6759
10.22146/jisph.6759
Articles
Zona Kerentanan Filariasis Berdasarkan Faktor Risiko dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis
Zona Kerentanan Filariasis Berdasarkan Faktor Risiko dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis
Vulnerabilty Area of Filariasis Based on Risk Factors with Geographic Information System Approach
Salim
Marko Ferdian
Universitas Gadjah Mada
marchofs@yahoo.com
Miharti
Rawi
Rahmanti
Annisa Ristya
Sanjaya
Guardian Yoki
Fuad
Anis
Hanifah
Ni'mah
IKM
SIMKES
Rahmanti
Annisa
Team
JISPH
Shabrina
Amalina
Lazuardi
Lutfan
Sumarsono
Surahyo
Abi
Alfrida
Saputra
Yudha
Hasanbasri
Mubasysyir
Sutriana
Vivi Ninda
Auliyah
Fitratun
Nadi
Danu Tirta
Prasetyawati
Dini
Majid
Nurholis
UGM
Editor JISPH
Atika Putri
Ika Agustin
Jurnal Online UGM
Administrator
Miharti
Rawi
Rahmanti
Annisa Ristya
Sanjaya
Guardian Yoki
Fuad
Anis
hariyanto
sunandar
Hanifah
Ni'mah
IKM
SIMKES
Rahmanti
Annisa
Shabrina
Amalina
Abi
Alfrida
Saputra
Yudha
Maula
Watsiq
mawarni
dian
Hasanbasri
Mubasysyir
Sutriana
Vivi Ninda
Auliyah
Fitratun
Prasetyawati
Dini
Nadi
Danu Tirta
UGM
Editor JISPH
Atika Putri
Ika Agustin
15
04
2016
2016
1
1
1380
Copyright (c) 2016 Journal of Information Systems for Public Health
2016
Latar Belakang: Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori) yang ditularkan melalui vektor nyamuk. Data WHO menyebutkan lebih dari 1.4 miliar penduduk dunia tinggal di daerah yang berisiko terinfeksi filariasis yang tersebar di 73 negara termasuk Indonesia. Filariasis di Indonesia tersebar pada 418 kabupaten/ kota dan 235 kabupaten/ kota ditetapkan sebagai daerah endemis dengan jumlah kasus 14.932. Kabupaten Agam merupakan salah satu daerah endemis filariasis tertinggi di Provinsi Sumatera Barat dengan prevalensi kasus sebesar 12,63 per 100.000. Kondisi lingkungannya terdiri dari pegunungan, dataran rendah, sungai, danau, perkebunan, dan persawahan.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan penggunaan sistem informasi geografis untuk pemetaan kerentanan wilayah berdasarkan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam.Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan desain penelitian case control study. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 36 kasus dan 36 kontrol dengan total 72 sampel. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat, multivariat dan analisis kerentanan wilayah secara spasial.Hasil: Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat membantu dalam menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Hasil statistik menemukan bahwa faktor sosial ekonomi yaitu tingkat pendidikan rendah (OR: 4.52), tingkat pengetahuan rendah (OR: 4.14), pekerjaan sebagai petani, buruh dan nelayan (OR: 4.38), dan tingkat penghasilan rendah (OR: 4.43) merupakan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Faktor perilaku masyarakat yaitu kebiasaan keluar malam hari (OR: 3.75) dan memelihara hewan reservoir (OR: 3.57) merupakan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Faktor lingkungan yaitu keberadaan perkebunan (OR: 19.46) sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk merupakan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Berdasarkan analisis multivariat yang menjadi faktor risiko yaitu keberadaan perkebunan (OR: 19.46). Jenis vektor yang ditemukan yaitu Culex (67.26%), Aedes (18.06%), Armigeres (14.19%) dan Anopheles (0.48%). Pengelompokkan (Clustering) kejadian filariasis ditemukan pada daerah Subang – Subang dan Muaro Putuih. Zona atau wilayah yang memiliki kerentanan diantaranya yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara, Lubuk Basung, IV Nagari, Palembayan, Palupuh, Baso dan IV Koto.Kesimpulan: Faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam yaitu tingkat pendidikan rendah, tingkat pengetahuan rendah, pekerjaan (petani, buruh dan nelayan), tingkat penghasilan rendah, kebiasaan keluar malam hari, memelihara hewan reservoir, dan keberadaan perkebunan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Sedangkan faktor risiko yang paling berpengaruh yaitu keberadaan perkebunan (≤ 200 meter) dari tempat tinggal responden. Jenis vektor filaria di Kabupaten Agam yaitu Culex, Armigeres, Aedes dan Anopheles. Tingkat kerentanan wilayah dan pengelompokkan (Clustering) kejadian filariasis diketahui melalui penggunaan Sistem Informasi Geografis.Kata Kunci: Sistem Informasi Geografis (SIG), Filariasis, Faktor Risiko, Kerentanan, Kabupaten Agam.
