SKENARIO PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT SWASTA DAN HUBUNGANNYA DENGAN DOKTER SPESIALIS
Laksono Trisnantoro(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Perkembangan Rumah Sakit (RS) swasta di
Indonesia tidak terlepas dari peranan dokter
spesialis. Secara historis peranan dokter spesialis
sangat besar, terutama pendirian RS swasta pasca
kemerdekaan. Dokter-dokter spesialis ternama ada
yang berkesempatan menjadi pemilik RS dan
mendirikannya. Fenomena ini menarik karena terlihat
ada rasa tidak puas, rasa tidak nyaman, tidak
mempercayai sistem di RS induk, ataupun tidak
cocok dengan RS induknya. Yang menarik walaupun
mendirikan RS sendiri, para dokter spesialis pemilik
RS swasta tidak keluar dari RS induknya.
Salah satu motivasi lainnya adalah sebagian
dokter spesialis yang mempunyai RS sendiri, tidak
ingin hanya sebagai “karyawan” atau lebih jauh lagi
sebagai “buruh” sebuah RS. Istilah “buruh” dapat
diartikan sebagai suatu keterpaksaan dokter untuk
bekerja di RS. Ini berarti tidak ada kesesuaian antara
nilai-nilai yang dianut pribadi dokter dengan nilai-nilai
RS-nya.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah:
Apakah dokter spesialis cenderung berkeinginan
mempunyai RS sendiri. Lebih spesifik lagi: apakah
dokter spesialis tidak mempercayai sistem
manajemen RS induknya sehingga tidak terjadi
sinergi. Jika memang "ya" jawabannya apakah
ketidakpercayaan pada sistem manajemennya
merupakan hal yang tepat? Bagaimana hubungan
dokter spesialis dengan RS? Apakah berposisi
sebagai Pemilik, Karyawan, Mitra, atau Buruh? Apa
masalahnya? Bagaimana skenario di masa depan
untuk hubungan dokter spesialis dan RS swasta?
Tajuk ini mencoba untuk membahas pertanyaan
terakhir dalam konteks pertanyaan-pertanyaan
lainnya. Ada beberapa skenario RS swasta yang
mungkin terjadi.
Skenario 1: Perkembangan didominasi oleh RS
bertipe Boutique (layanan sempit) milik dokter
spesialis. Dokter spesialis merangkap sebagai
wirausaha untuk RS dengan layanan yang tidak luas.
Sistem manajemen dipegang sendiri oleh dokter.
Rumah Sakit (RS) tipe ini dapat dilihat dari
penampakan RSIA, RS khusus mata, atau RS
khusus bedah diberbagai kota.
Skenario 2: Perkembangan didominasi oleh RS
umum milik dokter spesialis dalam bentuk
perusahaan. Jangkauan pelayanan mengalami
perkembangan dari RS layanan sempit menjadi RS
Umum layanan luas yang berasal dari kepemilikan
dokter spesialis dan berkembang menjadi sebuah
korporasi besar. Rumah Sakit (RS) besar milik dokter
spesialis ini (bisa sendiri atau berkelompok)
menggunakan filosofi dimana dokter spesialis
lainnya yang bukan pemilik merasa cocok dengan
RS-nya. Skenario ini menggambarkan situasi
dimana para spesialis senang bekerja di RS yang
tidak dimilikinya.
Skenario 3: Perkembangan ddidominasi RS
swasta bukan milik dokter spesialis, layanan luas
dengan mengikuti filosofi partnership dengan dokter
spesialis. Pemiliknya dapat berupa lembaga
keagamaan, perusahaan, ataupun perorangan.
Model pelayanan klinik dan sistem manajemennya
menempatkan dokter sebagai partner.
Skenario 4: Perkembangan didominasi RS
swasta besar bukan milik dokter, dengan layanan
luas. Rumah Sakit (RS) swasta ini bukan milik para
dokter. Pemiliknya dapat berupa lembaga
keagamaan, perusahaan, ataupun perorangan.
Model manajemennya adalah birokrasi. Dokter
spesialis merasa menjadi karyawan atau buruh di
RS. Akibatnya dokter spesialis bebas bekerja di RS
swasta lain bahkan menjadi pemilik RS swasta lain.
Skenario mana yang paling mungkin terjadi?
Pengamatan saat ini menunjukkan bahwa terjadi
suatu interaksi kompleks antara sistem manajemen,
khususnya sistem pembayaran untuk dokter dengan
keinginan pribadi dokter spesialis, kesempatan
untuk pengembangan karir, kecocokkan bekerja dan
berbagai hal lainnya. Faktor penting lainnya adalah
aturan perijinan RS. Apabila aturan perijinan longgar,
dapat terjadi suatu perkembangan yang mengarah
ke skenario 1 dimana banyak RS berbentuk tipe
butik. Namun apabila ada peraturan bahwa dokter
spesialis dilarang untuk menjadi pemilik RS agar
tidak terjadi conflict of interest, ada kemungkinan
skenario 3 atau 4 yang akan terjadi. Faktor lain yang
perlu diperhitungkan adalah kepekaan masyarakat
dalam hukum. Jika terjadi semakin banyak tuntutan
hukum, maka dokter spesialis yang merangkap
sebagai pemilik sekaligus sebagai dokter
mempunyai risiko dituntut rangkap, sebagai pemilik
dan sebagai operator pelayanan klinik. (Laksono
Trisnantoro, trisnantoro@yahoo.com)
Indonesia tidak terlepas dari peranan dokter
spesialis. Secara historis peranan dokter spesialis
sangat besar, terutama pendirian RS swasta pasca
kemerdekaan. Dokter-dokter spesialis ternama ada
yang berkesempatan menjadi pemilik RS dan
mendirikannya. Fenomena ini menarik karena terlihat
ada rasa tidak puas, rasa tidak nyaman, tidak
mempercayai sistem di RS induk, ataupun tidak
cocok dengan RS induknya. Yang menarik walaupun
mendirikan RS sendiri, para dokter spesialis pemilik
RS swasta tidak keluar dari RS induknya.
