas III, perawatan ortodontik interseptif, removable orthodontic appliance, bionator, chin cap, class III malocclusion, orthodontic interseptif treatment
Maloklusi Klas III merupakan kasus ortodontik yang sulit untuk dirawat. Maloklusi ini mempunyai karakteristik profil wajah pasien cekung, prognasi mandibula, retrognasi maksila maupun kombinasi keduanya dan cross bite gigi anterior. Perawatan ortodontik interseptif pada kasus ini sangat dianjurkan untuk mencegah maloklusi berkembang lebih lanjut, memacu dan mengarahkan petumbuhan yang benar, serta mencegah tindakan pembedahan dikemudian hari. Bionator adalah alat ortodontik lepasan untuk merawat maloklusi kelas III dan penyederhanaan dari aktivator. Bionator dikombinasikan dengan chin cap untuk meningkatkan keberhasilan perawatan. Tujuan studi kasus ini adalah menganalisis efektifitas perawatan ortodontik interseptif pada maloklusi kelas III dengan penggunaan kombinasi alat ortodontik lepasan bionator dan chin cap. Pasien perempuan berusia 10 tahun, mengeluhkan dagunya panjang serta gigi depan rahang bawah maju. Pemeriksaan objektik: over jet -1 mm, overbite 1 mm, cross bite gigi 11 21 22 dengan 32 31 41 dan prognasi mandibula. Maloklusi Angle Klas III dentoskeletal, tipe skeletal kelas III, overjet: -1 mm, overbite: 1 mm, disertai prognasi mandibula, bidental protrusif, crossbite anterior: 11, 21, 22 terhadap 32 31, 41 dan malpoisisi gigi individual. Setelah 12 bulan pemakaian alat, edge to edge bite 11, 21, terhadap 32, 31, 41, terkoreksi, tetapi crossbite 22 terhadap 32 belum terkoreksi. Pemakaian bionator dilanjutkan dan dikombinasikan dengan chin cap. Perawatan masih berlangsung hingga saat ini (12 bulan). Penggunaan kombinasi alat ortodontik lepasan bionator kelas III dan chin cap sangat efektif digunakan dalam perawatan ortodontik interseptif pada pasien maloklusi kelas III.ABSTRACT: Class III malocclusion an orthodontic cases are difficult to treat. This malocclusion has characteristics: concave facial profile, prognathism mandible, maxilla retrognati or a combination of both and anterior cross bite. Interseptif orthodontic treatment in this case is highly recommended to prevent further developing malocclusion, stimulating and directing the growth of correct, and prevent future surgery. Bionator is a removable appliance, a simplification of the activator to treat Class III malocclusions. Combination bionator with the chin cup to improve the success of treatment. Objectives analyze the effectiveness of orthodontic interseptif treatment on Class III malocclusion using a combination of a removable orthodontic appliance bionator class III and chin cap. A female patient, aged 10 years old, complained about the long chin and the front teeth of the lower jaw forward. Objective examination: over jet -1 mm, overbite 1 mm, crossbite 11 21 22 with 32 31 41 and prognatism mandible. Diagnosis: dentoskeletal Angle Class III malocclusion, skeletal Class III, overjet: -1 mm, overbite: 1 mm, accompanied prognatism mandible, bidental protrusive, crossbite anterior: 11, 21, 22 to 32 31, 41 and malposition individual teeth. After 12 months, edge to edge bite 11, 21 to 32, 31, 41 corrected, but the cross bite 22 to 32 have not been corrected. Usage continued bionator combined with the chin cup. Up to now, the treatment is still continued. Bionator class III combined with chin cap is effectively used in orthodontic interseptif treatment in patients with class III malocclusion
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-08-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32003
10.22146/mkgk.32003
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 2 (2016); 92-100
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32003/19335
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32005
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
Perawatan ortodontik pada kasus periodontitis kronis dengan kerusakan tulang infraboni secara menyeluruh
Susanto, Stephanie Adelia
Farmasyanti, Cendrawasih Andusyana
Kuswayuning, Kuswayuning
generalized periodontitis, gigi goyah, ortodontik, periodontitis kronis, generalized periodontitis, loose teeth, orthodontic treatment, chronic periodontitis
Penyakit periodontal merupakan penyakit inflamasi yang mempengaruhi jaringan periodontal dan menyebabkan hilangnya perlekatan jaringan ikat dengan tulang alveolar. Peningkatan kedalaman probing dengan kombinasi faktor usia pasien, onset dan kecepatan perkembangan penyakit, dan kondisi psikologis akan mempengaruhi rencana dan prognosis perawatan. Pergerakan gigi secara ortodontik pada individu dewasa dengan kondisi periodontal perlu disertai dengan kontrol akumulasi plak secara berkala dan penyesuaian mekanika alat ortodonsi selama perawatan berlangsung. Laporan kasus ini bertujuan untuk mengamati perawatan interdisipliner antara bidang ortodonsi dan periodonsi pada pasien dewasa dengan kondisi periodontitis kronis menyeluruh. Pasien perempuan usia 36 tahun datang ke klinik periodonsi mengeluhkan gigi goyah. Pasien didiagnosa dengan kondisi periodontitis kronis disertai kerusakan tulang infraboni dan keterlibatan bifurkasi, serta disarankan untuk menjalani perawatan ortodontik untuk mengkoreksi traumatik oklusi yang menjadi salah satu faktor predisposisi. Pemeriksaan objektif menunjukkan adanya crowding gigi atas dan bawah, edge to edge bite dan crossbite pada gigi anterior. Kondisi periodontal mencakup resesi menyeluruh, poket periodontal 18, 17, 16, 12, 11, 22, 23, 26, 27, 38, 37, 36, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 46, 47, keterlibatan bifurkasi 36, 46, fistula pada bukal gingiva 32, serta kegoyahan gigi derajat 1 pada 17, 16, 12, 11, 22, 26, 36, 31, 41, 46 dan derajat 2 pada gigi 32. Crowding, crossbite anterior dan edge to edge bite telah terkoreksi dengan perawatan ortodontik cekat yang masih berlangsung saat ini. Tidak terdapat perubahan kondisi periodontal selama perawatan.ABSTRACT: Orthodontic treatment in chronic periodontitis case with generalized infrabony damage. Periodontal disease refers to an inflammatory condition of the periodontal tissue causing attachment loss between the connective tissue and alveolar bone. Increased probe depth with combination of various factors, such as patient’s age, onset and progression rate of the disease, as well psychologycal state, determine the treatment plan and prognosis. Orthodontic tooth movement in periodontally compromised adult should be performed with scheduled plaque accumulation control and adjustment of orthodontic appliance mechanics during the treatment. This case report aims to observe interdisciplinary treatment between orthodontics and periodontics in adult patient with generalized chronic periodontitis. A 36 year old woman visited periodontic department with a chief complaint of generalized loose teeth. Patient was diagnosed as generalized chronic periodontitis with infrabony bone damage and bifurcation involvement. The patient was referred to orthodontist to correct the traumatic occlusion which is one of the predisposing factors. Objective examination shows upper and lower arch crowding teeth, edge to edge bite and anterior crossbite. Periodontal findings show generalized recession, periodontal pocket 18, 17, 16, 12, 11, 22, 23, 26, 27, 38, 37, 36, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 46, 47, bifurcation involvement of 36 and 46, 32 buccal gingiva fistule, first degree luxation of 17, 16, 12, 11, 22, 26, 36, 31, 41, 46 and second degree of 32. Teeth crowding, anterior crosbite and edge to edge bite has been resolved using fixed orthodontic appliance and the treatment is still currently in progress. There are no significant changes on the periodontal status during orthodontic treatment.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-08-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32005
10.22146/mkgk.32005
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 2 (2016); 101-105
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32005/19336
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32006
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
Beta defensin polipeptida antimikroba dalam hubungannya dengan periodontitis kronis dan agresif
Wijaya, Sugiharto
Masulili, Sri Lelyati C
human beta defensin, periodontitis kronis, periodontitis agresif, gingival crevicular fluid, Human beta defensin, chronic periodontitis, aggressive periodontitis, gingival crevicular fluid
Periodontitis merupakan penyakit inflamasi yang menyerang periodonsium dan faktor utama penyebab kehilangan gigi di dunia. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki urutan kedua setelah karies dan masih merupakan masalah di masyarakat. Defensin merupakan elemen kunci dari sistem kekebalan bawaan dan sebagai pertahanan pertama untuk jaringan mulut serta organ lainnya. HBDs telah terdeteksi dalam epitel gingiva, kelenjar ludah, air liur, dan gingival crevicular fluid (GCF). Tujuan telaah pustaka adalah untuk mengetahui tentang adanya peptida antimikroba Human Beta Defensin khususnya Human Beta Defensin-1 dan pengaruhnya terhadap perkembangan terjadinya periodontitis baik kronis maupun agresif. Terdapat peptida antimikroba yang dikenal dengan nama Human Beta Defensin yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh awal terhadap infeksi, dimana fungsi dan pengaruhnya masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti.ABSTRACT: Antimicrobial polypeptides beta defensin in conjunction with chronic and aggressive periodontitis. Periodontitis is an inflammatory disease that attacks the periodontium and the main factors causing the loss of teeth in the world. In Indonesia, periodontal disease ranks second after caries and still is a problem in the community. Defensins are key elements of the innate immune system and as a first defense for oral tissues and other organs. HBDs has been detected in the gingival epithelium, salivary glands and saliva and gingival crevicular fluid (GCF). Objective to know about the existence of the Human beta defensin antimicrobial peptides, especially Human beta defensin-1 and its influence on the development of chronic and aggressive periodontitis either. There is an antimicrobial peptide, known as Human beta defensin which is the body's defense mechanism against infection early, in which the function and influence is still much debated by researchers
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-08-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32006
10.22146/mkgk.32006
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 2 (2016); 106-113
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32006/19337
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32008
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
Kaitan ekstrakorona tipe ball pada kasus Kennedy klas I rahang bawah
Purba, Rani
Kusuma, Heriyanti Amalia
Tjahjanti, Esti
kaitan ekstrakorona, retensi dan stabilisasi. Kennedy klas I, extracorona attachment, retention and stabilitation, Kennedy class I
Usaha peningkatan retensi dan stablisasi dalam menghasilkan keyamanan penggunaan gigi tiruan sebagian merupakan suatu tantangan bagi dokter gigi untuk menemukan suatu alternatif perawatan yang lebih baik dari penggunaan gigi tiruan sebagian konvensional, salah satunya yaitu gigi tiruan sebagian dengan retainer kaitan ekstrakorona tipe ball. Tujuan laporan kasus ini bertujuan memberikan informasi tentang gigi tiruan sebagian dengan kaitan ekstrakorona tipe ball pada kasus Kennedy klas I rahang bawah. Pasien pria usia 41 tahun datang ke klinik Prostodonsia RSGM Prof. Soedomo ingin dibuatkan gigi tiruan baru. Pasien sebelumnya telah mengunakan gigi tiruan akrilik (RA) dan rahang bawah (RB), namun merasa tidak nyaman dengan gigi tiruannya terutama pada rahang bawah karena mengunakan plat akrilik melintang pada rahang bawahnya yang menggangu aktivitas lidah. Metode perawatan kasus ini yaitu pembuatan gigi tiruan sebagian rahang bawah dengan retainer kaitan ekstrakorona tipe ball; 1)Pencetakan model diagnostik, 2)Preparasi gigi penyangga, 3)Pencetakan model kerja dan pembuatan mahkota sementara, 4)Try in coping kaitan presisi RB, 5)Pencatatan hubungan RA-RB, 6)Prosesing laboratorium, 7)Insersi, 8)Kontrol. Gigi tiruan sebagian rahang bawah dengan retainer kaitan ekstrakorona tipe ball dapat digunakan pada kasus Kennedy klas I untuk meningkatkan retensi dan stabilisasi serta mencegah ungkitan yang akan menghasilkan kenyamanan bagi pasien.ABSTRACT: Ball extracoronal attachment on mandibular kennedy class I case. The effort for improving the retention and stabilization in the restoring comfort of using partial dentures is a challenge for dentists to find an alternative treatment that is better than the using of conventional partial denture, one of which is partial denture with ball ekstrakorona attachment. Purpose of this case report aims to provide the information of the partial denture with ball ekstrakorona attachment on mandibular Kennedy class I case. 41 year old male patient came to the clinic of RSGM Prof. Soedomo want to made a new denture. Patients had previously been using maxilla and mandibular acrylic denture, but felt uncomfortable with mandibular denture due to transverse acrylic plate on the mandibular which interfere the tongue activity. Treatment method of this case was mandibular partial denture with ball ekstrakorona attachment; 1)Jaw impression for diagnostic model, 2)Abutment preparation, 3)Working cast impression and temporary crown procedure, 4)Try in mandibular coping attachment, 5)Upper and lower jaw relation recording, 6)Laboratorium processing, 7)Insertion, 8)Control. Partial denture with ball ekstrakorona attachment could be used on mandibular Kennedy class I case to improve retention, stabilization, prevention the leverage and patient comfort.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-08-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32008
10.22146/mkgk.32008
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 2 (2016); 114-119
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32008/19338
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32009
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
Penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibula anterior bilateral
Ning, Novyan Abraham
Syamsudin, Endang
Fathurachman, Fathurachman
dislokasi, pembukaan mulut, reposisi, sendi temporomandibula, dislocation, mouth opening, reposition, temporomandibular joint
Dislokasi pada sendi temporomandibula ditemukan 3% dari seluruh dislokasi pada sendi yang pernah dilaporkan, dan tipe dislokasi ke anterior adalah yang paling sering ditemukan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk melaporkan kasus dan penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibula anterior bilateral. Seorang pasien laki-laki usia 35 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Hasan Sadikin karenatidak dapat menutup mulut kembali setelah menguap, pasien mempunyai riwayat keluhan yang sama sebelumnya ± 2 tahun yang lalu. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah pemberian analgesik; muscle relaxant, reposisi manual dan pemasangan head bandage. Dislokasi pada sendi temporomandibula anterior diakibatkan oleh pergerakan kondilus kearah depan dari eminensia artikulare dan untuk penatalaksanaannya dapat direposisi secara manual ataupun dengan pembedahan. Komplikasi yang terjadi bila tidak dilakukan reposisi adalah terjadinya fibro-osseus ankylosis, jejas pada arteri carotis eksternal dan jejas pada saraf wajah. Dislokasi pada sendi temporomandibula sering ditemukan dalam praktek kedokteran gigi sehari-hari dan perlu dilakukan tindakan dengan segera dan cepat karena pasien merasa sangat tidak nyaman walaupun pada kasus ini jarang disertai dengan keluhan nyeri yang hebat.ABSTRACT: Anterior bilateral temporomandibular joint dislocation management. Temporomandibular joint (TMJ) dislocation represents three percent of all reported dislocated joints and the anterior type has the highest frequencies of occurence. The purpose of this paper is to report the case and the managementofanterior bilateral temporomandibular joint dislocation. A 35-year-old mancame to Hasan Sadikin Hospital Emergency Department because he can’t closed his mouth after yawning. Patient had same history like this before about 2 years ago. The treatment of this patient was medication including analgetic, muscle relaxant and manual reposition of the joint. Then application of head bandage was performed. TMJ dislocation is defined as the excessive forward movement of the mandibular condyle beyond the articular eminence and treatment could be manual reposition or surgery. Complication of anterior bilateral temporomandibular joint dislocation include the following: fibro-osseus ankylosis, injury of external carotid artery and injury to the facial nerve. TMJ dislocation was acommon founding in dental practice, this condition need quick treatment due to the unconvenience felt by the patient, although severe pain was rarely found.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2018-01-04
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32009
10.22146/mkgk.32009
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 3 (2016); 120-125
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32009/19339
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32010
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
Fraktur midfasial dengan intoksikasi alkohol: emergensi dan elektif
Alimin, Nur Huda
Arumsari, Asri
Fathurachman, Fathurachman
emergensi, elektif, fraktur midfasial, intoksikasi, emergency, elective, intoxication, midfacial fracture
Regio maksilofasial selain memegang peranan estetik juga termasuk organ yang melaksanakan fungsi penting tubuh seperti respirasi, bicara, mastikasi, penglihatan, membaui, sehingga kasus trauma wajah harus diberikan perhatian khusus. Prinsip advanced trauma life support (ATLS) harus diaplikasikan untuk pemeriksaan awal pada semua pasien dengan trauma maksilofasial. Tujuan dudi kasus ini adalah untuk menggambarkan prinsip-prinsip penatalaksanaan emergensi, elektif, serta evaluasi hasil terapi pada pasien trauma midfasial yang disertai intoksikasi alkohol. Pasien laki-laki usia 38 tahun mengalami kecelakaan sepeda motor dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan intoksikasi alkohol disertai fraktur midfasial dan laserasi multipel di intraoral. Penanganan emergensi dilakukan dengan mengontrol airway serta menghentikan perdarahan. Terapi pembedahan ORIF dengan insersi miniplate dan screw melalui pendekatan intraoral dilakukan dua minggu setelah kecelakaan. Penanganan awal setiap pasien trauma harus mengikuti prinsip ATLS dankarena regio midfasial memengang peranan penting sehingga koreksinya harus dilakukan dengan tepat dan akurat.ABSTRACT: Midfacial fracture with alcohol intoxication. Maxillofacial region includes organs executing essential functions of the body like respiration, speech, mastication, vision, smelling so special attention must be paid in case of facial trauma. Advanced trauma life support (ATLS) principles must be applied for initial assessment of all maxillofacial trauma patients. Objectives to describe the principles of emergency management, elective, and evaluation of therapy results in patients with midfacial trauma that accompanied alcohol intoxication. A 38 years old male patient suffered a motorcycle accident was taken to the Emergency Room (ER) Dr. Hasan Sadikin Hospital with alcohol intoxication accompanied by midfacial fracture and multiple laceration intraorally. Emergency management is done by controlling the airway and stop the bleeding. The elective surgical treatment with ORIF (miniplate and screw insertion) through intraoral approach was done two weeks after the accident. Initial treatmentof all trauma patient should follow the principles of ATLS and because of midfacial region plays an important role so that corrections must be done properly and accurately.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-12-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32010
10.22146/mkgk.32010
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 3 (2016); 126-131
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32010/19340
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32012
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
Penatalaksanaan adenoma pleomorfik di palatum pada pasien dewasa muda dengan biopsi eksisi
Samad, Syahril
Arumsari, Asri
Rizki, Kiki Akhmad
adenoma pleomorfik, biopsi eksisi, tumor kelenjar ludah minor, pleomorphic adenoma, excisional biopsy, minor salivary gland tumor
Adenoma pleomorfik adalah tumor pada kelenjar saliva minor yang paling sering terjadi di daerah palatum keras (43%). Tumor pada kelenjar saliva minor mayoritas berupa tumor ganas akan tetapi adenoma pleomorfik merupakan tumor jinak. Insidensi terbanyak pada dekade ke – 4 sampai ke – 6. Laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan penatalaksanaan adenoma pleomorfik dan insidensi kejadiannya pada pasien dewasa muda. Pasien perempuan umur 16 tahun dengan benjolan pada palatum. Secara klinis tampak massa yang sewarna dengan jaringan sekitar, bulat, nodul tunggal, tidak bergerak, berbatas jelas, palpasi agak keras, dan tanpa rasa sakit, diameter 4×3 cm,3×2 cm dengan pertumbuhan yang lambat. Foto rontgen panoramik dan waters menunjukkan adanya massa dan biopsi insisi menunjukkan adanya adenoma pleomorfik. Dilakukan terapi definitif untuk pengangkatan tumor dengan bedah eksisi. Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan hasil yang sama dengan biopsi insisi. Kemudian, dilakukan pemasangan obturator. Hasil perawatan pada hari ketiga, minggu keempat dan minggu kedelapan memperlihatkan luka bekas operasi sudah menyembuh dan tidak ada tanda - tanda terjadinya rekurensi.Kasus adenoma pleomorfik harus menjadi pertimbangan dalam diagnosis banding pada pasien dengan benjolan di rongga mulut (di palatum, bibir, lidah dan mukosa bukal). Tingkat kekambuhan kasus adenoma pleomorfik dilaporkan sangat rendah setelah dilakukannya eksisi bedah.ABSTRACT: Palatum pleomorphic adenoma management in adult patient by excisional biopsy. Pleomorphic adenoma is a minor salivary gland tumour and most cases occurs in hard palatum (43%). Most cases in minor salivary gland tumour are malignant but pleomorphic adenoma is benign. The most incidence rate is at fourth to sixth decade.This case report is aimed to explain about the management of pleomorphic adenoma and the incidence in young adult. A 16 years old female with a mass in palatum. Clinically a mass is identically in color with surrounding tissue, round, single nodul, immobile, bounded clear, hard in palpation and without pain, with size is 4×3 cm, 3×2 cm in diameter with slow in progression. Panoramic and waters radiografi and also incisional biopsy shows the result is pleomorphic adenoma. Definitive therapy is done by excisional surgery. Histopatologically shows the same result with incisional biopsy. Then, insertion obturator was done. Patient came to control at third day, fourth week and eight week. Wound post operation was heal and no sign of recurrency. Pleomorphic adenoma should be considered in differential diagnose in patient with a mass in oral cavity (palatum, lip, tongue, and buccal mucosa). Reccurency rate of pleomorphic adenoma case is very low after excisional surgery.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-12-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32012