Latar Belakang: Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori) yang ditularkan melalui vektor nyamuk. Data WHO menyebutkan lebih dari 1.4 miliar penduduk dunia tinggal di daerah yang berisiko terinfeksi filariasis yang tersebar di 73 negara termasuk Indonesia. Filariasis di Indonesia tersebar pada 418 kabupaten/ kota dan 235 kabupaten/ kota ditetapkan sebagai daerah endemis dengan jumlah kasus 14.932. Kabupaten Agam merupakan salah satu daerah endemis filariasis tertinggi di Provinsi Sumatera Barat dengan prevalensi kasus sebesar 12,63 per 100.000. Kondisi lingkungannya terdiri dari pegunungan, dataran rendah, sungai, danau, perkebunan, dan persawahan.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan penggunaan sistem informasi geografis untuk pemetaan kerentanan wilayah berdasarkan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam.Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan desain penelitian case control study. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 36 kasus dan 36 kontrol dengan total 72 sampel. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat, multivariat dan analisis kerentanan wilayah secara spasial.Hasil: Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat membantu dalam menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Hasil statistik menemukan bahwa faktor sosial ekonomi yaitu tingkat pendidikan rendah (OR: 4.52), tingkat pengetahuan rendah (OR: 4.14), pekerjaan sebagai petani, buruh dan nelayan (OR: 4.38), dan tingkat penghasilan rendah (OR: 4.43) merupakan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Faktor perilaku masyarakat yaitu kebiasaan keluar malam hari (OR: 3.75) dan memelihara hewan reservoir (OR: 3.57) merupakan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Faktor lingkungan yaitu keberadaan perkebunan (OR: 19.46) sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk merupakan faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam. Berdasarkan analisis multivariat yang menjadi faktor risiko yaitu keberadaan perkebunan (OR: 19.46). Jenis vektor yang ditemukan yaitu Culex (67.26%), Aedes (18.06%), Armigeres (14.19%) dan Anopheles (0.48%). Pengelompokkan (Clustering) kejadian filariasis ditemukan pada daerah Subang – Subang dan Muaro Putuih. Zona atau wilayah yang memiliki kerentanan diantaranya yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara, Lubuk Basung, IV Nagari, Palembayan, Palupuh, Baso dan IV Koto.Kesimpulan: Faktor risiko kejadian filariasis di Kabupaten Agam yaitu tingkat pendidikan rendah, tingkat pengetahuan rendah, pekerjaan (petani, buruh dan nelayan), tingkat penghasilan rendah, kebiasaan keluar malam hari, memelihara hewan reservoir, dan keberadaan perkebunan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Sedangkan faktor risiko yang paling berpengaruh yaitu keberadaan perkebunan (≤ 200 meter) dari tempat tinggal responden. Jenis vektor filaria di Kabupaten Agam yaitu Culex, Armigeres, Aedes dan Anopheles. Tingkat kerentanan wilayah dan pengelompokkan (Clustering) kejadian filariasis diketahui melalui penggunaan Sistem Informasi Geografis.Kata Kunci: Sistem Informasi Geografis (SIG), Filariasis, Faktor Risiko, Kerentanan, Kabupaten Agam.
Background: Filariasis is a parasitic disease caused by microscopic, thread-like worms (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, and Brugia timori) which transmitted by mosquito bites. WHO records more than 1.4 billion of world population settle in areas with filariasis infection risk which are spread in 73 nations included Indonesia. Filariasis in Indonesia spread in 418 districts while 235 districts are stated as endemic areas with 14.932 cases. In West Sumatera, the Agam District becomes one of filariasis endemic areas with the highest rate with cases prevalence to 12.63 per 100.000. The environment condition of the Agam District situates the area with mountains, plains, rivers, lakes, farms, and rice fields.Objective: The study aimed to implement the use of Geographic Information System for vulnerability area mapping based on risk factors of filariasis in Agam District.Methods: The study is analytic observational, designed with case control study. Odds Ratio (OR) used to find out risk factor estimation of filariasis prevalence. This study involves 36 cases with 36 controls summed to 72 samples. Analysis of the data was used univariate, bivariate, multivariate and vulnerability area analysis spatially.Results: Geographic Information System (GIS) can be used to determine the level of vulnerability area of filariasis in Agam District. Statistical data such as low education (OR: 4.52), low knowledge (OR: 4.14), profession (farmer, labour, and fisherman) (OR: 4.38), and low income (OR: 4.43) along with that the behaviours of community such as high outdoor activities at night (OR: 3.75) and reservoir animal farming (OR: 3.57) are recorded as filariasis risk factors. Environment condition shows that plantation area (OR: 19.46), where mosquito breeding is commonly located, is the risk factor too. Based on multivariate analysis, the filariasis risk factor in the Agam District is the existence of plantation area (OR: 19.46) as well. The research found that Culex (67.26%), Aedes (18.06%), Armigeres (14.19%), and Anopheles (0.48%) were vectors of the disease. The clustering of filariasis cases was located in Subang – Subang and Muaro Putuih. The vulnerability zones found in Agam District such as Sub-district Tanjung Mutiara, Lubuk Basung, IV Nagari, Palembayan, Palupuh, Baso and IV Koto.Conclusions: The risk factors of filariasis in Agam were low education, low knowledge, profession (farmer, labour, and fisherman), low income, high outdoor activities at night, reservoir animal farming, and plantations area as mosquito breeding sites approximately 200 metres from residence. Filaria vector types in Agam such as Culex, Armigeres, Aedes and Anopheles. The vulnerability area and clustering of filariasis known by using Geographic Information System.Keywords: Geographic Information System (GIS), Filariasis, Risk factor, Vulnerability, Agam District.