Salah satu motivasi lainnya adalah sebagian
dokter spesialis yang mempunyai RS sendiri, tidak
ingin hanya sebagai “karyawan” atau lebih jauh lagi
sebagai “buruh” sebuah RS. Istilah “buruh” dapat
diartikan sebagai suatu keterpaksaan dokter untuk
bekerja di RS. Ini berarti tidak ada kesesuaian antara
nilai-nilai yang dianut pribadi dokter dengan nilai-nilai
RS-nya.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah:
Apakah dokter spesialis cenderung berkeinginan
mempunyai RS sendiri. Lebih spesifik lagi: apakah
dokter spesialis tidak mempercayai sistem
manajemen RS induknya sehingga tidak terjadi
sinergi. Jika memang "ya" jawabannya apakah
ketidakpercayaan pada sistem manajemennya
merupakan hal yang tepat? Bagaimana hubungan
dokter spesialis dengan RS? Apakah berposisi
sebagai Pemilik, Karyawan, Mitra, atau Buruh? Apa
masalahnya? Bagaimana skenario di masa depan
untuk hubungan dokter spesialis dan RS swasta?
Tajuk ini mencoba untuk membahas pertanyaan
terakhir dalam konteks pertanyaan-pertanyaan
lainnya. Ada beberapa skenario RS swasta yang
mungkin terjadi.
Skenario 1: Perkembangan didominasi oleh RS
bertipe Boutique (layanan sempit) milik dokter
spesialis. Dokter spesialis merangkap sebagai
wirausaha untuk RS dengan layanan yang tidak luas.
Sistem manajemen dipegang sendiri oleh dokter.
Rumah Sakit (RS) tipe ini dapat dilihat dari
penampakan RSIA, RS khusus mata, atau RS
khusus bedah diberbagai kota.
Skenario 2: Perkembangan didominasi oleh RS
umum milik dokter spesialis dalam bentuk
perusahaan. Jangkauan pelayanan mengalami
perkembangan dari RS layanan sempit menjadi RS
Umum layanan luas yang berasal dari kepemilikan
dokter spesialis dan berkembang menjadi sebuah
korporasi besar. Rumah Sakit (RS) besar milik dokter
spesialis ini (bisa sendiri atau berkelompok)
menggunakan filosofi dimana dokter spesialis
lainnya yang bukan pemilik merasa cocok dengan
RS-nya. Skenario ini menggambarkan situasi
dimana para spesialis senang bekerja di RS yang
tidak dimilikinya.
Skenario 3: Perkembangan ddidominasi RS
swasta bukan milik dokter spesialis, layanan luas
dengan mengikuti filosofi partnership dengan dokter
spesialis. Pemiliknya dapat berupa lembaga
keagamaan, perusahaan, ataupun perorangan.
Model pelayanan klinik dan sistem manajemennya
menempatkan dokter sebagai partner.
Skenario 4: Perkembangan didominasi RS
swasta besar bukan milik dokter, dengan layanan
luas. Rumah Sakit (RS) swasta ini bukan milik para
dokter. Pemiliknya dapat berupa lembaga
keagamaan, perusahaan, ataupun perorangan.
Model manajemennya adalah birokrasi. Dokter
spesialis merasa menjadi karyawan atau buruh di
RS. Akibatnya dokter spesialis bebas bekerja di RS
swasta lain bahkan menjadi pemilik RS swasta lain.
Skenario mana yang paling mungkin terjadi?
Pengamatan saat ini menunjukkan bahwa terjadi
suatu interaksi kompleks antara sistem manajemen,
khususnya sistem pembayaran untuk dokter dengan
keinginan pribadi dokter spesialis, kesempatan
untuk pengembangan karir, kecocokkan bekerja dan
berbagai hal lainnya. Faktor penting lainnya adalah
aturan perijinan RS. Apabila aturan perijinan longgar,
dapat terjadi suatu perkembangan yang mengarah
ke skenario 1 dimana banyak RS berbentuk tipe
butik. Namun apabila ada peraturan bahwa dokter
spesialis dilarang untuk menjadi pemilik RS agar
tidak terjadi conflict of interest, ada kemungkinan
skenario 3 atau 4 yang akan terjadi. Faktor lain yang
perlu diperhitungkan adalah kepekaan masyarakat
dalam hukum. Jika terjadi semakin banyak tuntutan
hukum, maka dokter spesialis yang merangkap
sebagai pemilik sekaligus sebagai dokter
mempunyai risiko dituntut rangkap, sebagai pemilik
dan sebagai operator pelayanan klinik. (Laksono
Trisnantoro, trisnantoro@yahoo.com)
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)DOI: https://doi.org/10.22146/jmpk.v12i02.2551
Article Metrics
Abstract views : 4430 | views : 2087Refbacks
- There are currently no refbacks.