10.22146/mkgk.32012
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 3 (2016); 132-136
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32012/20242
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32013
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
Restorasi direk resin komposit preparasi onlei pada gigi pasca perawatan saluran akar
Widhihapsari, Sylvia
Ratih, Diatri Nari
resin komposit direk, parallel self threading dowel, fiber reinforced composite, direct resin composite, parallel self threading dowel, fiber reinforced composite
Gigi pasca perawatan saluran akar lebih rapuh daripada gigi vital karena kehilangan integritas struktur gigi akibat dari preparasi akses atau karies. Hal ini menjadi pertimbangan utama untuk menentukan kualitas restorasi pada gigi pasca perawatan saluran akar. Direk restorasi komposit merupakan salah satu desain alternatif restorasi yang dapat dilakukan pada gigi pasca perawatan saluran akar. Keuntungan dari restorasi ini, mempertahankan sisa struktur gigi yang ada dan tampilan estetik baik. Laporan kasus ini bertujuan menginformasikan restorasi direk resin komposit teknik preparasi onlei dengan parallel self threading dowel dan penguat fiber pada molar pertama kiri mandibula pasca perawatan saluran akar. Seorang pasien perempuan berusia 20 tahun datang ke RSGM dengan keluhan ingin menambalkan gigi geraham besar bawah kiri. Pasien pernah merasakan sakit spontan beberapa kali kurang lebih 6 bulan yang lalu dan sekarang tidak pernah merasa sakit lagi. Pada gambaran radiograf terdapat radiolusen pada oklusal hingga pulpa dan radiolusen pada furkasi. Dari pemeriksaan klinis diperoleh diagnosa karies profunda dengan nekrosis pulpa disertai lesi furkasi. Perawatan gigi tersebut adalah perawatan saluran akar teknik preparasi crown down, dilanjutkan preparasi onlei dan pemasangan pasak parallel self threading pada akar distal disertai penguat fiber di sepertiga oklusal kemudian direstorasi dengan resin komposit secara direk. Kesimpulan gigi pasca perawatan saluran akar dapat direstorasi menggunakan resin komposit secara direk dengan hasil yang baik.ABSTRACT: Direct resin composite onlay preparation on endodontically treated teeth. The tooth after root canal treatment is more fragile than vital teeth due to loss of structural integrity of the tooth as a result of the preparation of access or caries. This is a major consideration for determining the quality of the restoration on the tooth after root canal treatment. Direct composite restorations is one of the alternative designs to do the restoration after root canal treatment. Advantages of this restoration is remind the existing tooth structure and good aesthetic appearance. This case report aims to inform the direct composite resin restorations onlay preparation techniques with parallel self-threading dowel and reinforcing fiber on the left mandibular first molar after root canal treatment. A 20-year-old female patient came to the hospital and complaints her left mandibular molar. Pain spontaneously several times about 6 months ago and now never feel pain again. On radiographs are radiolucent on occlusal to the pulp and radiolucent on furcation. Clinical examination diagnoses obtained from deep caries with pulp necrosis accompanied furcation lesions. The dental care is the treatment of root canal preparation techniques crown down, followed onlay preparation and installation of self-threading parallel pegs on the distal root with fiber amplifier in a third occlusal then restored with direct composite resin. Conclusion tooth after root canal treatment can be restored with direct composite resin with good results.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-12-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32013
10.22146/mkgk.32013
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 3 (2016); 137-142
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32013/20243
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32014
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
Apikoektomi gigi insisivus sentralis maksila pasca perawatan saluran akar disertai lesi periapikal
Irwandana, Praditya Wisang
Kristanti, Yulita
apikoektomi, over filling, perawatan saluran akar, apicoectomy, over filling, root canal treatment
Kegagalan perawatan saluran akar disebabkan oleh beberapa hal, antara lain pengisian saluran akar over filling yang menyebabkan rasa nyeri setelah perawatan saluran akar selesai. Apikoektomi merupakan pilihan perawatan untuk menangani kasus tersebut. Tujuan penulisan ini adalah untuk menginformasikan keberhasilan apikoektomi gigi insisivus sentralis kanan maksila pasca perawatan saluran akar disertai lesi periapikal dengan resorpsi akar eksternal. Pasien perempuan berusia 27 tahun datang dengan keluhan gigi depan kanan atas yang telah dilakukan perawatan saluran akar 3 tahun yang lalu tidak menunjukkan keberhasilan dan pasien merasa gusi langit-langit bengkak. Gusi tersebut bengkak sejak 3 bulan terakhir namun tidak sakit. Gigi terkadang sakit saat dipakai mengigit. Pemeriksaan radiograf menunjukkan adanya area radiolusen berbatas jelas di daerah periapical dan tampak obturasi perawatan saluran akar sebelumnya yang over filling. Perawatan dimulai dengan membuka flap dan tulang alveolar. Jaringan granulasi dikuret sampai bersih lalu bagian apikal gigi dipotong ± 3 mm, dilanjutkan pengisian retrograde menggunakan Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Bone graft dan membran diaplikasikan pada regio yang telah dikuretase dan diakhiri dengan penjahitan untuk mengembalikan flap dan ditutup dengan periodontal pack. Satu minggu setelah tindakan periodontal pack dibuka dan jahitan dilepas. Kontrol pada 3 bulan pasca tindakan menunjukkan radiolusen pada apikal berkurang dan pasien tidak ada keluhan. Apikoektomi merupakan perawatan yang tepat untuk menangani gigi insisivus sentral maksila yang mengalami kegagalan perawatan saluran akar oleh karena pengisian yang over filling.ABSTRACT: Apicoectomy of Central Incisivus Post Endodontic Treatment with Periapical Lesion. Root canal treatment failures can be caused by over-filling obturation that cause pain after root canal treatment is completed. Apicoectomy is the choice of treatment for dealing with such cases. The objective is to inform the success of apicoectomy on right maxillary central incisor after root canal treatment with periapical lesions and external root resorption. The 27-year-old female patient came with complaints of right upper front teeth that had root canal treatment done 3 years ago. Painless swelling on anterior palate since 3 months was also reported. Sometimes pain reported when it used to bite. Radiographs showed a radiolucent bounded area in the periapical and appear the obturation of root canal treatment is over filling. Treatment begins by opening the flap and the alveolar bone. Granulation tissue was curretaged and apical part of the tooth is cutted ± 3 mm. It followed by retrograde filling using Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Bone graft and membrane applied to the region that has curettaged and ends with suturing to restore flap and closed with periodontal pack. One week after treatment, periodontal pack is opened and the stitches removed. Controls at 3 months and 6 months post treatment radiolucent on the apical reduced and the patient had no complaints. Apicoectomy is an appropriate treatment to treat the maxillary central incisor root canal treatment failure due to over filling obturation.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-12-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32014
10.22146/mkgk.32014
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 3 (2016); 143-149
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32014/20244
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32338
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
Penanganan mesial tipping molar II akibat kehilangan molar I dengan L loop
Noviasari, Paramita
Dirdjowihardjo, Soehardono
Karunia, Dyah
L loop, mesial tippingmolar, teknik Edgewise,
Mesial tipping molar kedua akibat premature loss molar pertama merupakan kasus yang sering terjadi. Gerakan mesial tipping molar kedua dapat menyebabkan traumatik oklusi, gangguan fungsional, gangguan prostetik, dan masalah periodontal. Kekuatan ringan dan terus menerus dari spring pembantu diperlukan selama koreksi mesial tipping molar. Koreksi mesial tipping pada teknik Edgewise dapat dilakukan dengan L loop. Laporan kasus ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas L loop pada penanganan kasus mesial tipping molar kedua mandibula. Pasien perempuan berusia 27 tahun, mengeluhkan gigi berjejal, gigi tidak berkontak baik dan kesulitan mengunyah di sisi kanan. Pemeriksaan objektif menunjukkan crowding anterior rahang atas dan bawah, malrelasi gigi dan mesial tipping gigi molar. Diagnosa kasus ini adalah maloklusi angle klas II divisi 1 subdivisi tipe dentoskeletal dengan bidental protrusif disertai pergeseran midline rahang bawah; spasing; mesial tipping 16,47; malrelasi serta malposisi gigi individual. Perawatan dilakukan dengan alat cekat teknik Edgewise dengan L loop di mesial gigi 47, 16, dan vertikal loop pada interdental gigi yang malposisi. Hasil perawatan: Setelah 11 bulan perawatan gigi 47 berhasil tegak, malposisi dan malrelasi gigi terkoreksi namun masih terdapat open bite pada gigi 22, 23 terhadap 32, 33. Perawatan pada pasien masih berlangsung hingga saat ini. Penggunaan L loop pada teknik Edgewise efektif untuk penanganan kasus mesial tipping molar kedua mandibula.ABSTRACT: Uprighting Mesial Tipping of the Second due to loss of Molar with L Loop. Mesial tipping of second molar due to premature loss of first molar is the common case in adult patients. This condition induce the traumatic occlusion, functional disorders, prosthetic disorders and periodontal problems. Light and continuous strength from assisting spring is required during molar mesial tipping correction. Correction of mesial tipping in Edgewise technique can be performed using L loop. The aim of this report is to analyze the effectiveness of using L loops in correcting mandibular second molar mesial tipping. Method: 27-year-old female patient, with a chief complaint of dental crowding, open bite and chewing difficulty on the right side. Objective examinations showed crowding anterior of maxillary and mandibular dentition, malrelation and molar mesial tipping. Diagnosis: angle’s Class II division 1 subdivision type dentoskeletal malocclusion with bidental protrusive, midline shift on the lower jaw; spacing; mesial tipping 16, 47; malrelation and individual malposition. Treatment used a fixed appliance edgewise technique with L loops in mesial teeth 47, 16, and vertical loop at the interdental tooth malposition. The mesial tipping right mandibulary second molar 47 was well uprighted after 11 month of treatment. Malpositions of individual teeth and malrelation were corrected, meanwhile open bite 22, 23 toward 32, 33 has not been corrected and the treatment is still ongoing. Conclusions: The use of L loop on Edgewise technique is very effective for treatment of mandibular second molar mesial tipping.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-12-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32338
10.22146/mkgk.32338
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 3 (2016); 150-155
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32338/20245
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/33760
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
Perawatan saluran akar pada gigi parulis dengan restorasi resin komposit diperkuat pita fiber
Adisetyani, Yunnie
Mulyawati, Ema
perawatan saluran akar, parulis, fiber reinforced composite, root canal treatment, parulis, composite resin, fiber ribbon
Parulis disebut juga dengan gumboil merupakan lesi oral yang ditandai dengan erythematous papule lunak (red spot), merupakan titik fistula drainase dari abses periapikal ke dalam rongga mulut. Parulis dapat disembuhkan dengan melakukan perawatan saluran akar yang adekuat. Perawatan saluran akar sebisa mungkin dapat menghilangkan bakteri dari saluran akar dengan menciptakan lingkungan di mana organisme tidak dapat berkembang, untuk mencapai kondisi tersebut maka perlu menganut prinsip Triad Endodontik. Untuk menunjang keberhasilan perawatan saluran akar, diperlukan suatu restorasi yang adekuat. Restorasi akhir yang digunakan pada kasus ini adalah tumpatan resin komposit dengan penguat pita fiber (Fiber Reinforced Composite). Tujuan laporan kasus ini untuk melaporkan perawatan saluran akar pada molar satu kanan mandibula nekrosis pulpa disertai parulis dengan restorasi resin komposit kavitas kelas II dengan penguat pita fiber. Seorang pasien perempuan berusia 23 tahun datang dengan keluhan sakit pada gigi geraham belakang kanan bawah disertai pembengkakan pada gusi disekitar gigi tersebut sejak 7 hari yang lalu. Pembengkakan sering hilang timbul sejak 4 bulan terakhir. Pada Kasus ini dilakukan PSA dilanjutkan restorasi resin komposit diperkuat pita fiber, berhasil dilakukan pada kasus karies profunda dengan nekrosis pulpa disertai lesi bifurkasi dan periapikal. Keberhasilan perawatan dipengaruhi oleh prosedur perawatan saluran akar dan restorasi yang benar, ditandai dengan tidak adanya keluhan serta menghilangnya jaringan parulis.ABSTRACT: Root canal treatment on the tooth with parulis followed by fiber reinforced resin composite restoration. Parulis is also called a gumboil is an oral lesion characterized by a soft erythematous papule (red spot), where a fistula from a periapical abscess is draining into the oral cavity. Parulis can be cured with adequate root canal treatment. Root canal treatment as much as possible can remove bacteria from the root canal to create an environment in which the organisms can not develop, to achieve these conditions it is necessary adhere to the principle Triad Endodontics. To support the success of root canal treatment, required an adequate restoration. Final restoration which used in this case is restoration resin composite with reinforcing fiber ribbon (Fiber Reinforced Composite). The purpose of this case report is to report on the root canal treatment with composite resin restorations direct onlay class II cavities with reinforcing fiber ribbon on the right mandibular molar pulp necrosis accompanied parulis. A 23-year-old female patient came with complaints of pain in the lower right rear molars accompanied by swelling of the gums around the teeth since 7 days ago. Swelling often intermittent since last 4 months. These case do root canal treatment and followed by fiber reinforced resin composite restoration, successfully performed on profunda caries with necrosis pulpa with bifurcation lesion and periapical. The success of dental care is affected by the right procedures of root canal treatment and restoration, marked by the absence of complaints as well as the disappearance of parulis.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-12-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33760
10.22146/mkgk.33760
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 3 (2016); 156-162
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33760/20246
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/33761
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
Karakteristik kawat TMA (titanium molybdenum alloy) dan penggunaannya dalam perawatan ortodonti
Arifiani, Putri
Erwin Siregar, Erwin Siregar
Kawat TMA; beta titanium; karakteristik; TMA wire; beta titanium; characteristics
Kawat merupakan salah satu piranti yang penting dalam perawatan ortodonsia. Perkembangan terkini dari kawat ortodonsia menghasilkan beberapa jenis kawat dengan karakteristik yang berbeda-beda. Studi pustaka membahas karakteristik kawat ortodonsi beta titanium atau Titanium Molybdenum Alloy (TMA) dan penggunaannya dalam perawatan ortodonsi. Perbedaan karakteristik tiap kawat menjadi hal yang perlu dipertimbangkan secara klinis. Kawat beta titanium atau sering disebut juga dengan kawat TMA (Titanium Molybdenum Alloy), diperkenalkan pertama kali oleh Goldberg dan Charles Burstone pada tahun 1979. Kawat ini mempunyai komposisi 77,8% titanium, 11,3% molybdenum, 6,6% zirconium, dan 4,3% tin. Ion molybdenum berperan menstabilkan fasa β titanium pada suhu ruang, sedangkan zirconium dan tin berperan dalam meningkatkan kekuatan dan kekerasan. Keunggulan kawat TMA antara lain memiliki derajat kekakuan atau modulus elastisitas yang rendah, springback besar, energi potensial yang besar, formabilitas dan jointability yang baik, serta biokompatibel. Kawat TMA direkomendasikan sebagai kawat intermediate setelah aligning & leveling dengan kawat nikel titanium, dan pada tahap akhir perawatan (detailing & finishing), namun tidak direkomendasikan untuk pergerakan sliding. Hal ini disebabkan karena kawat TMA mempunyai koefisien friksi yang besar. Seiring perkembangannya, berbagai kawat TMA diproduksi dengan implantasi ion maupun coating, yang bertujuan untuk memperbaiki karakteristik fisik kawat TMA sehingga meningkatkan performa kawat TMA dalam aplikasi klinisnya.ABSTRACT: The characteristics of Titanium Molybdenum Alloy wire and its apllication in orthodontic treatment. Wire is one of the most important devices in orthodontic treatment. Recent developments in orthodontic wires result a high variety of wires with different characteristics. The differences in characteristic of each wire should be considered in clinical application. The beta titanium wire, also known as TMA (Titanium Molybdenum Alloy), was firstly introduced by Goldberg and Charles Burstone in 1979. This wire is composed of 77.8% titanium, 11.3% molybdenum, 6.6% zirconium, and 4.3% tin. Molybednum contributes to stabilize the beta phase of titanium at room temperature, while additions of zirconium and tin contribute to increase the strength and hardness of the alloy. The excellences of TMA wire are low stiffness, high springback, high potential energy, good formability, biocompatible and the ability of direct welding. TMA is recommended to be used as intermediate wires after aligning and leveling stage with nickel titanium wires, and also to be used in detailing and final finishing stage, but not recommended in space closure with sliding mechanism. It is because of the major drawback of TMA that is high coefficient of friction. As its development, a number variety of TMA wires are produced with ion implantation or coating, which aims to improve physical properties of TMA wire thus increasing its performance in clinical application.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-12-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33761
10.22146/mkgk.33761
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 3 (2016); 162-171
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33761/20247
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/33762
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
Gingival Scraping untuk Depigmentasi Gingiva
Ryan, Muhammad
Krismariono, Agung
Gingiva; gingiva depigmentasi; hiperpigmentasi;gingiva; gingival depigmentation; hyperpigmentation
Tingginya kebutuhan pasien akan penampilan yang baik, menjadikan perawatan estetik di bidang kedokteran gigi semakin berkembang dan diminati masyarakat. Salah satu perawatan estetik tersebut adalah depigmentasi gingiva. depigmentasi adalah perawatan yang bertujuan mengoreksi hiperpigmentasi gingiva yang disebabkan oleh deposisi melanin yang berlebihan oleh melanosit. Tujuan utama dari tulisan ini untuk mengetahui teknik penatalaksanaan hiperpigmentasi gingiva yang disebabkan oleh deposisi pigmen melanin. Pasien berumur 23 tahun datang dengan keluhan gusi depan berwana kehitaman. Pasien mengeluhkan warna kehitaman tersebut karena mengganggu estetik ketika tersenyum. Pasien mengaku tidak merokok. Depigmentasi dilakukan pada regio gingiva anterior atas menggunakan scalpel nomor 15. Bagian interdental dihaluskan menggunakan pisau orban kemudian irigasi dengan larutan salin steril. Pack periodontal pada daerah operasi. Gingiva depigmentasi adalah prosedur bedah yang paling sering digunakan pada kasus pigmentasi dan perawatan ini dapat mengembalikan estetika gingiva. Penyembuhan pada gingiva dalam perawatan ini cukup baik tanpa adanya infeksi dan rasa sakit berlebihABSTRACT: Gingival scraping for gingiva depigmentation. The patients high demand for making excellent appearance, make good aesthetic treatments in the field of dentistry and the growing public interest. One of these is the aesthetic treatment is gingival depigmentation. gingival pigmentation is a treatment aimed at correcting the gingival hyperpigmentation caused by excessive deposition of melanin by melanocytes. The main purpose of this paper to learn management techniques gingival hyperpigmentation caused by deposition of melanin pigment. 22-year-old patient came to the front of the black-colored gum complaints. Patients complained about the black color because it disturbs the esthetic when smiling. Patients admitted to not smoke. Gingival pigmentation performed on upper anterior region using a scalpel number 15. The interdental smoothed using a knife orban then irrigated with sterile saline solution. Periodontal pack on the area of operation. Gingival pigmentation is a surgical procedure that is most often used in cases of pigmentation and this treatment can restore the gingival aesthetic. Healing of the gingiva in this treatment quite well without the presence of infection and excessive pain.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2016-12-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33762
10.22146/mkgk.33762
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 2, No 3 (2016); 172-175
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33762/20248
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/34142
2021-05-05T03:25:25Z
mkgk:CSR
Pendekatan Psikologis pada Penatalaksanaan Burning Mouth Syndrome Akibat Konsumsi Pil Kontrasepsi
Wardhani, Rita
Dewi, Tenny Setiani
