SKENARIO PELAKSANAAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI: APAKAH MENUJU DESENTRALISASI SETENGAH HATI DI SEKTOR KESEHATAN?
Laksono Trisnantoro(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Bukti empirik di berbagai negara menyatakan
bahwa penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
desentralisasi membutuhkan waktu, proses yang
rumit, dan penghalusan-penghalusan. Dapat dipahami
bahwa ada pihak yang tidak sabar dengan
pelaksanaan desentralisasi. Bagi pihak yang kontra
dengan kebijakan ini maka kata desentralisasi menjadi
hal yang tidak lagi menarik untuk dipergunakan.
Namun harus ditegaskan bahwa Undang- Undang (UU)
No. 32/2004 menyatakan bahwa sektor kesehatan
merupakan bidang yang harus didesentralisasikan.
Undang – Undang (UU) ini diikuti dengan berbagai
Peraturan Pemerintah (PP) seperti PP No. 38/2007,
PP No. 41/2007, PP No. 08/2008 yang memastikan
pelaksanaan desentralisasi. Mau atau tidak mau,
kebijakan desentralisasi sudah merupakan kebijakan
nasional dalam tingkat UU, kecuali apabila terjadi
amandemen. Pada tahun 2008 ini sudah terjadi situasi
“Point of No Return”.
Dalam konteks pelaksanaan kebijakan
desentralisasi ketidakpastian yang ada adalah: pihak
mana yang akan “lebih berpengaruh” dalam strategi
pembangunan kesehatan di Indonesia: apakah yang
pro sentralisasi ataukah yang pro desentralisasi.
Bagaimana kita menghadapi ketidakpastian tentang
pelaksanaan kebijakan desentralisasi kesehatan di
Indonesia?
Berbagai teori perencanaan sering gagal
memperkirakan masa depan. Salah satu penyebab
kegagalan adalah asumsi bahwa perkembangan ke
masa depan adalah sesuatu yang linier. Sementara
itu kenyataan menunjukkan bahwa masa depan
dapat bervariasi akibat berbagai faktor. Dalam hal
ini dibutuhkan perencanaan yang bersifat skenario.
Perencanaan berdasar skenario (scenario planning)
bukan merupakan kegiatan untuk memilih alternatif,
akan tetapi lebih untuk pemahaman bagaimana tiap
kemungkinan akan berjalan. Dengan pemahaman
ini sebuah lembaga atau negara dapat
mempersiapkan diri dalam membuat berbagai
keputusan strategis untuk menghadapi berbagai
kemungkinan di masa mendatang. Perencanaan
skenario adalah alat bantu untuk melihat ke depan
yang penuh ketidak-pastian.
Inti perencanaan skenario adalah
pengembangan gambaran mengenai kemungkinankemungkinan
kondisi di masa mendatang dan
mengidentifikasi perubahan-perubahan, serta
implikasinya yang muncul sebagai akibat dari
kondisi tersebut. Referensi lain menyebutkan bahwa
perencanaan skenario dilakukan untuk menilai
skenario-skenario yang memungkinkan untuk suatu
kegiatan: kemungkinan terbaik, kemungkinan
terburuk dan berbagai kemungkinan diantaranya.
Dalam konteks pelaksanaan kebijakan
desentralisasi kesehatan di Indonesia, faktor yang
tidak pasti adalah keinginan pemerintah daerah dan
pemerintah pusat untuk menjalankan desentralisasi
dengan sepenuh hati. Dengan menggunakan kedua
kemungkinan tersebut ada 4 skenario yang mungkin:
skenario 1, adalah situasi dimana pemerintah pusat
bersemangat untuk melaksanakan desentralisasi,
berusaha melaraskan struktur organisasinya dengan
pemerintah daerah, dan pemerintah daerah
bersemangat pula untuk melakukannya. Skenario
2: terjadi situasi dimana pemerintah pusat
(khususnya Departemen Kesehatan) cenderung
ingin sentralisasi, sementara pemerintah daerah
berada dalam sistem yang semakin desentralisasi.
Skenario 3: Pemerintah pusat tidak berkeinginan
melakukan desentralisasi di bidang kesehatan
demikian pula pemerintah daerah. Akibatnya terjadi
perubahan UU (amandemen UU No. 32/2004)
sehingga kesehatan kembali menjadi sektor yang
sentralisasi; dan skenario 4: pemerintah pusat
(Departemen Kesehatan dan DPR) berubah menjadi
bersemangat untuk desentralisasi, namun
pemerintah daerah tidak mau menjalankan.
Skenario mana yang paling besar
kemungkinannya terjadi? Jika tidak ada usaha
apapun, dikhawatirkan skenario ke-2 yang akan
terjadi. Skenario ini dapat disebut sebagai
desentralisasi setengah hati. Keadaan ini sudah
terjadi saat ini dan juga pernah terjadi di berbagai
negara yang melakukan desentralisasi. Sesuai
dengan predikatnya yang setengah hati, kebijakan
desentralisasi tentu tidak akan memberikan dampak
positif pada pembangunan kesehatan. Oleh karena
itu, perlu berbagai usaha agar mengurangi
probabilitas skenario 2, untuk masuk ke skenario 1.