Burning Mouth Syndrome (BMS) merupakan suatu kumpulan gejala dengan karakteristik rasa panas dan sakit pada satu atau beberapa struktur mulut dengan mukosa normal tanpa adanya gejala klinis yang ditemukan. Faktor penyebab BMS ini diketahui ada tiga yaitu faktor lokal, sistemik, dan psikogenik, ketiga faktor ini dapat digali melalui anamnesis. Seorang wanita, 54 tahun, dikonsulkan dari RS.Swasta, dengan keluhan rasa panas dan perih pada lidah dan mulut. Berdasarkan anamnesis diketahui pasien merasa takut terjadi kanker mulut dan takut hamil sehingga menggunakan pil kontrasepsi tanpa konsultasi dengan dokter. Pemeriksaan ekstra oral terdapat bibir kering dan pemeriksaan intra oral ditemukan depapilasi lidah pada 1/3 anterior dorsum lidah,eritema, dan sakit. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis pasien didiagnosa dengan BMS diduga akibat penggunaan pil kontrasepsi. Terapi dari Ilmu Penyakit Mulut (IPM) diberikan obat kumur Sodium Chlorite, Vitamin B12, dan Asam Folat, edukasi tentang penggunaan obat, dan dikonsulkan ke Bagian Obsetri dan Ginekologi dan diinstruksikan untuk menghentikan pil kontrasepsi. Setelah dilakukan terapi di IPM selama 6 minggu pasien merasakan perbaikan pada rongga mulutnya. Insidensi BMS sering terjadi pada wanita dengan populasi usia premenopause dan menopause. Depresi dan kecemasan merupakan permasalahan yang sering timbul pada pasien BMS yang mengalami menopause, pada kondisi pasien dengan kecemasan tinggi penting bagi dokter gigi untuk memberikan informasi dan edukasi serta dukungan terhadap pasien. Konsultasi yang baik dapat menimbulkan pengertian yang lebih dalam sehingga pasien dapat mengeliminasi rasa cemasnya. Keberhasilan pendekatan psikologis dan medis akan membantu dalam penatalaksanaan yang tepat pada pasien BMS.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
RSHS Bandung
2021-05-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/34142
10.22146/mkgk.34142
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 2 (2018); 76-82
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/34142/31195
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/34609
2023-01-05T09:02:58Z
mkgk:ART
Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Werdani, Noranita Evi Setiya
Hanindriyo, Lisdrianto
Sriyono, Niken Widyanti
dentistry
pengetahuan; persepsi; sikap; tindakan perawat
Tindakan keperawatan pada perawatan gigi dan mulut adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat pada pasien yang tidak mampu untuk mempertahankan kebersihan gigi dan mulut secara mandiri. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus. Jenis penelitian observasional dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian diambil secara totalsampling berjumlah 62 perawat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel bebas, yaitu pengetahuan tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut di isi dengan pilihan benar atau salah; variabel persepsi dan sikap tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut diukur dengan kuesioner skala Likert. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini, telah memenuhi uji validitas (nilai korelasi ≥ 0,30) dan reliabilitas (nilai alpha cronbach ≥ 0,70). Variabel terikat yaitu tindakan perawat diukur dengan daftar tilik. Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukkan variabel sikap tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut (p = 0,156) tidak berhubungan signifikan terhadap tindakan perawat. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan variabel pengetahuan (p = 0,020), dan persepsi tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut (p = 0,008) berpengaruh signifikan terhadap tindakan perawat. Variabel pengetahuan dan persepsi memberikan konstribusi sebesar 24,3% (R2 = 0,243) terhadap tindakan perawat. Semakin baik pengetahuan dan persepsi tentang pemeliharan kebersihan gigi dan mulut, maka semakin baik tindakan perawat; Sikap tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan perawat; Persepsi tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut mempunyai pengaruh paling besar terhadaptindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
Master University
2023-01-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/34609
10.22146/mkgk.34609
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 7, No 3 (2021); 75-84
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/34609/35665
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/34609/4280
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/36534
2022-08-26T07:40:17Z
mkgk:CSR
Skleroterapi injeksi boiling water pada hemangioma tipe kavernosa mukosa bukal dekstra
Doni, Bulfendri
Widiastuti, Maria Goreti
Astuti, Elizabeth Riyati Titi
boiling water; hemangioma kavernosa; mukosa bukal; skleroterapi
Hemangioma merupakan tumor jinak pada sistem pembuluh darah. Lokasi pada rongga mulut sering ditemukan pada daerah bibir, lidah dan mukosa bukal. Terdapat tiga tipe hemangioma berdasarkan gambaran histologinya yaitu kapiler, kavernosa dan telangiektasia. Pilihan pengobatannya adalah dengan pembedahan, skleroterapi, pemberian kortikosteroid dan obat anti kanker. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk skleroterapi adalah boiling water. Panas dari injeksi boiling water akan merusak endotel sehingga menimbulkan inflamasi, terjadi fibrosis dan kemudian menimbulkan obliterasi. Tulisan ini bertujuan untuk melaporkan tindakan pengobatan hemangioma tipe kavernosa pada mukosa bukal dekstra dengan injeksi boiling water secara intralesi tanpa pembedahan. Pasien perempuan berusia 49 tahun didiagnosis mengalami hemangioma tipe kavernosa pada mukosa bukal dekstra. Riwayat ekstirpasi hemangioma 2 bulan yang lalu, namun masih tampak benjolan ukuran 2x1x0,5 cm, batas jelas, warna biru keunguan, permukaan licin, palpasi kenyal, dan nyeri tekan. Penanganan dilakukan dengan injeksi boiling water secara intralesi sebanyak 2,5 ml pada sisi anterior dan 2,5 ml pada sisi posterior. Diberikan dua tahap dengan jarak satu bulan, menggunakan prosedur yang sama. Hasil kontrol satu bulan setelah tindakan kedua didapatkan keluhan rasa tebal pada mukosa bukal dekstra saat diraba, nyeri tidak ada. Pemeriksaan klinis menunjukkan tidak ada benjolan, permukaan mukosa licin, warna sama dengan jaringan sekitar. Pemeriksaan palpasi teraba jaringan kenyal ukuran diameter 0,5 cm, nyeri tekan tidak ada. Tindakan injeksi boiling water pada hemangioma tipe kavernosa dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak ada keluhan lagi dan tidak terlihat adanya lesi. Tindakan ini dapat dijadikan pilihan penanganan hemangioma tanpa pembedahan.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-08-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/36534
10.22146/mkgk.36534
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 3 (2020); 65-71
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/36534/34508
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/36534/4887
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/36534/4888
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/37252
2023-01-05T09:02:59Z
mkgk:CSR
Immediate single complete denture
Dinarti, Suzy Ratna
Wahyuningtyas, Endang
Ismiyati, Titik
Esti Tjahjanti, Maria Theresia
immediate single complete denture; resin akrilik
Immediate single complete denture adalah gigi tiruan lengkap rahang atas atau bawah yang diinsersikan segera setelah pencabutan gigi. Immediate single complete denture dipilih agar pasien tidak kehilangan fungsi estetik, mastikasi dan fonetik setelah pencabutan serta dapat mempercepat proses penyembuhan karena berfungsi sebagai penahan bekuan darah. Pasien wanita umur 53 tahun, aktif pada kegiatan sosial, dengan riwayat sebelumnya pasien telah memakai gigi tiruan sebagian pada rahang atas dan bawah, gigi tiruan yang lama tidak stabil dengan sisa gigi pada rahang atas gigi kaninus kanan dan non vital. Pasien menginginkan gigi tersebut dilakukan pencabutan kemudian segera dipasang dengan gigi tiruan yang baru. Tujuan perawatan agar pasien tidak kehilangan fungsi estetik, pengunyahan dan bicara. Hasil dari metode perawatan immediate single complete denture resin akrilik pada rahang atas dan perawatan dengan removable partial denture resin akrilik pada rahang bawah adalah adanya gigi tiruan yang stabil, retentif, oklusi dan estetik baik. Kesimpulan perawatan immediate single complete denture resinakrilik pada pasien dapat mengembalikan fungsi pengunyahan, bicara dan estetik, serta gigi tiruan yang stabil dan retentif.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2023-01-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/37252
10.22146/mkgk.37252
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 7, No 3 (2021); 101-107
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/37252/35666
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/37252/8230
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/37279
2022-11-22T03:50:08Z
mkgk:CSR
Obturator definitif dengan two-piece hollow bulb pada defek pasca hemimaksilektomi
S, Rudy
Wahyuningtyas, Endang
Ismiyati, Titik
defek maksila; hollow bulb; obturator definitif
Keganasan sering kali terjadi di daerah rongga mulut dan biasanya dirawat melalui tindakan hemimaksilektomi. Tindakan hemimaksilektomi menimbulkan adanya defek yang membuat adanya celah antara rongga mulut dan rongga nasal, sehingga menyebabkan penderita kesulitan saat melakukan fungsi normal seperti menelan dan berbicara. Peran prostodontis dalam menangani adanya defek pada maksila adalah merehabilitasi struktur intra dan ekstra oral untuk memulihkan fungsi normal pengunyahan, fonetik, proses penelanan, dan estetika. Masalah utama rehabilitasi defek yang besar pada maksila adalah berat protesa, sehingga protesa tidak retentif. Tujuan dari laporan kasus ini adalah pembuatan obturator definitif dengan hollow bulb untuk merehabilitasi fungsi pengunyahan, fonetik, proses penelanan, dan estetika. Kasus pasien wanita 24 tahun, tersisa gigi 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, dan 18 disertai dengan defek pada maksila sebelah kiri pasca hemimaksilektomi dengan klasifikasi Aramany klass I. Perawatan yang dipilih adalah pembuatan obturator definitif dengan two-piece hollow bulb dari bahan resin akrilik. Kesimpulan dari laporan kasus iniadalah obturator definitif dengan two-piece hollow bulb dari bahan resin akrilik dapat merehabilitasi defek pada maksila pasca hemimaksilektomi sehingga mengembalikan fungsi pengunyahan, fonetik, proses penelanan, dan estetika.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-11-22
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/37279
10.22146/mkgk.37279
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 7, No 2 (2021); 65-70
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/37279/35150
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/37279/5224
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/37280
2023-01-05T09:03:00Z
mkgk:CSR
Definitive mandibular guide flange prosthesis pada pasien pasca hemimandibulektomi dekstra
Ariawan, Sigit
Wahyuningtyas, Endang
Saleh, Suparyono
Indrastuti, Murti
guide flange; hemimandibulektomi; mandibular prosthesis
Tindakan operasi pada daerah maksilofasial dapat mengakibatkan cacat wajah, gangguan fungsi bicara, penelanan, pengunyahan, estetik serta gangguan kejiwaan. Hilangnya kontinuitas mandibula dapat mengganggu keseimbangan fungsi mandibula, menyebabkan gerakan mandibula yang berubah-ubah, sehingga terjadi kecacatan, sulit menelan, gangguan bicara dan artikulasi, serta deviasi dari sisa fragmen menuju sisi yang dioperasi. Saat membuka mulut, deviasi ini meningkat dan mengarah ke pembukaan dan penutupan secara angular. Perangkat korektif bernama guide flange prosthesis ditunjukkan untuk mengatasi manifestasi klinis tersebut. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mengkaji penggunaan mandibular guide flange prosthesis pada pasien pasca hemimandibulektomi dekstra, sebagai rehabilitasi fungsi pengunyahan, penelanan, fonetik dan estetika. Kesimpulan dari laporan kasus ini adalah protesa mandibula dengan guide flange dari bahan resin akrilik dapat merehabilitasi defek pada mandibula pasca hemimandibulektomi sehingga mengembalikan fungsi pengunyahan, fonetik, proses penelanan dan estetika.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2023-01-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/37280
10.22146/mkgk.37280
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 7, No 3 (2021); 108-112
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/37280/35668
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/37280/5226
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/37280/5227
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/37775
2022-11-22T03:50:09Z
mkgk:CSR
Periodontitis kronis pada pasien dengan penyakit diabetes melitus
Purbowati, Bondan
Kurniawan, Aris Aji
diabetes melitus; periodontitis kronis
Peridontitis kronis merupakan penyakit peradangan pada jaringan periodontal yang disebabkan oleh bakteri pada subgingiva. Periodontitis diawali dengan adanya inflamasi pada gingiva, berlajut ke struktur jaringan penyangga gigi seperti sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Selain peranan bakteri dalam menyebabkan periodontitis, terdapat pula peranan penyakit sistemik pada periodontitis seperti diabetes melitus (DM). Laporan kasus ini bertujuan untuk memaparkan kondisi periodontitis kronis pada pasien dengan diabetes melitus. Pasien wanita berusia 64 tahun mengeluhkan gigi geliginya goyang sejak beberapa tahun terakhir. Pasien diketahui memiliki riwayat penyakit diabetes melitus dan sedang menjalani pengobatan rutin. Pemeriksaan klinis pada rongga mulut menunjukkan adanya resesi pada gigi anterior baik maksila maupun mandibula, disertai kegoyahan gigi geligi, dan xerostomia. Komplikasi DM adalah perubahan integritas mikrovaskular, yang sering menyebabkan kerusakan organ. Kondisi hiperglikemia mengakibatkan protein serta molekul matriks mengalami non-enzymatic glycosylation yang menghasilkan advanced glycation end products (AGE) pada jaringan termasuk periodonsium. AGE turut berinteraksi dengan kolagen dan membuat kolagen lebih sulit diperbaiki bila mengalami kerusakan. Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai manifestasi di rongga mulut, salah satunya adalah terjadinya periodontitis.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-11-22
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/37775
10.22146/mkgk.37775
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 7, No 2 (2021); 71-74
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/37775/35151
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/43820
2022-11-22T03:50:05Z
mkgk:CSR
Tindakan odontektomi multipel pasien HIV/AIDS
Maharani, Intan
Widiastuti, Maria Goreti
Rahardjo, Rahardjo
antiretroviral (ARV); CD 4; HIV/AIDS; interaksi obat; manajemen dental
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh, dengan target utama limfosit T CD4. Jumlah limfosit T CD4 dapat digunakan untuk mengambil keputusan tentang inisiasi Antiretroviral (ARV) dan pemantau perkembangan penyakit. Pertimbangan tindakan operasi bedah mulut harus memperhatikan kondisi imunosupresi penderita HIV. Pengobatan HIV menggunakan ARV dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping gangguan fungsi hati, anemia, dan alergi, sehingga penggunaannya perlu diperhatikan untuk mencegah infeksi oportunistik. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pertimbangan tindakan bedah mulut pada pasien HIV/AIDS. Pasien laki-laki berusia 22 tahun, penderita HIV/AIDS dengan hitungCD4 >500 sel/μL. Pasien mengkonsumsi ARV dalam bentuk FDC (Fixed Dosed Combination) yang mengandung Tenofovir 300 mg, Hiviral 300 mg, dan Efavirenz 600 mg. Bius umum dilakukan pada tindakan odontektomi multipel dengan pemilihan obat injeksi Ceftriaxon, Ketorolac, Ranitidin, Asam Tranexamat, dan obat peroral Cefixime, Kalium Diklofenak, Paracetamol. Pemilihan obat-obatan tersebut berdasarkan interaksi dengan ARV yang digunakan pasien. Alat Proteksi Diri (APD) selama tindakan bedah perlu digunakan untuk mencegah penularan ke operator. Tindakan odontektomi multipel pada pasien ini menunjukkan hasil yang baik dengan tidak adanya keluhan, pembengkakan pada pipi, dan parestesi 7 hari setelah tindakan. Pasien juga menunjukkan pembukaan mulut normal dan penyembuhan luka yang baik. Kesimpulan: tindakan odontektomi multipel dapat dilakukan pada penderita HIV/AIDS dengan mempertimbangkan status CD 4 dan pemilihan obat.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-11-22
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/43820
10.22146/mkgk.43820
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 7, No 2 (2021); 43-50
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/43820/35146
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/44018
2022-08-26T07:40:19Z
mkgk:CSR
Perawatan relasi skeletal kelas II menggunakan alat ortodonti lepasan tiga tahap
Astari, Lydia
Ardhana, Wayan
Christnawati, Christnawati
alat lepasan tiga tahap; perawatan ortodonti dengan ekstraksi; relasi skeletal Kelas II
Relasi skeletal Kelas II terjadi terutama karena faktor keturunan serta kombinasi faktor lingkungan seperti kebiasaan buruk atau karies rampan pada periode gigi desidui. Relasi skeletal Kelas II sering menghasilkan penampilan bibir inkompeten, profil cembung, dan protrusif gigi anterior. Salah satu rencana perawatan untuk mengoreksi kondisi tersebut adalah perawatan dengan ekstraksi 4 gigi premolar yang diikuti pemakaian alat ortodonti lepasan beberapa tahap. Artikel ini bertujuan untuk mempresentasikan perawatan pada seorang pasien wanita berusia 12 tahun yang didiagnosis maloklusi Angle Kelas I, dengan overjet berlebih, gigitan dalam anterior, gigitan silang unilateral pada molar kiri, dan profil wajah cembung. Hasil pengukuran sefalometri mengindikasikan relasi skeletal Kelas II. Alat ortodonti lepasan tiga tahap dipilih untuk merawat kasus ini. Plat aktif tahap pertama diinsersikan untuk meretraksi gigi premolar, kaninus, dan gigi-gigi insisivus setelah dilakukan pencabutan gigi 14, 24, 35, dan 45. Perawatan tahap dua menggunakan plat ekspansi unilateral rahang atas untuk mengoreksi gigitan silang molar kiri. Perawatan tahap tiga menggunakan plat peninggi gigitan miring rahang atas untuk mereduksi overjet dan overbite serta memajukan rahang bawah. Kesimpulan hasil perawatan selama 24 bulan menunjukkan bahwa perawatan ortodonti menggunakan alat lepasan tiga tahap efektif mengoreksi overjet dan overbite, menghasilkan relasi dental dan skeletal Kelas I, memperbaiki profil wajah menjadi lebih estetis, dan memberikan kepuasan kepada pasien.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-08-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/44018
10.22146/mkgk.44018
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 3 (2020); 85-92
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/44018/34512
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/44384
2023-02-09T03:39:15Z
mkgk:CSR
Teknik mencetak neutral zone pada pembuatan overdenture dengan kombinasi tiga jenis penyangga
Kawilarang, Kevin Christopher
Ismiyati, Titik
Indrastuti, Murti
Kusuma, Herijanti Amalia
bare root; koping; magnet; neutral zone; overdenture
Resorpsi residual ridge yang parah sering kali menyebabkan kegagalan perawatan gigi tiruan lengkap akibat rendahnya stabilitas dan retensi. Terdapat beberapa cara untuk dapat meningkatkan residual ridge, antara lain dengan modifikasi teknik mencetak dan menggunakan sisa gigi asli sebagai penyangga untuk perawatan overdenture. Teknik mencetak neutral zone dapat meningkatkan stabilitas gigi tiruan. Teknik ini memungkinkan penyusunan anasir gigipada daerah keseimbangan otot. Penggunaan sisa gigi asli sebagai penyangga untuk perawatan overdenture terbukti efektif dalam menambah stabilitas, retensi, mencegah resorpsi residual ridge, dan memberikan proprioseptif yang lebih baik. Pemilihan jenis penyangga disesuaikan dengan keadaan sisa gigi dan pada beberapa kasus dilakukan kombinasi beberapa jenis penyangga. Tujuan penulisan ini untuk melaporkan teknik mencetak neutral zone padapembuatan tooth supported overdenture dengan kombinasi tiga jenis penyangga. Kasus pasien wanita 50 tahun, tersisa gigi 13, 14, 33, 34, 35, 47, serta sisa akar gigi 32 dan 38. Perawatan yang dipilih adalah tooth supported overdenture menggunakan kombinasi penyangga koping pendek pada gigi 13 dan 14, magnet pada gigi 33, dan bare root pada gigi 34 dan 35. Pencabutan dilakukan pada gigi 47 serta sisa akar gigi 32 dan 38. Pada rahang bawahdilakukan pencetakan dengan teknik neutral zone menggunakan bahan polyether medium body yang diletakkan di atas base plate rahang bawah dengan bantuan retensi kawat, kemudian pasien diinstruksikan untuk menggerakkan bibir, menelan, dan mengucapkan huruf vokal. Pencetakan neutral zone dalam pembuatan tooth supported overdenture pada residual ridge yang resorpsi dapat memudahkan operator dalam menentukan posisi penyusunananasir gigi pada harmonisasi otot, sehingga tekanan otot di sekitar gigi tiruan dapat membantu meningkatkan retensi, stabilitas, dan kenyamanan gigi tiruan pada saat berfungsi.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2023-02-09
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/44384
10.22146/mkgk.44384
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 8, No 1 (2022); 28-35
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/44384/35826
Copyright (c) 2022 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/46252
2021-05-06T04:30:45Z
mkgk:CSR
Rehabilitasi pasien pasca hemimaksilektomi dengan obturator resin akrilik
Fahlevy, Mohammad Faid
Dipoyono, Haryo Mustiko
Tjahjanti, Esti
Wahyuningtyas, Endang
akrilik; hemimaksilektomi; obturator; resin
Hemimaksilektomi merupakan operasi pengangkatan sebagian dari palatal dan maksila yang mengakibatkan defek pada integritas rongga mulut. Defek menyebabkan terjadinya hubungan antara rongga hidung dan mulut serta malformasi palatum dan agenese gigi. Penutupan defek dilakukan dengan menggantikan jaringan keras, lunak, dan gigi yang hilang menggunakan protesa maksilofasial intraoral yaitu obturator. Laporan kasus ini bertujuan mengkaji rehabilitasi obturator resin akrilik. pada pasien pasca hemimaksilektomi. Pasien pria, 55 tahun datang ke RSGM Prof. Soedomo dengan keluhan defek pada palatal yang mengakibatkan suara sengau. Pemeriksaan menunjukkan terdapat defek pada bagian kanan palatum durum, defek gingiva labial dexter, serta kehilangan gigi 12, 13, 14, 15, 16, dan 17. Tatalaksana perawatan: Pasien dibuatkan obturator resin akrilik untuk menutup defek pada palatum pasca hemimaksilektomi dan menggantikan gigi yang hilang. Pencetakan menggunakan hidrokoloid irreversible yang diberi kain kassa pada defek untuk menahan bahan cetak agar tidak masuk ke hidung. Insersi obturator menunjukkan penutupan defek palatum oleh obturator resin akrilik menutup dengan baik. Retensi, stabilisasi dan oklusi pada pemakaian obturator baik, suara sengau berkurang, sayap labial menutup defek gingiva labial. Pada kontrol 1 minggu tidak ada keluhan, pasien merasa puas, suara sengau berkurang, estetis, pengunyahan dan penelanan baik. Kesimpulan: Obturator resin akrilik dapat merehabilitasi defek palatal pasca hemimaksilektomi dan mengembalikan fungsi bicara, penelanan, pengunyahan, dan estetik.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
department of prosthodontics
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/46252
10.22146/mkgk.46252
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 3 (2018); 83-87
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/46252/31196
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/46389
2022-11-22T03:50:07Z
mkgk:CSR
Penggunaan gigi tiruan untuk rehabilitasi perubahan otot wajah akibat kehilangan gigi
Ruspita, Intan
Tjahjanti, Esti
Sugiatno, Erwan
Dipoyono, Haryo Mustiko
gigi tiruan; otot wajah; rehabilitasi
Perubahan dimensi jaringan lunak dan tulang paska pencabutan gigi dapat menyebabkan perubahan estetika wajah. Hal ini disebabkan karena gigi berfungsi untuk mendukung otot wajah, tanpa dukungan gigi wajah terlihat berkerutdan lebih tua. Perubahan yang terlihat pada wajah meliputi lipatan nasolabial menjadi lebih dalam, sudut mulut turun, bibir menipis, bibir atas terlihat panjang dan hidung terlihat lebih besar akibat hilangnya dukungan bibir atas. Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki keadaan tersebut adalah pembuatan gigi tiruan yang dapat mendukung kembali otot wajah. Tujuan artikel ini yaitu untuk menginformasikan akibat kehilangan gigi pada perubahan otot wajah dan usaha memperbaikinya menggunakan gigi tiruan. Seorang wanita usia 67 tahun datang ke RSGM Prof Soedomo dengan keluhan merasa rendah diri karena wajah terlihat lebih tua akibat hilangnya seluruh gigi pada rahang atas dan bawah. Tatalaksana kasus 1). Anamnesa, 2). Pemeriksaan klinis dan radiografis, 3). Pencetakan rahang, 4). Pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) kerangka logam untuk rahang atas dan rahang bawah, 5). Insersi GTL. Pembuatan GTL pada rahang atas dan rahang bawah yang sesuai dengan kaidah pembuatan gigi tiruandapat memperbaiki estetika akibat hilangnya dukungan otot wajah. Kesimpulan dari penggunaan GTL konvensional yang dibuat sesuai dengan prinsip prostodontik yang ditetapkan dapat mengembalikan estetika otot wajah akibat kehilangan gigi.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-11-22
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/46389
10.22146/mkgk.46389
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 7, No 2 (2021); 58-64
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/46389/35149
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/46389/8226
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/48572
2022-07-15T03:23:58Z
mkgk:CSR
Eagle syndrome: gambaran pemanjangan prosesus styloideus yang terlihat pada pemeriksaan radiografis panoramik rutin
Suntana, Mutiara Sukma
Trisusanti, Ratna
Sopandi, Iwan
eagle syndrome; pemeriksaan radiograf rutin; radiograf panoramik
Eagle syndrome merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh pemanjangan prosesus styloideus akibat dari mineralisasi dari sebagian atau seluruh ligamen stylohyoid. Merupakan kasus yang jarang terjadi dengan hanya 4% dari kejadian yang menunjukkan gejala. Etiologi pasti sindrom ini masih belum diketahui, diduga berhubungan dengan osifikasi prosesus styloideus yang abnormal. Sindrom ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dan biasanya terjadi pada sisi bilateral. Gejala klinis yang mungkin dirasakan pada kasus ini adalah rasa sakit pada daerah tenggorokan dan telinga, vertigo, batuk, pusing, sinusitis, infeksi konjungtiva, sakit kepala, nyeri ketika memutarkan kepala dan sakit menelan. Pemeriksaan dengan radiograf panoramik sebagai penunjang dapat memperlihatkan sindrom ini dengan cukup baik karena memperlihatkan prosesus styloideus pada sisi bilateral. Studi kasus ini membahas tentang dua kasus Eagle syndrome yang terlihat pada pemeriksaan radiograf rutin panoramik tanpa disertai gejala klinis pada pasien. Gambaran pemanjangan prosesus styloideus yang terlihat pada radiograf panoramik dapat diinterpretasi sebagai Eagle syndrome. Kemampuan dokter gigi dalam melakukan interpretasi radiograf dapat membantu dalam menegakkan suspek diagnosis Eagle syndrome.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-07-15
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/48572
10.22146/mkgk.48572
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 1 (2020); 14-17
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/48572/34275
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/49157
2022-07-15T03:23:59Z
mkgk:CSR
Diagnosis pneumatisasi sinus maksilaris menggunakan cone-beam computed tomography (CBCT)
Prativi, Shinta Amini
CBCT; pneumatisasi; radiograf panoramik; sinus maksilaris
Variasi anatomi sinus maksilaris berhubungan erat dengan bagaimana letaknya dengan akar gigi posterior maksila, salah satunya adalah pneumatisasi sinus maksilaris yang dapat mempengaruhi rencana perawatan dalam ortodonti dan dental implant. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisa gambaran pneumatisasi sinus maksilaris dalam penilaian radiografi. Pasien laki-laki berusia 30 tahun dengan gigi yang berjejal direncanakan untuk dilakukan perawatan ortodonti. Pasien dirujuk ke bagian radiologi untuk dilakukan pemeriksaan radiografis panoramik. Radiograf panoramik menunjukan kedua area sinus maksilaris yang meluas ke inferior area tulang alveolar hingga area posterior border maksila. Untuk memastikan keadaan tulang alveolar pada gigi posterior maksila, pasien dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan Cone Beam computed Tomography (CBCT). Pada pencitraan CBCT, potongan sagital menunjukan perluasan sinus maksilaris kanan dari apikal 12 hingga ke posterior border maksila, sedangkan sisi kiri dari apikal 23 hingga posterior maksila disertai resorpsi tulang alveolar pada kedua sisi maksila. Pneumatisasi sinus maksilaris dipengaruhi banyak faktor salah satunya pencabutan gigi molar posterior maksila. CBCT dapat membantu mengkonfirmasi ukuran dan gambaran sinus maksilaris lebih baik dibandingkan radiograf panoramik.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-07-15
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49157
10.22146/mkgk.49157
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 1 (2020); 24-31
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49157/34277
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/49225
2020-03-02T01:55:11Z
mkgk:CSR
Last tooth in the arch syndrome management by using triple tray technique
Lina, Lina
Dipoyono, Haryo Mustiko
Tjahjanti, Maria Theresia Esti
Indrastuti, Murti
last tooth in the arch syndrome; fixed bridge; triple tray technique
Inter occlusal record serves as a guide to copy the upper and lower jaw relationship of the oral cavity to the articulator. Proper inter occlusal record minimizes the adjustment time of fixed denture in the patient’s mouth, thus saves the working time and cost. The making of fixed unilateral dentures involving the posterior teeth as abutments is often difficult in term of placing the working model of the upper jaw and lower jaw in articulator with proper occlusion (last tooth in the arch syndrome), therefore it is necessary to use inter occlusal record. One method to produce precise and simple inter occlusal record is a triple tray technique. This report provided information about how to use triple tray technique to produce inter occlusalrecord in the preparation of fixed denture of a patient with last tooth in the arch syndrome. A 54 years old male patient came to Prof. Soedomo Dental Hospital, Yogyakarta, Indonesia for a treatment using a denture due to the extraction of 16, 14, 24, 25, 26, and 46. The management of this case was comprised of anamneses, clinical and radiographic examination, first stage preparation of abutment tooth on 45 and 47, triple tray try in on prepared teeth, adjustment of the size of gauze, materials bite registration positioning on the surface of the upper and lower triple tray, inter occlusal record with a triple tray technique on maximum inter cusp position, the excess of bite registration materials trimming, articulator mounting, laboratory processing, and the fixed bridge insertion. Furthermore, stage II and III tooth preparation were performed using the same procedure. Based on our work, the triple tray technique is a simple method to produce an accurate inter occlusal record on a patient with a last tooth in the arch syndrome. ABSTRAKInter occlusal record berfungsi sebagai catatan untuk memindahkan hubungan rahang atas dan bawah dari rongga mulut ke artikulator. Inter occlusal record yang tepat meminimalkan penyesuain gigi tiruan cekat dalam rongga mulut sehingga menghemat waktu perawatan dan biaya. Pembuatan gigi tiruan cekat unilateral yang melibatkan gigi paling posteriorsebagai gigi penyangga seringkali terhambat karena kesulitan penempatan model kerja rahang atas dan rahang bawah pada artikulator dengan oklusi yang tepat (last tooth in the arch syndrome) sehingga diperlukan inter occlusal record. Salah satu teknik inter occlusal record yang sederhana dan akurat adalah menggunakan triple tray technique. Laporankasus ini memberikan informasi mengenai penggunaan triple tray technique untuk menghasilkan inter occlusal record dalam pembuatan gigi tiruan cekat pada kasus last tooth in the arch syndrome. Pasien laki-laki 54 tahun datang ke RSGM Prof. Soedomo Yogyakarta, Indonesia untuk dibuatkan gigi tiruan karena gigi 16, 14, 24, 25, 26, dan 46 telahdiekstraksi. Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi anamnesa, pemeriksaan klinis dan radiografi, preparasi gigi penyangga tahap pertama pada elemen 45 dan 47, try in triple tray pada gigi yang dipreparasi, penyesuaian ukuran kasa, peletakkan bahan bite registration di permukaan atas dan bawah triple tray, inter occlusal record dengan triple tray technique pada maximum inter cusp position, pengurangan kelebihan bahan bite registration, penanaman padaartikulator, pemrosesan di laboratorium, dan insersi gigi tiruan cekat. Selanjutnya, dilakukan preparasi gigi penyangga tahap II dan III dengan prosedur yang sama. Berdasarkan laporan kasus ini, triple tray technique merupakan teknik inter occlusal record yang sederhana dan akurat pada kasus last tooth in the arch syndrome.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2019-09-02
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49225
10.22146/mkgk.49225
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 1 (2017); 3-10
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49225/25388
Copyright (c) 2019 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/49226
2020-03-02T01:55:11Z
mkgk:CSR
Root canal obturation with bioceramic sealer after apexification with calcium-hydroxide
Rahmiwati, Rahmiwati
Mulyawati, Ema
open apex; apexification; calcium hydroxide; bioceramic sealer
An open apex on necrotic pulp is a common clinical cases. This condition complicates the root canal treatment by the risk of extrusion and the risk of fracture due to the thin canal walls. The aim of this case report was to describe the procedure of calcium hydroxide and bioceramic sealer use in the treatment of an open apex. A 24 years old male patient came to Oral and Dental Hospital Prof. Soedomo, Yogyakarta, Indonesia to have a treatment on his left maxillary central incisor that was injured 10 years ago. There was no pain history on the related tooth. An examination on element 21 showed an Ellis class IV fracture, fistula, discoloration, negative thermal test Chlor Ethyl (CE) and a radiolucent area around an open apex. Treatments were including apexification, bleaching, and direct composite veneer with Fiber-Reinforced-Composite post. Apexification was performed using calcium hydroxide for 3 + 3 months. After 6 months, a rather dense calcified material that was slightly shorter than the apex was observed. A checking procedure by inserting a file into the root canal showed that a hard tissue barrier had been formed. Obturation was then performed using bioceramic sealer. Bioceramic sealer was expected to strengthen the root against the risk of fracture, to continue the stimulation of tissue formation and to fill the remaining void left by apexification. Although Mineral Trioxide Aggregate (MTA) is widely use to replace calcium hydroxide, the classic material was proven to be suitable for the treatment of open apex. This is particularly useful because MTA is not always easy to obtain. ABSTRAKApeks terbuka pada nekrosis pulpa merupakan kasus klinis yang sering dijumpai. Keadaan ini menyulitkan perawatan saluran akar karena risiko ekstrusi serta risiko fraktur pada dinding saluran akar yang tipis. Tujuan laporan kasus ini adalah menunjukkan penggunaan kalsium hidroksida dan siler biokeramik untuk perawatan kasus apeks terbuka. Pasien laki-laki 24 tahun datang ke RSGM Prof. Soedomo, Yogyakarta, Indonesia untuk merawat gigi insisivus sentralis kiri maksila yang terkena benturan karena jatuh 10 tahun yang lalu. Gigi tidak pernah dirasakan sakit. Pemeriksaan pada gigi 21 menunjukkan fraktur Ellis kelas IV, fistula, diskolorasi, tes termal dengan Chlor Ethyl (CE) negatif dan area radiolusen di sekitar apeks yang terbuka. Perawatan yang dilakukan meliputi apeksifikasi, bleaching, restorasi vinir direkkomposit dengan pasak Fiber Reinforced Composite. Apeksifikasi dilakukan menggunakan kalsium hidroksida selama 3 + 3 bulan. Setelah 6 bulan gambaran radiograf menunjukkan adanya bahan terkalsifikasi agak padat yang terletak sedikit lebih pendek dari apeks. Pengecekan dengan file dalam saluran akar menunjukkan sudah adanya barrier jaringankeras. Selanjutnya obturasi dilakukan menggunakan siler biokeramik. Siler biokeramik diharapkan dapat memperkuat akar dari risiko fraktur, melanjutkan stimulasi pembentukan jaringan, serta mengisi rongga yang tidak tertutupi dengan apeksifikasi. Walaupun Mineral Trioksid Agregat (MTA) telah banyak menggantikan kalsium hidroksida, namun bahanklasik ini terbukti dapat digunakan untuk merawat apeks terbuka. Hal ini terutama bermanfaat karena MTA tidak selalu mudah didapat.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2019-09-02
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49226
10.22146/mkgk.49226
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 1 (2017); 11-20
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49226/25389
Copyright (c) 2019 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/49227
2020-03-02T01:55:11Z
mkgk:CSR
Acrylic resin removable partial overdenture with bare root on extruded 45
Suhono, Rosa Sharon
Wahyuningtyas, Endang
Ismiyati, Titik
Kusuma, Heriyanti Amalia
bare root overdenture; removable partial denture; extrus
Bare root overdenture is a denture supported by a dome-shaped endodontic treated teeth with height 2-3 mm above the gingival surface. All prepared area of 45 was filled with composite material. The abutment teeth resisted the alveolar bone resorption process and maintains the height of alveolar crest, in order to support the retention and stability of removable partial denture (RPD). The aim of this case study was to investigate the treatment of acrylic resin RPD with bare root overdenture on extrusion tooth 45. A 54 years old male patient with loss of teeth 18, 17, 15, 14, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 38, 37, 36, 35, 32, 31, 44, 46 was presented in Prof. Soedomo Dental Hospital Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.Tooth 45 was extruded thus promoted locked occlusion. This case management was comprised of anamnesis, clinical examination, study model impression, design of RPD with bare root overdenture on tooth 45, endodontic treatment, dome-shaped preparation, filling with composites material cover the entire surface of prepared tooth 45, working model impression, determination of maxilla-mandibular relation, artificial teeth arrangement, try-in denture, insertion, and control. Evaluation after insertion showed good retention and stability, established good occlusion and satisfied aesthetic by using the RPD with bare root overdenture on tooth 45. At control appointment, patients described comfortable feeling because the use of bare root overdenture could maintain the denture stability and retention, and there was no locked occlusion when RPD was used. In this reported case, the RPD with bare root overdenture on extruded 45 repaired occlusion and aesthetic of patient and did not lock the occlusion. ABSTRAKBare root overdenture adalah gigi tiruan yang didukung oleh gigi yang telah dirawat endodontik dan dipreparasi dengan bentuk dome-shaped setinggi 2-3 mm di atas permukaan gingival serta dilakukan penambalan komposit menutupi seluruh area yang dipreparasi. Adanya gigi pendukung dapat menghambat proses resorpsi tulang alveolar dan tinggi processus alveolaris dapat dipertahankan dalam menunjang retensi dan stabilitas gigi tiruan lepasan. Laporan kasus ini bertujuan untuk mengkaji perawatan gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) resin akrilik dengan penyangga bare root pada gigi 45 ekstrusi. Pasien laki-laki berusia 54 tahun dengan kehilangan gigi 18, 17, 15, 14, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 38, 37, 36, 35, 32, 31, 44, 46 datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Gigi 45 ekstrusi, sehingga mengakibatkan oklusi terkunci. Penatalaksanaanpasien dilakukan sebagai berikut: anamnesa, pemeriksaan klinis, perawatan endodontik dan preparasi serta penambalan dengan komposit pada gigi 45, pembuatan desain GTSL resin akrilik dengan penyangga bare root gigi 45, pencetakan model kerja, menentukan relasi maksila – mandibula, penyusunan gigi, percobaan protesa malam, insersi, dan kontrol. Insersi menunjukkan retensi, stabilisasi, oklusi, dan estetis baik pada GTSL dengan bare root gigi 45.Hasil kontrol menunjukkan pasien merasa nyaman kerena penggunaan bare root overdenture dapat mempertahankan stabilitas gigi tiruan dan oklusi tidak terkunci saat GTSL berfungsi. Dari kasus yang dilaporkan dapat disimpulkan GTSL dengan penyangga bare root pada gigi 45 ekstrusi dapat memperbaiki fungsi oklusi dan estetis yang baik, serta tidak mengakibatkan oklusi terkunci.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2019-09-02
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49227
10.22146/mkgk.49227
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 1 (2017); 21-27
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49227/25390
Copyright (c) 2019 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/49228
2020-03-02T01:55:11Z
mkgk:CSR
Misdiagnose of fine needle aspiration biopsy
Damanhuri, Rahma Yulinda
Widiastuti, Maria Goreti
Rahajoe, Poerwati Soetji
FNAB; Histopathologic biopsy; Squamous cell carcinoma
The accuracy of biopsy on oral malignant lesion examination depends on the adequacy of clinical information obtained, biopsy type and procedure, determination of biopsy site, and integrity of biopsy tissue. Fine needle aspiration biopsy (FNAB) is one of among cytology examinationthat can be used for oral lesion. However, the results are variative, either false positive or false negative. The adequate management of a malignant lesion started with an accurate diagnosis. Histopathology and tissue biopsy examination is a gold standard in diagnosis determination of suspected malignant lesion. The aim of this case study was to report a refferal case of misdiagnosed lower lip squamous cell carcinoma using FNAB examination. Patient reffered from local hospital with squamous cell carcinoma lesion misdiagnosed as a benign cystic lesion prone to mucocele through FNAB finding. From this case study, it was concluded that FNAB examination is not reliable to diagnose superficial lesions, such as cystic lesions and SCC in the lower lip. ABSTRAKKetepatan diagnosis dari pemeriksaan lesi ganas rongga mulut tergantung pada adekuatnya informasi klinis yang didapatkan, jenis dan prosedur biopsi yang tepat, pemilihan tempat biopsi dan pemenuhan syarat dari jaringan biopsi. Aspirasi jarum halus (AJH) merupakan salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan untuk lesi di mulut, namun hasil pemeriksaan AJH masih ada yang dilaporkan false negative maupun false positive dengan hasil yang bervariasi.Penanganan yang tepat pada lesi ganas dimulai dengan melakukan diagnosis yang akurat. Standar baku dalam mendiagnosa terletak pada pemeriksaan histopatologi dari biopsi jaringan yang dicurigai mengalami lesi ganas. Tujuan studi kasus ini adalah melaporkan suatu kasus rujukan kesalahan diagnosis squamous cell carcinoma bibir bawah dengan pemeriksaan AJH. Seorang pasien rujukan dari salah satu RSUD dengan lesi squamous cell carcinoma yangdidiagnosis benigna cystic lesion yang condong ke mucocele melalui pemeriksaan AJH. Kesimpulan studi kasus ini adalah pemeriksaan AJH tidak tepat digunakan untuk kasus lesi superfisial seperti lesi kistik dan SCC di bibir bawah.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2019-09-02
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49228
10.22146/mkgk.49228
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 1 (2017); 28-34
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49228/25391
Copyright (c) 2019 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/49229
2020-03-02T01:55:11Z
mkgk:CSR
Bicuspidization and crown lengthening on mandibular second molar
Dewi, Putu Mariati Kaman
Untara, Raphael Tri Endra
bicuspidization; crown lengthening; mandibular second molar
Endodontically treated teeth were more susceptible to fractures due to loss of coronal sections caused by caries, trauma, and root canal treatment itself. Posts are used to increase the retention of the restoration on the tooth with extensive defect. Radix Anchor system is one of metal post that has a high elastic modulus and with the excessive mastication forces, it can lead to fractures. This article reported the result of surgical endodontic treatment followed by porcelain fused to metal crown on endodontically treated tooth which fracture after being restored with Radix Anchor post. A 46 years old male patient came with complaints of pain in the lower right molar after eating a solid food. Root canal treatment was conducted onthe same tooth 2 years ago. According to subjective, objective and radiograph examination, diagnosis of this case is non-vital tooth after root canal treatment with class VI Ellis fracture and grade 2 bifurcation lesion. The treatment for this case is bicuspidization and crown lengthening of the tooth 47. The tooth was restored with full porcelain fused to metal crown and fiber post on mesial root. One month after treatment, the symptoms diminished and the tooth was normallyfunctioned. Bicuspidization was an alternative treatment to avoid extraction and preserve remaining tooth strucure to build a functional restoration. ABSTRAKGigi pasca perawatan saluran akar rentan mengalami fraktur karena kehilangan bagian koronal yang cukup banyak akibat karies, trauma, serta perawatan saluran akar itu sendiri. Pasak digunakan untuk meningkatkan retensi restorasi pada gigi dengan kerusakan yang luas. Radix anchor adalah salah satu pasak metal yang memiliki modulus elastisitas yang tinggi sehingga tekanan pengunyahan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Studi kasus inimelaporkan hasil perawatan bikuspidisasi dan crown lengthening yang diikuti restorasi mahkota porselin fusi metal pada gigi pasca perawatan saluran akar yang mengalami fraktur setelah direstorasi dengan pasak Radix Anchor. Seorang pasien laki-laki usia 46 tahun datang dengan keluhan gigi geraham kanan bawah sakit saat mengunyah setelah makan makanan keras. Gigi tersebut pernah dilakukan perawatan saluran akar 2 tahun yang lalu. Berdasarkan pemeriksaan subjektif, objektif dan radiografis, diagnosis dari kasus ini adalah gigi nonvital pasca perawatan saluran akar disertai fraktur Ellis kelas VI dan lesi pada bifurkasi derajat 2. Perawatan yang dilakukan adalah bikuspidisasi gigi 47 dan crown lengthening, kemudian gigi direstorasi dengan mahkota penuh porselin fusi metal dengan pasak fiber pada akar mesial. Satu bulan pasca perawatan menunjukkan bahwa gejala sakit saat mengunyah sudah tidak ada dan gigi dapat berfungsi dengan normal. Bikuspidisasi merupakan perawatan alternatif untuk menghindari pencabutan gigi dan menjaga jaringan keras yang tersisa untuk membangun restorasi yang fungsional.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2019-09-02