Laksono Trisnantoro (trisnantoro@yahoo.com )
bahwa penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
desentralisasi membutuhkan waktu, proses yang
rumit, dan penghalusan-penghalusan. Dapat dipahami
bahwa ada pihak yang tidak sabar dengan
pelaksanaan desentralisasi. Bagi pihak yang kontra
dengan kebijakan ini maka kata desentralisasi menjadi
hal yang tidak lagi menarik untuk dipergunakan.
Namun harus ditegaskan bahwa Undang- Undang (UU)
No. 32/2004 menyatakan bahwa sektor kesehatan
merupakan bidang yang harus didesentralisasikan.
Undang – Undang (UU) ini diikuti dengan berbagai
Peraturan Pemerintah (PP) seperti PP No. 38/2007,
PP No. 41/2007, PP No. 08/2008 yang memastikan
pelaksanaan desentralisasi. Mau atau tidak mau,
kebijakan desentralisasi sudah merupakan kebijakan
nasional dalam tingkat UU, kecuali apabila terjadi
amandemen. Pada tahun 2008 ini sudah terjadi situasi
“Point of No Return”.
Dalam konteks pelaksanaan kebijakan
desentralisasi ketidakpastian yang ada adalah: pihak
mana yang akan “lebih berpengaruh” dalam strategi
pembangunan kesehatan di Indonesia: apakah yang
pro sentralisasi ataukah yang pro desentralisasi.
Bagaimana kita menghadapi ketidakpastian tentang
pelaksanaan kebijakan desentralisasi kesehatan di
Indonesia?
Berbagai teori perencanaan sering gagal
memperkirakan masa depan. Salah satu penyebab
kegagalan adalah asumsi bahwa perkembangan ke
masa depan adalah sesuatu yang linier. Sementara
itu kenyataan menunjukkan bahwa masa depan
dapat bervariasi akibat berbagai faktor. Dalam hal
ini dibutuhkan perencanaan yang bersifat skenario.
Perencanaan berdasar skenario (scenario planning)
bukan merupakan kegiatan untuk memilih alternatif,
akan tetapi lebih untuk pemahaman bagaimana tiap
kemungkinan akan berjalan. Dengan pemahaman
ini sebuah lembaga atau negara dapat
mempersiapkan diri dalam membuat berbagai
keputusan strategis untuk menghadapi berbagai
kemungkinan di masa mendatang. Perencanaan
skenario adalah alat bantu untuk melihat ke depan
yang penuh ketidak-pastian.
Inti perencanaan skenario adalah
pengembangan gambaran mengenai kemungkinankemungkinan
kondisi di masa mendatang dan
mengidentifikasi perubahan-perubahan, serta
implikasinya yang muncul sebagai akibat dari
kondisi tersebut. Referensi lain menyebutkan bahwa
perencanaan skenario dilakukan untuk menilai
skenario-skenario yang memungkinkan untuk suatu
kegiatan: kemungkinan terbaik, kemungkinan
terburuk dan berbagai kemungkinan diantaranya.
Dalam konteks pelaksanaan kebijakan
desentralisasi kesehatan di Indonesia, faktor yang
tidak pasti adalah keinginan pemerintah daerah dan
pemerintah pusat untuk menjalankan desentralisasi
dengan sepenuh hati. Dengan menggunakan kedua
kemungkinan tersebut ada 4 skenario yang mungkin:
skenario 1, adalah situasi dimana pemerintah pusat
bersemangat untuk melaksanakan desentralisasi,
berusaha melaraskan struktur organisasinya dengan
pemerintah daerah, dan pemerintah daerah
bersemangat pula untuk melakukannya. Skenario
2: terjadi situasi dimana pemerintah pusat
(khususnya Departemen Kesehatan) cenderung
ingin sentralisasi, sementara pemerintah daerah
berada dalam sistem yang semakin desentralisasi.
Skenario 3: Pemerintah pusat tidak berkeinginan
melakukan desentralisasi di bidang kesehatan
demikian pula pemerintah daerah. Akibatnya terjadi
perubahan UU (amandemen UU No. 32/2004)
sehingga kesehatan kembali menjadi sektor yang
sentralisasi; dan skenario 4: pemerintah pusat
(Departemen Kesehatan dan DPR) berubah menjadi
bersemangat untuk desentralisasi, namun
pemerintah daerah tidak mau menjalankan.
Skenario mana yang paling besar
kemungkinannya terjadi? Jika tidak ada usaha
apapun, dikhawatirkan skenario ke-2 yang akan
terjadi. Skenario ini dapat disebut sebagai
desentralisasi setengah hati. Keadaan ini sudah
terjadi saat ini dan juga pernah terjadi di berbagai
negara yang melakukan desentralisasi. Sesuai
dengan predikatnya yang setengah hati, kebijakan
desentralisasi tentu tidak akan memberikan dampak
positif pada pembangunan kesehatan. Oleh karena
itu, perlu berbagai usaha agar mengurangi
probabilitas skenario 2, untuk masuk ke skenario 1.
Laksono Trisnantoro (trisnantoro@yahoo.com )
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)DOI: https://doi.org/10.22146/jmpk.v11i02.2675
Article Metrics
Abstract views : 1849 | views : 1310Refbacks
- There are currently no refbacks.