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49229
10.22146/mkgk.49229
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 1 (2017); 35-41
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49229/25392
Copyright (c) 2019 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/49471
2022-07-15T03:23:59Z
mkgk:CSR
Pembuatan ulang protesa mata non-fabricated untuk rehabilitasi estetik
Sugiantara, I Gede Putu Sukrasena
Dipoyono, Haryo Mustiko
Ismiyati, Titik
Wahyuningtyas, Endang
okular; protesa mata; protesa non-fabricated; refabrikasi
Kehilangan salah satu atau kedua dari bola mata merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi keadaan psikologis, fungsi organ sekitar, dan gangguan estetis wajah. Pembuatan protesa mata merupakan salah satu solusi terbaik untuk mengembalikan kepercayaan diri pasien, mencegah kolaps kelopak mata dan menahan bentuk rongga mata, sehingga rehabilitasi estetis pasien dapat terwujud. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk memberikan informasi tentang proses pembuatan protesa mata menggunakan bahan resin akrilik dalam upaya memperbaiki penampilan. Seorang pria berusia 70 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo Universitas Gadjah Mada untuk membuat pengganti protesa mata non-fabricated sebelumnya yang telah digunakan selama 40 tahun dan sudah tidak bagus lagi dari segi warna, mudah terlepas dan mengiritasi jaringan yang tersisa. Pasien kehilangan matanya pada operasi enukleasi okular karena trauma benda tajam 45 tahun yang lalu. Prosedur perawatan pasien dimulai dari anamnesis pasien, pemeriksaan klinis, pencetakan protesa mata yang lama atau sebelumnya menggunakan putty, pembuatan model malam sklera dan mencobakan sklera model malam, pembuatan sklera akrilik, mencobakan sklera akrilik dan menentukan lokasi dan diameter iris, melukis pupil dan iris, prosesing akhir, kemudian insersi protesa mata. Pada kontrol pasca 1 minggu insersi, pasien tidak memiliki keluhan dan puas dengan protesa mata yang baru. Pembuatan ulang protesa mata dengan menggunakan teknik mencetak kembali protesa yang lama menggunakan putty sebagai bahan cetak sangat membantu mempersingkat proses pembuatan sklera menjadi lebih cepat serta penggunaan bahan resin akrilik secara psikologis dapat meningkatkan rasa percaya diri pasien, secara estetik dapat pasien merasa nyaman dan puas dengan protesa baru.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-07-15
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49471
10.22146/mkgk.49471
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 1 (2020); 18-23
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/49471/34276
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/49471/9381
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/53046
2022-07-15T06:17:40Z
mkgk:CSR
Stomatitis aftosa yang diperparah oleh iritasi kimiawi obat tradisional
Argadianti, Ayu Fresno
Yuliana, Yuliana
Hendarti, Hening Tuti
Radithia, Desiana
dentistry; oral medicine
gel; kimia; klorin dioksida; stomatitis aftosa; trauma
Stomatitis aftosa adalah suatu kondisi inflamasi dengan etiologi yang belum diketahui, ditandai dengan ulserasi sangat nyeri di mukosa rongga mulut selama 7 hingga 14 hari. Berbagai faktor berpengaruh dalam pembentukannya, salah satunya adalah trauma lokal. Perawatan diberikan untuk meredakan nyeri, mengeliminasi sumber trauma, dan penyembuhan ulserasi. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan stomatitis aftosa yang diperparah oleh iritasi kimiawi obat tradisional. Seorang laki-laki berusia 64 tahun mengeluh sariawan pada gusi kiri bawah terasa nyeri sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Pasien mengoleskan suatu obat cair tradisional untuk meredakan rasa nyeri tapi kemudian rasa nyeri timbul kembali dan belum mereda. Tanda vital normal kecuali skor VAS (visual analog scale) nyeri mulut 6/10. Pemeriksaan ekstra oral normal, pemeriksaan intra oral didapatkan ulkus soliter berukuran 1x1,5 cm pada lipatan bukal regio 34, 35 dengan peninggian tanpa indurasi dan nyeri. Tata laksana meliputi anamnesis untuk mengetahui faktor yang memperparah, pemeriksaan klinis, debridement lesi untuk menghilangkan jaringan nekrotik dan aplikasi obat topikal gel mengandung klorin dioksida. Pasien diinstruksikan untuk berhenti mengoleskan obat tradisionalnya dan menggunakan obat yang diresepkan. Lesi sembuh dalam waktu 13 hari. Stomatitis aftosa dapat diperparah oleh iritasi kimiawi. Anamnesis, pemeriksaan klinis, debridement lesi dan pemberian obat yang tepat dapat membantu tata laksana dan penyembuhan yang efektif.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-07-15
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/53046
10.22146/mkgk.53046
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 2 (2020); 44-51
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/53046/34280
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/53046/10618
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/53046/10619
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/53046/10620
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/54306
2022-07-15T06:17:39Z
mkgk:CSR
Penatalaksanaan Cancrum Oris (Noma) Akibat Super Infeksi Jamur pada Anak dengan Myelodysplastic Syndrome
Indrapradana, Adyaputra
Hasan, Cahya Yustisia
Lutfianto, Bakhrul
Dentistry, oral maxillofacial surgery
Cancrum oris; infeksi jamur; myelodysplastic syndrome; noma
Cancrum oris (noma) adalah penyakit gangren orofasial berupa destruksi pada jaringan yang terinfeksi dengan proses yang sangat cepat sehingga dapat menimbulkan mutilasi jaringan dan deformitas fasial. Noma timbul pada anak dengan malnutrisi, kebersihan mulut yang buruk, serta kondisi immunocompromised seperti AIDS, terapi imunosupresif, dan myelodysplastic syndrome sehingga memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Melaporkan tatalaksana bedah maupun non-bedah pada kasus noma akibat super infeksi jamur pada anak dengan myelodysplastic syndrome. Pasien anak laki-laki usia 9 tahun yang terdiagnosis myelodysplastic syndrome menderita noma dengan gambaran klinis destruksi nekrotik dan ulseratif pada sudut bibir kanan dan kiri yang meluas hingga hampir menutupi seluruh mulut. Pasien dirawat di rumah sakit di bawah perawatan tim multidisiplin yang terdiri dari ahli bedah mulut, dokter anak, dan ahli gizi untuk meningkatkan kondisi kesehatan umumnya. Biopsi eksisi dan debridemen agresif dilakukan. Pemeriksaan mikrobiologi menunjukkan adanya superinfeksi jamur dan diikuti pemberian terapi antibiotik dan antijamur untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Pasien dinyatakan sembuh dengan ditandai penyembuhan luka yang baik dan tidak terjadi rekurensi setelah evaluasi 3 bulan pasca perawatan. Penanganan noma pada anak dengan myelodysplastic syndrome memerlukan tatalaksana bedah maupun non-bedah dengan disiplin dan tanggung jawab yang tinggi agar kerusakan jaringan tidak semakin berlanjut.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-07-15
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54306
10.22146/mkgk.54306
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 2 (2020); 32-38
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54306/34278
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/54306/11212
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/54465
2020-03-02T01:55:49Z
mkgk:CSR
The Management of odontogenic focal infections of cerebral abscess patient under local anesthesia
Dharmastuti, Cita
Dwiraharjo, Bambang
Titi Astuti, Elisabeth Riyati
cerebral abscess; odontogenic infection; neurology
Cerebral abscess is a localized suppurated infection in between of a brain tissue caused by a wide variety of bacteria, fungi, and protozoa. The etiology of cerebral abscess includes chronic suppurated disease, congenital cardiomyopathy, or a trauma from a neurosurgical procedure. Sinusitis, otitis, and untreated odontogenic infections promote the formation of a brain abscess. The purpose of this case report was to present the management of an odontogenic focal infection in a case of cerebral abscess. Thirty six years old male referred to the Policlinic of Oral Surgery of Dr. Sarjito Central General Hospital, Yogyakarta by the Neurology Department to investigate the focal infection in the oral cavity of the patient with a cerebral abscess. The patient was treated on the Neurology Department for six month with initial complaint of headache, seizures, nausea, vomiting, and unable to move his right extremity. After a drug therapy, complaints were gradually receded. Based on the anamneses and clinical examination, an abnormality on the other organ was not suspected, but two impacted teeth and several radices were found in the oral cavity. Focal infection elimination was performed twice under a local anesthesia. Four weeks after the treatment, the neurological complaint of patient was decreased. The management of odontogenic cerebral abscess required a collaboration of the neurologist, radiologist, neurosurgeon, and oral surgeon. The treatment was aimed to eliminate the focal infection and reduce the effects caused by the mass of necrotic tissue, suppurated inflammatory response and edema on the surrounding cerebral tissue
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2017-04-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54465
10.22146/mkgk.54465
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 2 (2017); 41-48
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54465/27103
Copyright (c) 2017 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/54468
2020-02-25T05:21:13Z
mkgk:CSR
One visit root canal treatment using rotary instrument followed by semi-direct technique composite restoration
Yodasari, Lika
Ratih, Diatri Nari
one visit root canal treatment; rotary instruments; semi-direct technique composite restoration
One visit root canal treatment is non-surgical conservative treatment of irreversible pulp disease or pulp necrosis. Treatment includes cleaning and shaping, sterilization, and obturation of root canal performed in one visit. The aim of this case report is to evaluate the success of one visit root canal treatment using rotary instrument followed by semi-direct composite restoration. A 23 year-old patient presented into dental hospital Faculty of Dentistry UGM to obtain treatment of leaking composite filling on his mandibular right molar that previously had been treated 1 year ago. The tooth was asymptomatic. Radiograph showed a cavity reaches the pulp and there was no periapical lesions, clinical examination showed necrosis. Patient was treated with one visit root canal treatment using rotary instrument followed by semi-direct technique of composite restoration. Five months after treatment the patient had no complaints. Radiographic examination showed no periapical lesions. One visit root canal treatment using rotary instrument followed by semiindirect technique composite restoration may be an effective treatment option when performed with case selection, proper diagnosis, aseptic work, as well as the appropriate operator’s knowledge and skills
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2017-04-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54468
10.22146/mkgk.54468
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 2 (2017); 49-55
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54468/27104
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/54469
2020-02-25T05:22:16Z
mkgk:CSR
Allergenic food as a triggering factor of oral pemphigus vulgaris recurrence
Puspasari, Dewi
Sufiawati, Irna
oral lesions; pemphigus vulgaris; allergenic food; recurrence
chronic autoimmune disease with blisters and erosions in the skin and or mucous membranes as its clinical manifestation. The ruptured blisters, followed by erosions and ulcerations, in oral mucous can be painful and interferes the oral function. Spices and seasoning, rich in thiols and isothiocyanates group (garlic, red chillies, black pepper, coriander and cumin seeds), able to trigger the recurrence of pemphigus vulgaris. This case report discussed the allergenic food to tigger the oral lesions in a 49 years old male patient with the diagnosis pemphigus vulgaris who was referred from The Dermatolgy Department. Since about 4 days before admitted to the hospital, the patient complained of painful ulcerations and blisters in the oral cavity that appeared after consuming the spices and seasoning food. Oral lesions caused difficulty in speaking, eating, and drinking, thus led to weight loss. The patient was uncooperative during treatment. Extraoral examination revealed painful erosions and crust on lips which tend to bleed easily. Intraoral examination revealed painful multiple erosions which interfered oral function. The oral lesions showed improvement after being treated using topical corticosteroid, topical antiseptic, antifungal suspension, and multivitamin. Pemphigus vulgaris caused by acantholysis due to autoantibodies IgG against desmogleins 1 and or 3. Tiol and isothiocyanates compound in spices and seasonings of food is one of the triggering factor of recurrence in oral lesions of pemphigus vulgaris
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2017-04-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54469
10.22146/mkgk.54469
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 2 (2017); 56-63
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54469/27105
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/54470
2020-02-25T05:23:24Z
mkgk:CSR
Tooth exposure using closed eruption modification techniques in orthodontic treatment in postgnatoplasty patients
Yanthi, Miftah Dharma
Hasan, Cahya Yustisia
Dwirahardjo, Bambang
alveolar cleft; impaction; tooth exposure; transposisi
Cleft lip, alveolar cleft, and cleft palate are the most common disorder of all congenital abnormalities of the face, with an incidence of 65%. The initial treatment for this patient are labioplasty and palatoplasty that can affect the growth and development of the jaws. The next treatment are alveolar cleft closure and orthodontics treatment that are needed to obtain optimal results. Orthodontics treatment of patient with cleft lip, alveolar cleft, and cleft palate is difficult due to the lack of growth in the vertical and anteroposterior direction, abnormal shape and position of the teeth, impacted and disability of the teeth to erupt spontaneously. Thus, surgical treatment to support the success of orthodontics treatment is needed. Twelve year old female patient with a history of cleft lip, alveolar cleft, and cleft palate was presented. A labioplasty, palatoplasty, and gnatoplasty surgery (alveolar cleft closure procedure) was performed in 2013, when a bone graft from the patients’ iliac bone was placed on the alveolar cleft area. Radiographic examination showed transposition of canine (23) with premolar (24) thus spontaneous eruption was impossible. Surgical intervention of tooth exposure using closed technique modification to move the canine into the expected place was performed. The canine was successfully erupted and moved to its mesial position. This predictable result was found 6 months after surgery
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2017-04-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54470
10.22146/mkgk.54470
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 2 (2017); 64-69
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54470/27106
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/54471
2020-02-25T05:24:58Z
mkgk:CSR
A Case of third molar autotransplantation into first molar recipient site with periapical granuloma
Rahmawati, Yuni
Widiastuti, Maria Goreti
Rahajoe, Poerwati Soetji
autotransplantation; periapical granuloma; periodontal ligament; recipient site
Autotransplantation of molar is a potential treatment option to restore perfect occlusion and to improve mastication following a substantial loss of molars. A succesful transplantation depends on the general patient condition, the donor tooth, and the recipient site. An ideal recipient site should have sufficient alveolar bone support, periodontal, and tissue and absence of chronic inflamation. We reported a case of third molar autotransplantation to first molar with periapical granuloma as recipient site with one year follow-up. Autotransplantation process started with an adequate curettage of the recipient site immediately, followed by atraumatic donor tooth extraction. The result of clinical and radiological examination showed no pain, no tooth mobility, and no inflammation at periapical first molar region. Periapical granuloma at the recipient site is not an absolute contraindication of autotransplantation. Extra-alveolar period and atraumatic extraction of the donor tooth during autotransplantation affected the condition of periodontal ligament
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-02-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54471
10.22146/mkgk.54471
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 2 (2017); 70-76
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/54471/27107
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/55744
2021-05-06T04:30:45Z
mkgk:CSR
Perawatan gigi tiruan sebagian lepasan immediate pada pasien dengan periodontitis kronis
Tandadjaja, Adi Kristanto
Dipoyono, Haryo Mustiko
Saleh, Suparyono
Wahyuningtyas, Endang
gigi tiruan sebagian lepasan; immediate; periodontitis kronis
Periodontitis kronis merupakan masalah masyarakat di banyak negara berkembang. Periodontitis kronis termasuk penyakit peradangan pada jaringan periodontal yang disebabkan oleh bakteri spesifik pada subgingiva yang dapat menimbulkan respon inflamasi gingiva, dan berlanjut ke struktur jaringan penyangga gigi, sehingga menyebabkan kegoyangan gigi. Gigi tiruan yang proses pemasangannya dilakukan langsung setelah pencabutan gigi dalam mulut pasien disebut gigi tiruan sebagian immediate. Tujuan studi pustaka adalah untuk mengkaji perawatan gigi tiruan sebagian lepasan immediate pada pasien dengan periodontitis kronis untuk mengembalikan efektifitas pengunyahan pasien segera setelah pencabutan gigi. Seorang laki-laki, 40 tahun datang dengan keluhan gigi molar kedua atas kanan dan molar pertama bawah kiri mengalami periodontitis kronis disertai kegoyangan derajat 3. Pasien merasa kesulitan mengunyah dan kurang percaya diri karena banyak gigi geliginya hilang. Pada pemeriksaan intra oral didapatkan gigi 14, 15, 16, 18, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 35, 36, 45, 46, 47, 48 telah hilang. Anamnesa, pemeriksaan klinis, dan rehabilitasi protesa gigi tiruan sebagian lepasan dengan immediate pencabutan gigi 17 dan 36 dengan hasil insersi: gigi tiruan retentif dan stabil, tidak ada traumatik oklusi, dan baik secara estetik. Pada kontrol pertama, 24 jam pasca insersi, tidak ada keluhan, tidak ada pendarahan, gigi tiruan tidak menekan luka. Pada kontrol kedua, luka telah menutup dengan sempurna dan pasien merasa puas karena fungsi pengunyahannya telah kembali. Perawatan gigi tiruan sebagian lepasan immediate pada pasien dengan periodontitis kronis dapat mengembalikan efektifitas pengunyahan, estetik dan fonetik pasien segera setelah pencabutan gigi serta meningkatkan kenyamanan pasien.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/55744
10.22146/mkgk.55744
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 3 (2018); 88-94
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/55744/31197
Copyright (c) 2018 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/55768
2022-11-22T03:51:08Z
mkgk:CSR
Overdenture sebagai preservasi tulang alveolar dan retensi gigi tiruan rahang bawah
Sy, Haris Okta Akbar
Kusuma, Heriyanti Amalia
Indrastuti, Murti
Wahyuningtyas, Endang
coping; magnet; overdenture
Overdenture merupakan gigi tiruan lepasan sebagian atau lengkap yang didukung oleh satu atau lebih gigi, akar gigi asli, atau implan gigi. Keuntungan penggunaan overdenture adalah menghambat resorpsi tulang alveolar serta memperoleh retensi dan stabilitas yang maksimal. Terhambatnya resorpsi tulang alveolar terjadi karena adanya akar gigi yang dipertahankan. Beberapa jenis penyangga overdenture yang dapat digunakan untuk menambah retensi dan stabilitas adalah bare root, magnet, dan coping. Tujuan dari studi kasus adalah untuk mengkaji penggunaan overdenture sebagai preservasi tulang alveolar dan retensi gigi tiruan rahang bawah. Pasien wanita berusia 52 tahun datang ke klinik Prostodonsia RSGM Prof. Soedomo ingin dibuatkan gigi tiruan dengan keluhan estetik, kesulitan mengunyah dan tidak jelas waktu berbicara. Gigi yang tersisa pada rahang atas hanya gigi 25 dengan kondisi nekrosis, sedangkan pada rahang bawah gigi yang tersisa adalah gigi 31 pulpitis ireversible, gigi 32 karies profunda, gigi 35 nekrosis, gigi 41 dan 42 karies dentin, gigi 43 nekrosis. Tatalaksana kasus adalah kaping pulpa gigi 32, penumpatan gigi 32, 41, dan 42, perawatan saluran akar gigi 25, 31, 35, dan 43, pembentukan bare root pada gigi 25, pegangan magnet pada gigi 35 dan 43, pemasangan short coping pada gigi 31. Insersi menunjukan retensi dan stabilitas gigi tiruan baik. Pada saat kontrol, pasien merasa puas karena gigi tiruan tersebut dapat memperbaiki estetis, fungsi pengunyahan dan bicara. Kesimpulan dari penggunaan overdenture magnet dan coping dapat mencegah terjadinya resopsi tulang alveolar serta meningkatkan retensi gigi tiruan rahang bawah.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-11-22
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/55768
10.22146/mkgk.55768
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 7, No 2 (2021); 51-57
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/55768/35147
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/55770
2022-07-15T06:17:39Z
mkgk:CSR
HAEM, DIEM atau OEM?
Ferry, Agam
Dewi, Tenny Setiani
diagnose; erythema multiforme; hipersensitivitas; oral
Diagnosis erythema multiforme (EM) diklasifikasikan menjadi tipe mayor dan minor. EM dapat dipicu oleh obat (drug-induced erythema multiforme/ DIEM) atau infeksi virus herpes simplex (herpes associated erythema multiforme/ HAEM), dengan dua gambaran utama: lesi target tipikal atau atipikal pada kulit dan nekrosis sel satelit atau epitelium yang luas. Oral erythema multiforme (OEM) dimasukkan dalam klasifikasi diagnosis EM kategori ketiga selain tipe mayor dan minor dengan gambaran klinis berupa ulserasi pada bibir dan mukosa intra oral khas EM, tanpa disertai lesi target di kulit. Seorang wanita, 14 tahun, datang ke Poli Ilmu Penyakit Mulut SMF Gimul RSHS setelah sebelumnya dirujuk dari bagian Bedah Mulut RSHS dengan diagnosa suspek EM. Pada pemeriksaan ekstra oral terlihat lesi krusta berwarna coklat kehitaman pada bibir atas dan bawah, yang diakui pasien muncul setelah mengkonsumsi obat untuk penyakit kulit yang dideritanya dan mengganggu aktivitas bicara serta makan. Pasien diterapi menggunakan salep steroid racikan selama 1 minggu disertai instruksi untuk menghentikan pemakaian obat untuk penyakit kulitnya. Pasien meperlihatkan perbaikan yang signifikan pada kunjungan kontrol 1 minggu. Diagnosis suspek DIEM dan suspek Lesi oral terkait hipersensitivitas ditegakkan pada pasien ini. berdasarkan pertimbangan adanya pengaruh medikasi untuk pengobatan kelainan kulit yang dideritanya. Hasil pemeriksaan IgE negatif dan IgG anti HSV-1 yang reaktif serta hasil observasi pada kunjungan kontrol lebih lanjut, juga mengarahkan penegakkan diagnosis HAEM dan OEM. Penting mendiagnosa EM dengan baik, agar mampu melakukan tatalaksana dini yang tepat, untuk mendapatkan prognosis yang baik.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-07-15
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/55770
10.22146/mkgk.55770
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 2 (2020); 39-43
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/55770/34279
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/55770/11880
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/58241
2022-07-15T03:23:57Z
mkgk:ART
Pengaruh pajanan radiasi sinar x dari radiografi periapikal terhadap penurunan jumlah fibroblas pada soket pencabutan gigi tikus wistar
Salsabila, Ghina Lady
Prasetyarini, Swasthi
Yuwono, Budi
dentistry
fibroblast; pajanan radiasi sinar x; pencabutan gigi; radiografi periapikal
Radiografi periapikal adalah radiografi intraoral yang mencakup gigi geligi dan jaringan sekitarnya. Penggunaannya menimbulkan efek negatif bagi tubuh yaitu adanya kerusakan seluler. Salah satu sel yang memiliki radiosensitif tinggi adalah fibroblas. Fibroblas merupakan agen utama dalam proses penyembuhan luka pasca pencabutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajanan radiasi sinar x dari radiografi periapikal terhadap penurunan jumlah fibroblas pada soket pencabutan gigi tikus wistar. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan posttest only control group design. Sampel 12 tikus wistar jantan yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Dibagi menjadi 3 kelompok: kelompok kontrol (Kk), kelompok perlakuan 1 (Kp1), dan kelompok perlakuan 2 (Kp2). Pajanan radiasi menggunakan unit radiografi periapikal dengan dosis 1,54 mGy. Pencabutan dilakukan pada gigi molar satu kiri rahang bawah. Pemeriksaan jumlah fibroblas dilakukan pada hari ke-3 menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 400x. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata rata tertinggi adalah Kk (351) dan terendah Kp2 (197). Analisis statistik dengan uji One-Way Annova dan LSD terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan (α <0,05). Kesimpulan: Terdapat pengaruh pajanan radiasi sinar x dari radiografi periapikal terhadap penurunan jumlah fibroblas.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-07-15
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
Peer-reviewed Article
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/58241
10.22146/mkgk.58241
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 1 (2020); 8-13
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/58241/34274
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/60116
2020-09-24T09:31:27Z
mkgk:CSR
Penggunaan cu-sil denture sebagai gigi tiruan transisi pada kasus periodontitis kronis
Tandra, Edwin
Wahyuningtyas, Endang
Sugiatno, Erwan
Cu-sil denture; gigi tiruan transisi; periodontitis
Cu-Sil denture merupakan gigi tiruan yang memanfaatkan gasket elastis yang mengelilingi gigi penyangga sebagai retensi gigi tiruan. Gigi tiruan Cu-Sil digunakan pada penderita penyakit periodontal dengan kehilangan gigi, kegoyahan sisa gigi, dan kurangnya dukungan pada gigi untuk ditempatkan cengkram konvensional. Bahan elastis Cu-Sil mengelilingi servikal gigi penyangga, mencegah masuknya cairan dan makanan, sebagai bantalan dan memeganggigi asli dari plat gigi tiruan. Laporan kasus ini mengkaji penggunaan Cu-Sil denture sebagai gigi tiruan transisi pada kasus periodontitis untuk mempertahankan gigi penyangga, mengembalikan fungsi bicara, pengunyahan, penelanan dan estetik. Pasien laki- laki berusia 67 tahun datang dengan keluhan kehilangan banyak gigi rahang atas dan bawah, dan gigi yang tersisa pada rahang atas mengalami kegoyahan yaitu gigi 13, 12, dan 25. Pasien mengeluh kesulitan saat mengunyah makanan dan merasa penampilannya terganggu. Pasien ingin mempertahankan gigi yang masih ada. Tata laksana pasien terdiri dari anamnesa, pemeriksaan klinis, pencetakan model studi, pencetakan model kerja dengan alginat, menentukan relasi maksila-mandibula, penyusunan gigi, try in gigi tiruan Cu-Sil. Insersi menunjukkan retensi dan stabilisasi dan estetik baik. Dilakukan penambahan soft liner pada gigi tiruan ditempat gigi penyangga berada. Pada saat kontrol, gigi tiruan dapat dipakai mengunyah makanan, bicara pasien menjadi jelas, dan penampilan pasien sudah lebih baik. Cu-Sil denture sebagai gigi tiruan transisi pada kasus periodontitis dapat mempertahankan gigi penyangga,menambah retensi dan stabilisasi, mengembalikan fungsi bicara, pengunyahan, penelanan dan estetik.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-09-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60116
10.22146/mkgk.60116
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 3 (2017); 77-84
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60116/29386
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/60117
2020-09-24T09:31:28Z
mkgk:CSR
Angiografi dan embolisasi pre-operasi pada hemangioma lidah tipe kavernosum
Silitonga, Ridwan Daomara
Sudarmanta, Sudarmanta
Rahmat, Muhammad Masykur
Rahardjo, Rahardjo
angiografi; embolisasi; hemangioma kavernosum
Hemangioma adalah tumor jinak pembuluh darah yang ditandai dengan pembentukan vaskularisasi baru dan dilatasi pembuluh darah. Karakteristik alamiah hemangioma adalah fase proliferasi sel endotelial saat pertumbuhannya yang diikuti fase involusi secara bertahap. Sifat biologis ini akan mempengaruhi waktu dan tipe perawatannya, meskipun 10% sampai 20% lesi yang telah involusi komplit meninggalkan sisa jaringan vaskular yang signifikan menyebabkangangguan estetik dan fungsional. Pembedahan bertujuan untuk mengambil seluruh lesi, tetapi disisi lain adanya potensi resiko perdarahan sedang sampai berat pada intra dan post operasi yang dapat mengancam nyawa pasien.Pemeriksaan angiografi berguna untuk identifikasi feeding vessel, dan dilanjutkan embolisasi untuk menutup aliran darah dari feeding vessel ke tumor, sebelum dilakukan terapi eksisi yang agresif. Tujuan dari laporan ini untuk menjelaskan kolaborasi perawatan hemangioma kavernosum pada lidah bersama bagian radiologi intervensi RSUP Dr. Sardjito. Perpaduan ilmu dan pengalaman antara kedua bidang spesialis ini sangat bermanfaat meningkatkan hasil perawatan pasien. Pasien wanita umur 17 tahun dengan benjolan kebiruan pada permukaan lateral lidah, yang didiagnosis dengan hemangioma. Pasien telah dilakukan pemeriksaan radiologi intervensi pre operasi yaitu angiografi transarterial, lalu dilanjutkan embolisasi pada arteri lingualis sinistra sebagai feeding vessel. Pada kasus ini pasien telah dilakukan operasi eksisi hemangioma di bawah pembiusan umum. Kehilangan darah saat operasi minimal dan tepi lesi saat operasi lebih tegas. Penyembuhan luka post operasi baik, dan hasil akhir secara histopatologis dikonfirmasi sebagai hemangioma kavernosum. Pengambilan seluruh lesi hemangioma memberikan penyembuhan paling baik. Lesi vaskular seperti hemangioma membutuhkan tindakan embolisasi pre operasi, untuk menutup sementara aliran darah ke lesi untuk mengurangi resiko perdarahan yang berlebihan.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-09-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60117
10.22146/mkgk.60117
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 3 (2017); 85-92
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60117/29393
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/60119
2020-09-24T09:31:29Z
mkgk:CSR
Persepsi dan harapan dokter gigi layanan primer terhadap sistem kapitasi (studi di wilayah Sleman di Yogyakarta)
Amalia, Rosa
dokter gigi; kapitasi; Puskesmas
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Indonesia dengan skema pembayaran kapitasi pada pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan sistem baru bagi dokter gigi. Evaluasi model pembiayaan kapitasi perlu dilakukanuntuk mengetahui apakah dokter gigi puas terhadap sistem pembiayaan kapitasi yang telah ditetapkan pemerintah. Jenis penelitian adalah observasi deskriptif. Subjek penelitian ini adalah dokter gigi Puskesmas Kabupaten Sleman Yogyakarta. Instrumen pengukuran berupa kuesioner persepsi dan harapan terkait pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas dengan skala biner. Secara umum sebagian besar dokter gigi masih melihat pembiayaan secara kapitasi dalam program JKN membawa potensi konflik yang besar. Walau demikian, para dokter gigi menyadari bahwa sistem ini menekan biaya kesehatan masyarakat. Secara mutlak seluruh dokter gigi mengharapkan adanya perhitungan ulang risiko dan meningkatnya peran organisasi profesi untuk negosiasi kapitasi dengan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Penelitian ini menunjukkan bahwa para dokter gigi sudah dapat menerima sistem kapitasi dengan baik tetapi tidak puas dengan pelaksanaannya.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-09-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60119
10.22146/mkgk.60119
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 3 (2017); 93-98
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60119/29394
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/60121
2020-09-24T09:31:29Z
mkgk:CSR
Terapi non-bedah pada lesi nodular akibat iritasi kronis di rongga mulut
Lelyana, Shelly
iritasi; lesi nodular; terapi non-bedah
Pertumbuhan jaringan yang berlebihan dapat terjadi di rongga mulut sebagai respon terhadap iritasi kronis. Penyebab lesi ini dapat dikaitkan dengan iritasi lokal seperti plak, kalkulus, tepi tambalan yang berlebih, trauma oklusi, dan alat-alat dental. Iritasi kronis dapat menyebabkan inflamasi jaringan. Fibrous hyperplasia (traumatic fibroma atau fibroma iritasi) merupakan hasil akhir dari hiperplasia akibat inflamasi. Pengobatan konvensional kondisi fibroma iritasi adalah eksisi bedah yang seringkali membuat pasien takut. Makalah ini akan membahas dua kasus lesi nodular akibat iritasi kronis yang diberi terapi non-bedah. Diagnosa klinis dari kedua kasus ini adalah fibroma iritasi. Penggunaan anti-inflamasi topikal dan menghilangkan sumber iritasi ternyata dapat mengurangi ukuran lesi. Kesimpulan studi kasus ini adalah lesinodular akibat iritasi kronis dapat diatasi dengan terapi non-bedah.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-09-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60121
10.22146/mkgk.60121
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 3 (2017); 99-105
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60121/29395
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/60123
2020-09-24T09:31:29Z
mkgk:CSR
Penatalaksanaan noma pada pasien limfoma non hodgkin
Pratiwi, Ummi
Dewi, Tenny Setiany
imunokompromi; limfoma non-hodgkin; noma
Noma merupakan infeksi oportunis polimikroba yang progresif dan destruktif pada jaringan lunak dan keras orofasial yang dapat menyebabkan gangren orofasial, sepsis, deformitas fasial, hingga kematian. Tujuan studi kasus adalah untuk memaparkan penatalaksanaan noma pada pasien limfoma non Hodgkin. Pasien laki-laki berusia 18 tahun dirujuk dari bagian Ilmu Penyakit Dalam dengan diagnosis Limfoma non Hodgkins (relaps), malnutrisi terkait kanker, dan sepsis.Keluhan pasien meliputi bengkak di bibir atas dan bawah, luka di sudut bibir, serta tidak bisa makan. Keadaan umum pasien malaise disertai peningkatan respirasi. Ekstraoral ditemukan limfadenopati submandibula, edema, ulserasi, pewarnaan hitam keabu-abuan, dan krusta pada labium superius oris dan inferius oris hingga ke regio perioral dan filtrum. Intraoral ditemukan halitosis, edema pada seluruh margin gingiva dan papila interdental rahang atas dan bawah. Hematologi menunjukkan peningkatan laju enap darah, penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, eritrosit, dan trombosit. Pada kultur bakteri ditemukan Pseudomonas aeruginosa dan Klebsiella pneumonia, serta uji sensitivitas antibiotik menunjukkan resistensi multi obat. Lesi bibir didiagnosis sebagai noma. Diberikan terapi nutrisi, rehidrasi, antibiotik lokal dan sistemik spektrum luas, dan obat kumur antiseptik. Pasien mengalami pemulihan lesi disertai defek bibir setelah 3 bulan perawatan bersama multidisiplin terkait dan direncanakan akan dilakukan bedah rekonstruksi bibir. Imunokompromi akibat Limfoma non Hodgkin yang relaps dan komplikasi oral kemoterapi, malnutrisi, serta oral hygiene buruk dapat dipertimbangkan sebagai predisposisi utama terhadap perkembangan noma pada pasien dalam laporankasus ini. Deteksi dini dan akurat dari noma merupakan hal esensial sehingga penatalaksanaan yang tepat dapat dicapai dengan baik melalui kerja sama multidisiplin terkait.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-09-24
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60123
10.22146/mkgk.60123
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 3, No 3 (2017); 106-114
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60123/29396
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/60758
2022-08-26T07:40:18Z
mkgk:CSR
Potensi kombinasi ekstrak buah bit dan virgin coconut oil dalam disclosing toothpaste
Kurniasari, Rifki
Oktaviani, Sevina Dwi
Rahayuningsih, Eka Anis
Nuryanti, Archadian
kedokteran gigi, biomedika kedokteran gigi
antimikroba; buah bit; disclosing toothpaste; plak gigi; virgin coconut oil
Akumulasi plak gigi dapat menyebabkan karies dan penyakit periodontal. Disclosing agent, sediaan yang dapat memvisualisasikan plak gigi, dapat dikombinasikan dengan pasta gigi menjadi disclosing toothpaste. Buah bit (Beta vulgaris) sering digunakan sebagai pewarna alami sedangkan Virgin Coconut Oil (VCO) memiliki efek antimikroba. Keduanya berpotensi digunakan sebagai bahan disclosing toothpaste. Penulisan studi literatur bertujuan untuk memberikan kajian mengenai potensi kombinasi ekstrak buah bit dan Virgin Coconut Oil dalam disclosing toothpaste. Literatur yang digunakan sebagai sumber referensi berupa jurnal dan artikel ilmiah yang tersedia di PubMed, Science Direct, dan Google Scholar berdasarkan kata kunci yang telah ditentukan. Berdasarkan studi literatur, ditemukan bahwa buah bit mengandung pigmen betalain yang berfungsi sebagai indikator perubahan pH melalui warna yang ditimbulkannya. Di sisi lain, asam laurat dalam VCO memiliki aksi antibakteri dengan merusak integritas membran sel serta menghambat enzim yang berperan dalam proses metabolisme dan transfer nutrisi sel. Selain itu, VCO mengandung asam kaprat sebagai antifungi yang dapat menghambat adhesi fungi serta menyebabkan kerusakan seluler. Oleh karena itu, kombinasi ekstrak buah bit dan Virgin Coconut Oil sebagai agen antimikroba berpotensi untuk digunakan menjadi bahan disclosing toothpaste.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada
2022-08-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60758
10.22146/mkgk.60758
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 3 (2020); 78-84
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/60758/34510
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/61362
2020-11-19T04:54:22Z
mkgk:CSR
Perawatan saluran akar dengan restorasi resin komposit teknik semi-indirek disertai penguat pita fiber
Kalalembang, Isyana Ginarsi
Untara, Raphael Tri Endra
perawatan saluran akar; pita fiber; resin komposit teknik semi-indirek
Perawatan saluran akar merupakan perawatan konservatif non bedah pada gigi dengan kerusakan atau kematian pulpa. Tahapannya meliputi pembersihan, pembentukan, sterilisasi serta pengisian saluran akar. Laporan kasus ini bertujuan untuk memaparkan keberhasilan perawatan saluran akar dengan restorasi resin komposit teknik semi-indirek disertai penguat pita fiber. Seorang pasien wanita usia 42 tahun datang ke RSGM UGM Prof. Soedomo untuk menambalkan gigi belakang kiri bawah yang berlubang. Terdapat kavitas pada bagian oklusal hingga mesial dengan pulpa terbuka. Gigi pernah sakit spontan, namun saat datang tidak ada rasa sakit. Pemeriksaan radiograf menunjukkan kavitas telah mencapai pulpa disertai lesi periapikal. Restorasi resin komposit teknik semi-indirek dengan penguat pita fiber dipilih dengan mempertimbangkan sisa jaringan keras gigi yang ada untuk mencegah gigi fraktur, memudahkan contouring serta mengurangi waktu kunjungan. Pencetakan flexible model dengan irreversible hydrocolloid, diisi dengan light body dan putty, aplikasi resin komposit onlei lalu dilakukan polimerisasi. Hasil evaluasi setelah enam bulan menunjukkan adaptasi tepi restorasi baik, tidak terdapat keluhan dan hasil pemeriksaan radiograf menunjukkan lesi periapikal mengecil. Dapat disimpulkan bahwa dengan pemilihan kasus dan diagnosis yang tepat serta restorasi yang adekuat maka perawatan saluran akar dapat berhasil dan tahan lama.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-11-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/61362
10.22146/mkgk.61362
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 1 (2018); 1-8
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/61362/29837
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/61407
2020-11-19T04:54:23Z
mkgk:CSR
Perawatan saluran akar dengan instrumen putar dan restorasi resin komposit penguat fiber
Widyastuti, Andina
Santosa, Pribadi
instrumen putar; pasak fiber prefabricated; perawatan saluran akar; pulpitis ireversibel; resin komposit
Perawatan saluran akar (PSA) merupakan perawatan dengan prinsip triad endodontic (cleaning and shaping, medikasi dan obturasi saluran akar). Pulpitis ireversibel merupakan salah satu indikasi dilakukannya pulpektomi (PSA pada gigi vital). Restorasi gigi posterior pasca PSA dengan jaringan sehat gigi yang adekuat dapat dilakukan menggunakan resin komposit dengan penguat pasak fiber prefabricated. Studi kasus ini bertujuan untuk menunjukkan keberhasilan PSA pulpitis ireversibel dengan restorasi akhir menggunakan resin komposit yang diperkuat pasak fiber prefabricated. Pasienperempuan berusia 26 tahun datang ke klinik Konservasi Gigi RSGM UGM Prof. Soedomo dengan keluhan nyeri pada gigi geraham kanan bawah setelah mengunyah makanan. Nyeri dirasakan berdenyut dengan durasi semalaman hingga pagi harinya. Gigi tersebut pernah dilakukan perawatan kaping pulpa satu bulan sebelumnya. Pemeriksaan radiografmenunjukkan terdapat kavitas dengan pulpa terbuka pada permukaan distal gigi 46. Diagnosa kasus ini adalah pulpitis ireversibel disertai periodontitis apikalis. Dilakukan perawatan saluran akar multi kunjungan menggunakan instrumen putar (ProTaper NextTM, Dentsply Maillefer, Ballaigues, Switzerland) pada gigi 46. Satu minggu pasca PSA dilakukan tumpatan resin komposit dengan penguat pasak fiber prefabricated. Evaluasi satu minggu pasca restorasi menunjukkan kondisi klinis baik dan tidak ada keluhan yang dirasakan pasien. Perawatan saluran akar dengan instrumen putar disertai restorasi resin komposit dengan penguat pasak fiber prefabricated menunjukkan keberhasilan pada kasus pulpitis ireversibel dengan periodontitis apikalis.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-11-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/61407
10.22146/mkgk.61407
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 1 (2018); 9-19
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/61407/29840
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/61408
2020-11-19T04:54:23Z
mkgk:CSR
Gigi tiruan lengkap kerangka logam sebagai alternatif perawatan pasien dengan refleks muntah
Hardita, Ardhianing
Kusuma, Heriyanti Amalia
Ismiyati, Titik
Sugiatno, Erwan
gigi tiruan lengkap; kerangka logam; refleks muntah
Refleks muntah merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang normal untuk mencegah benda asing masuk ke dalam trakea, faring, atau laring. Ada beberapa tingkatan refleks muntah pada pasien yaitu dari ringan hingga berat. Pasien dengan refleks muntah ringan jika diberi stimulus dapat merasa mual namun dapat mengkontrol respon tersebut. Pasien yang memiliki refleks muntah lebih berat menunjukkan respon yang berlebihan ketika diberi stimulus fisik atau psikologis, pada kategori ini pasien mungkin tidak dapat menerima Tindakan pencetakan, prosedur operatif, atau insersi gigi tiruan. Permukaan basis gigi tiruan akrilik yang halus jika dilapisi oleh saliva mengakibatkan sensasi licin sehingga timbul refleks muntah dan mual pada pasien. Basis gigi tiruan lengkap yang dibuat dari bahan kerangka logam memiliki kekasaran pada permukaan palatal seperti rugae palatina dan lebih tipis sehingga lebih nyaman digunakan oleh pasien. Penggunaan kerangka logam sebagai basis gigi tiruan lengkap dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi refleks muntah pasien. Tujuan laporan kasus ini yaitu mengkaji kemampuan gigi tiruan lengkap kerangka logam untuk mengurangi refleks muntah pada pasien. Kasus: Pasien laki-laki, 58 tahun datang dengan keluhan kesulitan menggunakan gigi tiruan yang lama karena refleks muntah yang dialami pasien. Pemeriksaan intraoral menunjukkan daerah tidak bergigi pada seluruh rahang atas dan bawah pasien. Tata laksana kasus: Anamnesa, pemeriksaan klinis, dan rehabilitasi protesa gigi tiruan lengkap kerangka logam pada rahang atas dan bawah. Kesimpulan: Gigi tiruan lengkap kerangka logam dapat mengurangi refleks muntah pada pasien.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-11-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/61408
10.22146/mkgk.61408
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 1 (2018); 20-25
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/61408/29842
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/61412
2020-11-19T04:54:24Z
mkgk:CSR
Gigi tiruan sebagian lepasan immediate pada pasien dengan periodontitis agresif
Sakti, Iwa Arya
Saleh, Suparyono
Sugiatno, Erwan
Wahyuningtyas, Endang
immediate; partial denture; periodontitis agresif; removable
Gigi tiruan sebagian lepasan immediate adalah gigi tiruan yang proses pemasangannya dalam mulut pasien, dilakukan langsung setelah pencabutan gigi. Periodontitis agresif merupakan salah satu bentuk penyakit periodontal yang memiliki karakteristik berupa kerusakan jaringan periodontal yang parah dan cepat. Biasanya terjadi pada usia muda dengan kesehatan sistemik yang baik. Hal ini menyebabkan terjadinya kegoyahan hingga lepasnya gigi menjadi lebih cepat. Studi kasus ini bertujuan untuk mengkaji penatalaksanaan perawatan gigi tiruan sebagian lepasan immediate paska pencabutan gigi akibat periodontitis agresif untuk mengembalikan estetik, fonetik dan mastikasi. Pasien laki-laki usia 35 tahun datang ke RSGM UGM Prof Soedomo ingin mencabutkan gigi depan yang goyang dan ingin langsung memakai gigi tiruan karena pasien tidak mau terlihat ompong. Pada pemeriksaan intra oral gigi 16, 21, 25, 34, 44 dan 46 sudah hilang, gigi 13, 12, 11 dan 22 goyang derajat 3 serta gigi 14, 23 dan 24 goyang derajat 2. Pada gigi 33, 32, 31, 41, 42 dan 43 sudah dilakukan splinting karena mengalami kegoyahan dan resesi gingiva yang parah. Anamnesa, pemeriksaan klinis, splinting gigi 15, 14, 13, 23 dan 24, pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan immediate, pencabutan gigi 12, 11 dan 22 dilanjutkan pemasangan gigi tiruan sebagian lepasan immediate serta dilakukan pengecekan estetik, fonetik dan oklusi. Pada saat kontrol terlihat estetik pasien menjadi lebih baik, pengucapan menjadi lebih jelas serta proses mastikasi menjadi lebih baik. Gigi tiruan sebagian lepasan immediate dapat memperbaiki estetik, fonetik dan mastikasi paska dilakukan pencabutan secara langsung pada pasien dengan periodontitis agresif.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-11-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/61412
10.22146/mkgk.61412
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 1 (2018); 26-32
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/61412/29843
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/61413
2020-11-19T04:54:24Z
mkgk:CSR
Gambaran CBCT osteomyelitis dan osteoradionecrosis
Agung, Anak Agung Gede Dananjaya
Epsilawati, Lusi
Damayanti, Merry Anissa
CBCT; inflamasi; mandibula; nekrosis tulang; osteomyelitis
Osteomyelitis adalah peradangan yang terjadi pada tulang termasuk pada tulang rahang. Inflamasi ini menyebar dengan melibatkan sumsum pada spongios tulang bahkan sampai ke korteks dan periosteum. Osteomielitis disebabkan adanya invasi dari organisme piogenik yang masuk menginfeksi tulang dari berbagai macam cara. Osteoradionekrosis merupakan kondisi kematian jaringan tulang dikarenakan bebrapa hal seperti penggunaan radioterapi. Radioterapi merupakan salah satu penyebab umum dikeranakan radioterapi dapat merusak jaringan veskularisasi dan darah pada tulang, sehingga tulang menjadi kekurangan nutrisi yang akhirnya mengarah ke kondisi nekrosis. Untuk menganalisis kedua kondisi ini, biasa digunakan cone beam computed tomografi (CBCT). Tujuan dari penulisan studi kasus ini adalah untuk memberikan gambaran spesifik antara osteomielitis dan osteonekrosis pada CBCT. Wanita berusia 48 dan 55 tahun datang ke RSGM UNPAD Bandung dengan keluhan adanya pembengkakan di regio mandibula disertai rasa sakit luar biasa. Kondisi umum compos mentis akan tetapi sangat lemah, lalu dirujuk untuk pemeriksaan CBCT. Pemeriksaan CBCT terlihat lesi nekrotik pada mandibula dengan tingkat keparahan antara kedua pasien berbeda. CBCT memberikan gambran spesifik yang membedakan antara kedua kasus, sehingga diagnosa dapat ditegakkan secara pasti. Jenis osteomiletis yang merupakan kondisi inflamasi pada rahang mampu didefinisikan dengan baik melalui CBCT.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-11-19
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/61413
10.22146/mkgk.61413
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 1 (2018); 33-43
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/61413/29844
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/64654
2022-08-26T07:40:20Z
mkgk:CSR
Perawatan anopthalmic soket dengan protesa mata custom pada pengguna protesa mata ready made yang tidak sesuai
Halim, Antoni
Dipoyono, Haryo Mustiko
Indrastuti, Murti
custom made enukleasi mata; protesa mata custom made; protesa mata ready made ABSTRACT: Anopthalmic socket treatment with custom ocular prosthesis in
Laporan kasus ini menjelaskan metode sederhana pembuatan protesa mata custom made dengan bahan akrilik pada pasien wanita berumur 19 tahun yang memiliki keluhan kesulitan untuk melepaskan protesa matanya, ukuran protesa mata yang terlalu besar sehingga merasakan ketegangan otot mata, dan estetik kurang baik. Pemeriksaan objektif pada soket mata pasien tidak ditemukan adanya gambaran peradangan, otot kelopak mata yang sehatdan kedalaman sulkus yang cukup untuk menahan protesa mata. Tujuan Studi kasus ini menunjukkan perbedaan penggunaan protesa mata custom made dibandingkan protesa mata ready made dalam hal kepercayaan diri dan penerimaan sosial pasien. Rencana perawatan adalah pembuatan protesa mata custom made berbahan akrilik. Bahan dasar akrilik adalah salah satu bahan yang paling banyak digunakan dalam pembuatan protesa mata. Prosedur perawatan dilakukan dengan tahap-tahap yaitu pencetakan daerah sekitar mata dengan sendok cetakperorangan, pencetakan soket mata dengan sendok cetak mata perorangan dan pengisian hasil cetakan dilakukan dengan 2 tahap. Pembuatan pola malam sklera, mencoba pola malam sklera, pewarnaan sklera, membuat sklera akrilik, mencoba sklera akrilik, dan penentuan lokasi pupil dan diameter iris, pewarnaan iris, pupil dan pembuluh darah pada sklera, penyempurnaan protesa mata, serta insersi protesa mata custom made. Hasil kontrol setelah satu minggu tidak didapati keluhan rasa sakit dan peradangan. Hal ini menunjukkan rehabilitasi defek mata berhasildilakukan, ukuran protesa mata yang sesuai dengan mata pasien dan dapat diterima dalam estetika, retensi, dan stabilisasi. Kesimpulan, pasien merasa lebih nyaman menggunakan protesa mata custom made daripada protesa mata ready made. Penggunaan protesa mata dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien dan penerimaan sosial terhadap pasien.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-08-26
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/64654
10.22146/mkgk.64654
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 3 (2020); 93-99
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/64654/34515
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65311
2022-07-15T06:17:42Z
mkgk:CSR
Penatalaksanaan Aesthetic Crown Lengthening untuk Perawatan Gummy Smile Berhubungan dengan Altered Passive Eruption
Nasution, Erdi Effendi
Nasution, Rini Octavia
Periodonsia
altered passive eruption; crown lengthening; excessive gingival display; gummy smile
Senyum yang sehat dan indah dapat menunjang penampilan dan menambah kepercayaan diri seseorang. Senyuman terbentuk dari harmonisasi yang baik antara gigi dalam relasi dengan tulang alveolar dan gingiva sebagai bagian dari rongga mulut. Excessive ginigival display atau gummy smile, mahkota klinis yang pendek sering menjadi keluhan pasien. Salah satu penyebab gummy smile dan mahkota klinis pendek adalah altered passive eruption (APE). Crown lengthening dapat dilakukan dengan pengurangan tulang (gingivektomi dengan pengurangan tulang) atau tanpa pengurangan tulang (gingivektomi). Laporan kasus ini bertujuan untuk memaparkan koreksi APE dengan bedah crown lengthening dengan pengurangan tulang untuk mengembalikan fungsi dan estetika. Seorang wanita berusia 24 tahun datang ke Departemen Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara, mengeluhkan tinggi gusi pada gigi depan tidak sama tinggi dan dianggap kurang estetis saat tersenyum. Pasien juga mengeluhkan gigi depan rahang atas yang pendek. Setelah melakukan analisa klinis dan radiografi yang berkaitan dengan estetika dan jaringan periodontal, crown lengthening dengan pengurangan tulang dipilih menjadi perawatan pasien ini. Hasil perawatan yang diperoleh cukup baik, margin gingiva terlihat sesuai dengan gingival zenith dan meningkatkan profil senyum pasien. APE sebagai etiologi gummy smile pada pasien ini dapat diperbaiki. Tidak ada komplikasi pasca bedah seperti rasa sakit yang berlebihan, infeksi dan sensitivitas. Diagnosis yang tepat, rencana perawatan dan teknik bedah yang baik dapat memberikan kepuasan dan senyum pasien yang harmonis.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-07-15
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65311
10.22146/mkgk.65311
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 2 (2020); 58-64
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65311/34284
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/65311/16261
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/65311/16262
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/65311/16264
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/65311/16265
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/65311/16266
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/65311/16267
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/65311/16268
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/65311/16269
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/downloadSuppFile/65311/16270
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65358
2022-08-26T02:22:05Z
mkgk:CSR
Infeksi virus herpes simplex tipe 1 yang tereaktivasi oleh paparan sinar matahari
Fitriasari, Nuri
Setiadhi, Riani
dentist
intraoral herpes rekuren; paparan sinar matahari; VHS tipe 1
Virus herpes simplex tipe 1 termasuk ke dalam famili Herpesviridae dan subfamili Alphaherpesvirus dengan manusia sebagai reservoir alami virus herpes. Virus herpes simplex tipe 1 bermanifestasi pada oral dan perioral. Setelah terjadi infeksi primer, subkeluarga alphaherpesvirinae akan laten pada saraf ganglia dan dapat reaktivasi. Terjadinya reaktivasi alpha herpesvirinae salah satunya dikarenakan paparan sinar matahari. Laporan kasus ini memaparkan tentang infeksi virus herpes simplex tipe 1 yang tereaktivasi oleh paparan sinar matahari. Pasien laki-laki berusia 37 tahun berobat ke Poliklinik Ilmu Penyakit Mulut RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung didiagnosa intraoral herpes rekuren dan kandidiasis pseudomembran akut. Pasien mengeluhkan sudah 1 bulan ini terdapat banyak sariawan pada lidah, gusi dan tenggorokan terasa nyeri sehingga sulit untuk makan dan minum dan lama kelamaan timbul warna putih pada lidah. Ada riwayat demam pada awal terjadi sariawan, riwayat alergi disangkal, pernah sariawan sebelumnya tetapi tidak separah seperti saat ini serta bekerja di kebun dalam satu bulan terakhir. Sudah berobat ke beberapa dokter gigi tetapi tidak ada perbaikan. Penanganan yang dilakukan meliputi, anamnesis, pemeriksaan ekstra oral danintral oral, pemeriksaan laboratorium imunoserologi dan mikrobiologi, tatalaksana farmakologi dan non farmakologi. Pasien menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam pengobatan 3 minggu. Artikel ini memaparkan paparan sinarmatahari dapat menyebabkan reaktivasi infeksi virus herpes simplex tipe 1.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-08-25
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65358
10.22146/mkgk.65358
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 7, No 1 (2021); 36-42
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65358/34503
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65380
2022-08-26T07:40:18Z
mkgk:CSR
Model 3D mandibula dan plates positioning guide untuk rekonstruksi fraktur neglected pada anak
Mazfar, Yahul
Widiastuti, Maria Goreti
Arindra, Pingky Krisna
Departement of Oral and Maxillofacial Surgery, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia.
model mandibula 3D; neglected fracture; plat akrilik
Neglected fracture adalah fraktur yang tidak mendapatkan perawatan adekuat sehingga terjadi displacement tulang dan perubahan tarikan otot yang menyulitkan tindakan reposisi. Penggunaan model mandibula 3D dapat membantu menentukan alignment mandibula normal, dan pembuatan plat akrilik untuk memfiksasi posisi mandibula. Laporan kasus ini menampilkan pemanfaatan model mandibula 3D dan plat akrilik pada proses reposisi neglected fracture mandibula. Seorang anak laki-laki usia 3 tahun dirujuk ke RSUP Dr Sardjito karena bentuk rahang bawah miring ke sebelah kiri. Menurut orangtuanya pada saat dilahirkan pasien terjatuh dengan posisi wajah terbentur dilantai. Pemeriksaan objektif ekstra oral terdapat deviasi mandibula ke kiri, palpasi anterior tragus condyle sinistra tidak terdapat pergerakan saat membuka dan menutup mulut. Pemeriksaan intraoral palpasi regio angulus mandibula sinistra teraba tidak rata. Gambaran CT Scan terdapat fraktur angulus mandibula dengan gap sebesar 1 cm. Hasil pemeriksaan terdapat neglected fracture mandibula sehingga dilakukan tindakan operasi rekonstruksi. Tindakan reposisi dan reduksi area fraktur durante operasi dilakukan dengan pemanfaatan plat akrilik yang dibuat dengan model mandibula 3D sebelum operasi. Hasil operasi setelah 1 tahun menunjukkan gambaran wajah simetris dan hasil pemeriksaan ronsen panoramik dan CBCT posisi plate pada angulus mandibula baik serta tampak penyembuhan tulang. Reposisi dengan memanfaatkan model mandibula 3D dan plat akrilik dapat membantu tindakan reposisi, meningkatkan akurasi penempatan plate, dan mempercepat waktu operasi.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2020-12-30
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65380
10.22146/mkgk.65380
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 6, No 3 (2020); 72-77
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65380/34509
Copyright (c) 2020 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65656
2021-05-05T03:25:25Z
mkgk:CSR
Apeksifikasi dan restorasi veneer direk resin komposit pada insisivus sentralis maksila
Adinegara, Pita
Nugraheni, Tunjung
apeksifikasi; analisis estetik; Mineral Trioxide Aggregate (MTA); mock up; veneer direk resin komposit
Trauma pada gigi permanen immature dengan pulpa terbuka dapat menyebabkan inflamasi pulpa akibat terjadi perubahan sirkulasi darah pulpa, yaitu terjadi dilatasi pembuluh darah kapiler, diikuti edema pulpa. Laporan kasus ini bertujuan untuk memaparkan keberhasilan penggunaan MTA (Mineral Trioxide Aggregate) sebagai bahan apeksifikasi, dilanjutkan restorasi veneer direk resin komposit pada gigi insisivus sentralis kanan dan kiri maksila. Pasien wanita berusia 19 tahun dirujuk ke RSGM Prof. Soedomo oleh dokter gigi sebelumnya untuk merawatkan gigi depan atas yang patah 10 tahun yang lalu karena terbentur benda keras. Seminggu yang lalu gusi pada gigi tersebut bengkak dan sakit. Berdasarkan pemeriksaan subjektif, objektif, dan radiografis ditetapkan diagnosis gigi insisivus sentralis kanan maksila dan gigi insisivus sentralis kiri maksila adalah fraktur Ellis Kelas I, nekrosis pulpa disertai abses periapikal dan apeks terbuka. Rencana perawatan pada kasus ini yaitu dilakukan trepanasi,preparasi saluran akar teknik konvensional, apeksifikasi dengan MTA, obturasi dengan guta perca, dan dilanjutkan restorasi veneer direk resin komposit sesuai analisis estetik serta hasil mock up. Prognosis kasus ini adalah baik. Hasil evaluasi klinis pasca perawatan, pasien menyatakan tidak ada keluhan bengkak dan sakit, serta merasa puas dengan perawatan yang telah dilakukan. Kesimpulan hasil perawatan yaitu tindakan apeksifikasi dengan MTA dapat mempersingkat waktu kunjungan karena terbentuknya barier apikal, sehingga restorasi akhir dapat segera dilakukan.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65656
10.22146/mkgk.65656
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 2 (2018); 44-53
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65656/31185
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65682
2021-05-05T03:25:25Z
mkgk:CSR
Fraktur Ellis kelas III dengan restorasi mahkota jaket porselin dan pasak fiber prefabricated
Widayanto, Prisca Bernadeti Sri
Hadriyanto, Wignyo
e.max; fraktur gigi anterior; mahkota jaket porselin; pasak fiber prefabricated; perawatan saluran akar
igi anterior memiliki fungsi estetika yang penting, sehingga ketika trauma terjadi perawatan harus segera dilakukan. Fraktur koronal gigi anterior adalah bentuk umum dari trauma gigi yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa. Mayoritas trauma gigi melibatkan gigi anterior, terutama gigi insisivus maksila. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan penatalaksanaan fraktur Ellis kelas III dengan perawatan saluran akar dan restorasi mahkota jaket porselen yang diperkuat pasak fiber prefabricated. Pasien wanita berusia 22 tahun datang dengan keluhan gigi depan atas patah 2 bulan yang lalu, gusi bagian belakang bengkak 3 minggu yang lalu dan terasa sakit, saat ini gigi tersebut tidak terasa sakit (gigi 22). Pemeriksaan radiografis menunjukkan bahwa fraktur pada gigi 22 telah menyebabkan pulpa terbuka dan terdapat area radiolusen di daerah apikal berdiameter 5 mm. Restorasi akhir pada kasus ini adalah mahkota jaket porselen e.max dengan teknik stop. Hasil pemeriksaan pada kontrol 3 minggu, pasien tidak menunjukkan adanya keluhan, lesi periapikal mengecil, dan hasil restorasi yang baik.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65682
10.22146/mkgk.65682
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 2 (2018); 54-62
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65682/31192
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65684
2021-05-05T03:25:25Z
mkgk:CSR
Overdenture kaitan magnet pada rahang atas dengan torus palatinus
Novianto, Ricky
Indrastuti, Murti
Dipoyono, Haryo Mustiko
Kusuma, Heriyanti Amalia
kaitan magnet; overdenture; torus palatinus
Torus palatinus dapat menjadi masalah bagi retensi gigi tiruan lengkap. Overdenture merupakan gigi tiruan lengkap atau sebagian yang didukung oleh mucoperiosteum dan beberapa gigi atau akar gigi asli yang telah mengalami perawatan endodontik. Penambahan kaitan magnet pada gigi penyangga overdenture dapat meningkatkan retensi gigi tiruan. Laporan kasus ini bertujuan untuk memberi informasi tentang penatalaksanaan perawatan prostodonsia pada rahang atas dengan torus palatinus menggunakan gigi tiruan lengkap kerangka logam dengan overdenture kaitan magnet. Wanita 49 tahun datang ke klinik prostodonsia RSGM UGM Prof.Soedomo dengan keluhan ingin dibuatkan gigi tiruan. Pasien mengeluh banyak gigi atas dan bawah yang telah dicabut karena karies sehingga kesulitan dalam mengunyah. Hasil pemeriksaan pada rahang atas menunjukkan adanya torus palatinus, dan hanya tersisa gigi 23 dengan kondisi non vital dan telah dilakukan perawatan endodontik. Pasien kehilangan gigi 37,36,34,44,45,46,47 pada rahang bawah. Anamnesa, pemeriksaan klinis, pencetakan model studi, gigi 23 dipertahankan sebagai penyangga overdenture magnet, dipreparasi berbentuk dome shaped, dilakukan pengambilan guta perca sesuai dengan panjang keeper, sementasi keeper. Pencetakan model kerja, pembuatan kerangka logam gigi tiruan lengkap rahang atas dengan plat palatal yang terbuka di bagian torus palatinus dan kerangka logam gigi tiruan sebagian rahang bawah, penyusunan gigi dan pasang coba penyusunan gigi pada pasien, prosesing laboratorium, lalu insersi seluruh gigi tiruan, dilakukan pengecekan estetis, fonetik dan oklusi lalu pada gigi tiruan rahang atas dilakukan pemasangan kaitan magnet pada permukaan fitting surface. Penggunaan overdenture dengan kaitan magnet dapat meningkatkan retensi pada gigi tiruan lengkap rahang atas dengan torus palatinus.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65684
10.22146/mkgk.65684
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 2 (2018); 63-69
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65684/31193
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65685
2021-05-05T03:25:25Z
mkgk:CSR
Penatalaksanaan defek residual rigde posterior mandibula dengan overdenture kaitan magnet
Putra, Sradha
Ismiyati, Titik
Saleh, Suparyono
Kusuma, Heriyanti Amalia
defek; kaitan magnet; overdenture
Overdenture merupakan perawatan yang dapat diterima oleh pasien lanjut usia dengan satu gigi atau lebih yang tersisa dalam rongga mulut. Kehilangan dimensi vertikal oklusi pasien dapat menyebabkan gigi posterior yang tersisa menekan residual rigde pada rahang antagonis sehingga terjadi defek tulang alveolar. Defek residual rigde rahang bawah mengganggu retensi gigi tiruan. Kaitan magnet pada overdenture dapat menambah retensi gigi tiruan. Tujuan laporan ini memberikan pemilihan perawatan mengenai defek residual rigde posterior mandibula akibat tekanan gigi 16 dengan menggunakan overdenture kaitan magnet. Pasien perempuan berusia 64 tahun datang ke klinik Prostodonsia RSGM Prof. Soedomo untuk dibuatkan gigi tiruan. Pasien kehilangan gigi 17, 15, 14, 11, 21, 22, 24, 25, 26, 27 pada rahang atas. Pada rahang bawah, hanya tersisa gigi 45 dan terjadi kehilangan oklusi gigi posterior yang menyebabkan gigi 16 meninggalkan defek residual rigde pada regio 46 posterior mandibula kanan. Tatalaksana kasus perawatan saluran akar gigi 45, dekaputasi mahkota gigi berbentuk dome shaped, penggambilan guta percha sesuai dengan panjang keeper, sementasi keeper. Setelah insersi gigi tiruan dilakukan pemasangan kaitan magnet pada permukaan fitting surface. Kesimpulan overdenture kaitan magnet dapat meningkatkan retensi gigi tiruan pada defek residual rigde pada posterior mandibula.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-05
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65685
10.22146/mkgk.65685
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 2 (2018); 70-75
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65685/31194
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65717
2021-05-06T04:30:46Z
mkgk:CSR
Veneer direk dengan pasak fiber pada insisivus maksila pasca perawatan saluran akar
Rahardjo, Alberta Vianney
Kristanti, Yulita
pasak fiber; perawatan saluran akar; veneer direk
Gigi nekrosis dengan tumpatan yang mengalami perubahan warna memerlukan perawatan saluran akar dan restorasi yang dapat mengembalikan estetik dan kekuatan gigi tersebut. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menginformasikan hasil perawatan saluran akar yang diikuti restorasi veneer direk resin komposit dengan pasak fiber pada gigi insisivus sentralis kiri maksila. Pasien wanita berusia 21 tahun ingin memperbaiki tambalan pada gigi depan atasnya yang berubah warna. Sekitar satu tahun yang lalu gigi tersebut pernah nyeri spontan dan pasien hanya minum obat untuk meredakan nyeri. Berdasarkan pemeriksaan subjektif, objektif, dan radiografis diperoleh diagnosis gigi insisivus sentralis kiri maksila nekrosis pulpa dengan lesi periapikal. Perawatan saluran akar dilakukan dengan teknik preparasi step back. Satu minggu setelah obturasi, dilakukan kontrol dan pemasangan pasak fiber yang dilanjutkan dengan restorasi veneer direk resin komposit. Hasil evaluasi klinis pada waktu kontrol menunjukkan restorasi masih utuh, tidak ada perubahan warna, tidak ada rasa nyeri pada perkusi dan palpasi. Kesimpulan perawatan saluran akar dan veneer direk dengan pasak fiber efektif untuk merawat gigi insisivus maksila nekrosis pulpa dengan lesi periapikal.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65717
10.22146/mkgk.65717
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 3 (2018); 95-101
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65717/31218
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65718
2021-05-06T04:30:47Z
mkgk:CSR
Toxic epidermal necrolysis dipicu oleh parasetamol dan kloramfenikol
Rakhmania, Hamdatun
Setiadhi, Riani
kloramfenikol; lesi oral; parasetamol; TEN
Toxic epidermal necrolysis (TEN) adalah peradangan sistemik akut yang melibatkan kulit, membran mukosa, epitel pernafasan dan pencernaan. Dalam banyak kasus, obat-obatan merupakan penyebab utama TEN akan tetapi dapat juga disebabkan oleh infeksi dan faktor resiko lain. Membran mukosa (rongga mulut, konjungtiva dan anogenital) adalah bagian tubuh yang paling awal terlibat pada TEN. Tujuan dari studi kasus membahas mengenai Toxic epidermal necrolysis yang dipicu oleh parasetamol dan kloramfenikol serta manajemen terapinya. Seorang wanita berumur 34 tahun mengeluh, empat hari sebelum rawat inap merasa pusing dan nyeri menelan, ia minum obat parasetamol dan kloramfenikol untuk mengobatinya. Tiga hari kemudian timbul luka pada kelopak mata dan bibir sehingga terasa nyeri saat membuka mata dan mulut. Pada bibir ditemukan krusta serosanguis yang mudah berdarah dan epidermolysis 32% pada kulit serta di mukosa oral terdapat lesi erosif, pseudomembran, eritem dan edema. Berdasarkan gambaran klinis, ditegakkan diagnosis TEN yang dipicu oleh parasetamol dan kloramfenikol. Terapi yang diberikan pada kunjungan pertama adalah kompres bibir dengan NaCl 0,9 %, 3 hari kemudian ditambahkan obat kumur chlorhexidine gluconate 0,1%. Mulai hari ke-7 ditambahkan terapi deksametason racikan dalam bentuk salep dan obat kumur. Setelah 10 hari menjalani perawatan, perih serta luka pada bibir dan rongga mulut sudah mengalami perbaikan, nyeri menelan pun berkurang. Kesimpulan: Tanda awal TEN adalah ruam dan lepuh pada mulut sehingga dokter gigi memiliki peranan penting dalam deteksi dini kelainan ini. Dokter gigi harus tanggap dan segera merujuk ke dokter spesialis kulit jika ditemukan tanda awal TEN, sehingga dapat segera diterapi sejak dini.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65718
10.22146/mkgk.65718
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 3 (2018); 102-107
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65718/31219
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65719
2021-05-06T04:30:47Z
mkgk:CSR
Retraksi kaninus segmental pada kasus gigi anterior maksila yang berjejal berat
Anggraini, Katlya
Hardjono, Soekarsono
Suparwitri, Sri
alat ortodontik cekat teknik Edgewise; gigi anterior maksila berjejal berat; retraksi kaninus segmental
Retraksi kaninus merupakan salah satu tahapan dari perawatan ortodonti pada kasus pencabutan, yang umumnya dilakukan setelah tahap levelling selesai dilakukan. Namun pada kasus gigi anterior yang berjejal berat, retraksi kaninus segmental seringkali diperlukan untuk menyediakan ruang demi tercapainya kesejajaran gigi-gigi anterior. Laporan kasus ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas retraksi kaninus segmental pada penanganan kasus gigi anterior maksila yang berjejal berat. Seorang pasien perempuan usia 13 tahun datang dengan keluhan gigi-geligi rahang atas dan bawah yang berjejal dan terdapat gigi depan kiri atas yang tumbuh lebih ke depan. Pemeriksaan objektif menunjukkan bidental protrusi, crowding rahang atas dan rahang bawah, open bite, cross bite, dan scissor bite. Pasien memiliki Maloklusi Angle Kelas II divisi 1 dengan relasi skeletal kelas II, bidental protrusi, open bite pada gigi 13 terhadap 43, dan 24 terhadap 34, cross bite pada gigi 15 terhadap 45, scissor bite pada gigi 25 terhadap 35, dan malposisi gigi individual. Pasien dirawat menggunakan alat ortodontik cekat teknik Edgewise dengan retraksi kaninus yang dilakukan secara segmental. Setelah 17 bulan perawatan, crowding rahang atas dan rahang bawah terkoreksi, malposisi gigi individual terkoreksi, cross bite terkoreksi, scissor bite terkoreksi namun open bite belum terkoreksi dan perawatan pada pasien masih berlangsung hingga saat ini. Retraksi kaninus segmental efektif untuk penanganan kasus gigi anterior maksila yang berjejal berat.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65719
10.22146/mkgk.65719
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 4, No 3 (2018); 108-113
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65719/31220
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65720
2021-05-06T05:02:59Z
mkgk:CSR
Pasak customized fiber dengan mahkota jaket komposit pada gigi fraktur Ellis kelas III
Kusumawati, Dyah Tri
Ratih, Diatri Nari
gigi fraktur Ellis kelas III; mahkota jaket resin komposit; pasak customized FRC
Gigi fraktur Ellis kelas III merupakan kasus fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa. Fraktur mahkota yang luas dengan pulpa terbuka mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa sehingga memerlukan perawatan saluran akar. Laporan kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi perawatan gigi fraktur Ellis kelas III dengan perawatan saluran akar dan restorasi pasak customized fiber reinforced composite (FRC) disertai mahkota jaket resin komposit. Pasien wanita, 17 tahun datang ke Klinik Konservasi FKG UGM untuk merawat gigi depan kanan atas yang patah 3 tahun lalu. Diagnosis gigi 11 Fraktur Ellis kelas III dengan nekrosis pulpa disertai lesi periapikal. Pasien dirawat dengan perawatan saluran akar multi kunjungan (meliputi pembersihan dan pembentukan, sterilisasi serta pengisian saluran akar), kemudian gigi direstorasi dengan restorasi pasak customized FRC disertai mahkota jaket resin komposit. Kesimpulan dari hasil evaluasi klinis dan radiografis saat kontrol tidak ada keluhan dan pasien merasa puas.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65720
10.22146/mkgk.65720
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 5, No 2 (2019); 27-33
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65720/31221
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65721
2021-05-06T05:02:59Z
mkgk:CSR
Custom split dowel core pada gigi posterior pasca perawatan saluran akar
Dewi, Elvina
Hadriyanto, Wignyo
crown lengthening; custom split dowel core; mahkota porselin fusi metal; perawatan saluran akar
Perawatan saluran akar bukan sekedar melakukan perawatan untuk menyelamatkan gigi yang rusak namun mempertimbangkan juga bagaimana agar setelah dirawat gigi tersebut dapat bertahan lama menjalankan fungsinya didalam rongga mulut. Pada gigi pasca perawatan saluran akar dengan kerusakan yang luas diperlukan pemasangan pasak untuk memperkuat struktur gigi yang tersisa. Laporan kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi gigi dengan kerusakan yang luas dan anatomi saluran akar distal yang lebar, pasca perawatan saluran akar dan crown lengthening dengan restorasi mahkota porselin fusi metal dan custom split dowel core. Seorang wanita berusia 22 tahun datang ke klinik Konservasi Gigi RSGM UGM Prof. Soedomo untuk memeriksakan gigi geraham bawah kirinya yang sudah ditambal sejak sekitar 2 tahun yang lalu. Satu tahun setelah ditambal, gigi tersebut kadang muncul rasa sakit jika digunakan untuk mengunyah makanan dan merasa kurang nyaman ketika minum minuman yang hangat. Diagnosis gigi #37 adalah karies profunda dengan nekrosis pulpa. Perawatan yang dipilih pada kasus ini adalah perawatan saluran akar dan crown lengthening dilanjutkan dengan restorasi mahkota porselin fusi metal dengan custom split dowel core. Hasil pemeriksaan pada kontrol 1 bulan, menunjukkan hasil restorasi yang baik, pasien tidak menunjukkan adanya keluhan. Kesimpulan perawatan ini adalah penggunaan custom split dowel core efektif memperkuat gigi karena pasak tersebut mampu mengisi sesuai bentuk saluran akar yang ada serta menyediakan ferrule yang cukup untuk restorasi akhirnya nanti.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65721
10.22146/mkgk.65721
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 5, No 2 (2019); 34-41
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65721/31222
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65722
2021-05-06T05:03:00Z
mkgk:CSR
Perawatan perforasi bifurkasi dengan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) dan restorasi resin komposit desain preparasi onlei
Yuliati, Enny
Nugraheni, Tunjung
mineral trioxide aggregate; perforasi bifurkasi; perawatan saluran akar
Perforasi dapat terjadi karena karies yang dalam, proses resorpsi maupun kejadian iatrogenik pada saat dan setelah perawatan saluran akar. Pemakaian Mineral Trioxide Aggregate (MTA) pada penutupan perforasi furkasi memberikan kerapatan yang lebih baik dibandingkan material penutup yang lain. Studi kasus ini melaporkan penutupan perforasi bifurkasi menggunakan MTA pada perawatan saluran akar gigi molar satu kiri mandibula nekrosis pulpa dilanjutkan restorasi resin komposit kavitas kelas II desain preparasi onlei dan pasak fiber prefabricated. Pasien perempuan berusia 45 tahun datang ke klinik Konservasi RSGM Prof. Soedomo atas rujukan dari puskesmas dengan keluhan ingin merawat gigi belakang kiri bawahnya yang sakit dan bengkak dua minggu yang lalu. Diagnosis kasus ini adalah gigi 36 nekrosis pulpa disertai lesi periapikal dan perforasi bifurkasi. Preparasi saluran akar dengan teknik crown down menggunakan protaper hand use. MTA diaplikasikan diatas area perforasi. Obturasi saluran akar dengan teknik single cone. Enam bulan setelah penutupan perforasi bifurkasi dan perawatan saluran akar, dilanjutkan restorasi resin komposit kavitas kelas II desain preparasi onlei dan pasak fiber prefabricated. Kasus gigi molar satu kiri bawah yang mengalami perforasi bifurkasi dapat disembuhkan dengan penggunaan MTA sebagai bahan penutup perforasi. Evaluasi pasca pengaplikasian MTA dilakukan setelah 6 bulan menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dengan ditandai area radiolusensi yang mengecil di bawah bifurkasi dan bagian apikal akar mesial.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65722
10.22146/mkgk.65722
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 5, No 2 (2019); 42-49
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65722/31223
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65723
2021-05-06T05:03:00Z
mkgk:CSR
Penatalaksanaan gigi fraktur ellis kelas III dengan pulpektomi dan restorasi resin komposit dengan penguat pasak fiber prefabricated
Sidiartha, I Gusti Ayu Fienna Novianthi
Hadriyanto, Wignyo
gigi fraktur; pasak fiber prefabricated; pulpektomi; resin komposit
Seorang wanita usia 18 tahun datang ke klinik Konservasi RSGM UGM Prof. Soedomo dengan keluhan gigi depan atas sakit saat menggigit makanan. Gigi depan atas fraktur oleh karena terjatuh sejak 6 tahun yang lalu. Fraktur melibatkan ½ panjang mahkota gigi dan sudah mencapai pulpa berdasarkan gambaran radiograf dan diklasifikasi sebagai fraktur Ellis kelas III. Tujuan studi kasus adalah untuk mengevaluasi keberhasilan perawatan pulpektomi dan restorasi resin komposit dengan pasak fiber pada gigi yang mengalami trauma. Riwayat ditambal tiga kali namun selalu terlepas. Saat ini dilakukan perawatan pulpektomi dilanjutkan restorasi resin komposit dengan pasak fiber prefabricated. Pemilihan pasak fiber prefabricated karena memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang menyamai dentin, serta mampu mengisi saluran akar secara tiga dimensi. Seminggu kemudian restorasi berhasil dengan baik dan tidak ada keluhan saat menggigit makanan. Gigi fraktur ellis kelas III dapat dilakukan restorasi resin komposit dengan penguat pasak fiber prefabricated setelah pulpektomi.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65723
10.22146/mkgk.65723
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 5, No 2 (2019); 50-55
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65723/31224
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65724
2021-05-06T05:03:01Z
mkgk:CSR
Crown lengthening disertai perawatan saluran akar dengan restorasi pasak parallel self threading dan mahkota penuh fusi metal
Yudistian, Ilma
Untara, Tri Endra
crown lengthening; mahkota penuh porselin fusi metal; parallel self threading dowel; perawatan saluran akar
Mahkota klinis pendek menimbulkan permasalahan pembuatan restorasi mahkota kurang adekuat sehingga perlu dilakukan tindakan operatif, disebut fungsional crown lengthening. Tujuan laporan kasus ini untuk menginformasikan hasil perawatan crown lengthening agar didapat ferrule effect untuk restorasi mahkota penuh porselin fusi metal disertai pasak radix anchor. Pasien laki-laki 17 tahun datang ke RSGM UGM Prof. Soedomo untuk menambalkan gigi belakang kanan bawah berlubang dengan riwayat sakit spontan, saat datang tidak sakit. Pemeriksaan klinis, gigi 45 nekrosis, kavitas permukaan distal subgingiva. Radiograf menunjukkan kavitas mencapai pulpa, dasarnya hampir sejajar puncak tulang alveolar disertai lesi periapikal. Awalnya, dilakukan crown lengthening pada daerah distal, seminggu setelahnya dilakukan perawatan satu saluran akar multi kunjungan, kemudian dilakukan preparasi dan insersi radix anchor menggunakan semen resin, sekaligus pembuatan core, dilanjutkan preparasi mahkota penuh, kemudian dicetak dengan tehnik double impression. Mahkota penuh PFM diinsersikan dengan semen resin. Hasil evaluasi enam bulan, tidak ada keluhan dari pasien, dan adaptasi tepi restorasi baik. Dengan pemilihan kasus dan diagnosis yang tepat serta prosedur perawatan dan restorasi adekuat maka perawatan saluran akar dapat berhasil dan tahan lama.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65724
10.22146/mkgk.65724
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 5, No 2 (2019); 56-61
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65724/31225
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/65725
2021-05-06T05:50:52Z
mkgk:CSR
Teknik sementasi ekstraoral untuk mencegah kelebihan semen di sekitar implan
Bonifacius, Setyawan
Komara, Ira
Carolina, Dyah Nindita
cement-retained; implan; screw-retained; sementasi ekstra oral
Pembersihan kelebihan semen yang tidak adekuat dapat menginisiasi terjadinya proses inflamasi sekitar implan. Pemilihan jenis koneksi dan teknik sementasi implan dan restorasi adalah dua aspek yang harus diperhatikan untuk menunjang keberhasilan implan. Teknik sementasi restorasi yang dilakukan ekstraoral dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mencegah terjadinya kelebihan semen di sekitar implan. Studi kasus ini bertujuan untuk menunjukkan metode dalam mengurangi risiko kelebihan semen yang terakumulasi di sekitar implan. Pasien laki-laki, usia 50 tahun datang dengan keluhan kehilangan gigi regio 35 dan 36, ingin dibuatkan protesa implan untuk mengganti gigi 35 dan 36. Hasil radiograf CBCT tidak ada kontraindikasi untuk implan dan pasien tidak ada riwayat penyakit sistemik. Bedah implan dilakukan di regio 35 dan 36. Fase pemasangan restorasi mahkota pada implan dilakukan dengan teknik sementasi ekstraoral pada gigi 35 dan 36. Manfaat utama dari sementasi ekstra oral adalah untuk menghilangkan secara langsung kelebihan semen di sekitar margin. Teknik ini mengurangi risiko terjadinya inflamasi pada jaringan lunak dan kehilangan tulang di sekitar implan. Teknik sementasi ekstraoral dapat menjadi salah satu alternatif untuk mencegah terjadinya kegagalan implan yang disebabkan karena kelebihan semen yang tertinggal di sekitar implan.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2021-05-06
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
editorial
application/pdf
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65725
10.22146/mkgk.65725
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM; Vol 5, No 3 (2019); 62-65
2460-0059
eng
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/65725/31226
Copyright (c) 2021 MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
ad1ee16f4e6f82e42f4b62eb09bb5098