2024-03-29T06:27:43Z
https://jurnal.ugm.ac.id/index/oai
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11909
2016-06-29T06:24:06Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11909
2016-06-29T06:24:06Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 1-4
Gingivektomi Menggunakan Scalpel dan Electrocautery pada Perawatan Gingival Enlargement Wanita Pubertas
Widagdo, Anton Kusumo; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Murdiastuti, Kwartarini; Departemen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:48
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11909
gingival enlargemengingivektomi; scalpel dan electrocautery; wanita pubertas; puberty gingivitis; gingivectomy; gingivoplasti
Gingivitis pubertas merupakan suatu peradangan gusi karena kondisi tertentu yang diklasifikasikan menurut faktor etiologi dan perubahan patologi. Peningkatan ukuran gingiva merupakan tanda adanya kelainan gingiva. Gingivektomi adalah pemotongan jaringan gingiva dengan membuang dinding lateral poket yang bertujuan untuk menghilangkan poket dan keradangan gingiva sehingga didapat gingiva yang fisiologis, fungsional dan estetik baik. Pada kasus ini, wanita berusia 16 tahun mengeluhkan keadaan gusi atas dan bawah yang membengkak sejak 1 tahun yang lalu, mudah berdarah dan tidak ada rasa nyeri. Penanganan untuk kasus ini dirancang menggunakan teknik gingivektomi menggunakan pisau periodontal dan gingivoplasty menggunakan electrocautery secara bertahap. Teknik gingivektomi menggunakan kombinasi scalpel dan electrocautery pada perawatan gingivitis pubertas memberikan hasil yang memuaskan secara estetik maupun fungsional pada pasien. ABSTRACT: Gingivectomy Using Scalpel and Electrocautery in Gingival Enlargement Treatment of Puberty Female. Puberty Gingivitis is a gum inflamation due to certain conditions that are classified by etiologic factors and pathological changes. The increase in gingival size is a sign of gingival disorder. Gingivectomy is cutting the gingival tissue by removing the lateral wall of the pocket which aims to eliminate pockets and gingival inflammation thus obtaining physiologically, functionally and aesthetically good gingiva. In this case, 16-year old woman complained of the state of the upper and lower gums which were swollen since the last one year, easily bleeding and no pain. The handling of this case was designed to use the technique of gingivecto by using periodontal knives and gingivoplasty by gradually using electrocautery. Gingivectomy technique with a combination of scalpel and electrocautery in puberty gingivitis treatment gives satisfactory results in aesthetic and functional state in patients.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11910
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11910
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 5-8
Penatalaksanaan Frenektomi dan Depigmentasi Gingiva pada Regio Anterior Rahang Atas Anak Perempuan Usia 11 Tahun
Akin, Richard; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Soesilowati, Al Sri Koes; Departemen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:38
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11910
frenektomi; depigmentasi gingiva; frenectomy; gingival depigmentation
Frenulum labialis yang abnormal dapat berpengaruh terhadap kesehatan gingiva dan menimbulkan penyakit periodontal dengan cara menarik margin gingiva sehingga menimbulkan resesi gingiva. Abnormalitas dari frenulum ini juga menyebabkan diastema dari gigi insisivus sentral, iritasi pada jaringan periodontal, menghalangi proses pembersihan gigi, menghalangi pergerakan alat ortodonsi, mengganggu pemakaian protesa gigi serta berpengaruh pada estetik. Selain frenulum yang abnormal, masalah pada gingiva yang dapat berpengaruh juga pada estetik adalah pigmentasi gingiva. Pigmentasi pada gingiva merupakan hasil dari granul melanin yang diproduksi oleh melanoblas. Hiperpigmentasi melanin pada gingiva biasanya bukan masalah medis tetapi keluhan pasien yang menginginkan terapi perbaikan estetik. Untuk melaporkan penatalaksanaan frenektomi labialis superior dan depigmentasi pada kasus sentral diastema dan pigmentasi gingiva. Anak perempuan 11 tahun diastema sentral insisivus maksila disertai dengan hiperpigmentasi gingiva regio anterior maksila. Diastema sentral insisivus maksilanya disebabkan oleh perlekatan frenulum labialis superior yang tinggi. Perawatan untuk perlekatan frenulum labialis superior yang tinggi dilakukan frenektomi dan perawatan depigmentasi dilakukan dengan teknik scraping menggunakan skalpel. Perawatan frenektomi dan depigmentasi menunjukkan hasil perbaikan perlekatan frenulum dan menghilangkan hiperpigmentasi gingiva. ABSTRACT: Management of Frenectomy and Gingival Depigmentation at Regio Anterior Upper Arch of 11 Year Old Girl. Abnormal labial frenulum may affect gingival health and cause periodontal disease by pulling the gingival margin causing gingival recession. Abnormalities of the frenulum also cause diastema of central incisors and irritation of the periodontal tissues, bother the teeth cleaning process, interfere the movement of orthodontic tools, interfere with the proper fit of the denture and affect the aesthetics. In addition to abnormal frenulum, a problem that can affect the gingival esthetics is also gingival pigmentation. Gingival pigmentation is a result of melanin granules produced by melanoblast. Melanin hyperpigmentation of the gingiva is not a medical problem but it becomes a complaint from patients who desire aesthetic improvement therapies. To report frenectomy labialis superior management and depigmentation in the central case of diastema and gingival pigmentation. An 11 year old girl had diastema in maxillary central incisor accompanied by gingival pigmentation in maxillary anterior region. Diastema in maxillary central incisor is caused by a high attachment of the superior labial frenulum. The (one of the) Treatment for a high attachment of the superior labial frenulum is frenectomy and the depigmentation treatment is done by scraping technique using a scalpel. Frenectomy and depigmentation treatment show improved results of the frenulum attachment and remove gingival pigmentation.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11912
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11912
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 9-13
Perawatan Bonegraft dengan Penambahan Platelet-Rich Plasma dan Kolagen pada Kerusakan Infraboni
Wijayanto, Hendry Dwi; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Murdiastuti, Kwartarini; Departemen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:40
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11912
Bonegraft; platelet-rich plasma; kolagen; kerusakan infraboni; Bonegraft; platelet-rich plasma; collagen; infrabony defect
Perawatan kerusakan jaringan periodontal mempunyai tujuan utama mendapatkan jaringan regeneratif dan proses yang berlangsung membentuk struktur jaringan yang fungsional melalui proses pertumbuhan serta diferensiasi sel sel baru. Bonegraft adalah perawatan untuk kasus kerusakan tulang. Platelet-rich plasma yang merupakan platelet autologus konsentrasi tinggi tersuspensi dalam plasma setelah disentrifugasi. Dalam PRP banyak terdapat komponen yang berperan dalam proses penyembuhan regeneratif, growth faktor, agen kemotaktik dan agen vasoaktif. Kombinasi dengan penambahan kolagen merupakan altematif yang aman dan efektif, selain menstimulasi pelepasan growth faktor pada daerah target, juga memperkuat signal agar degranulasi platelet dapat ditingkatkan. Pada kasus ini, wanita berusia 24 tahun mengeluhkan keadaan giginya goyah sejak 3 bulan yang lalu karena traumatik, tidak ada rasa nyeri. Setelah dilakukan rontgen periapikal digital terlihat terjadinya kerusakan tulang infraboni. Penanganan untuk kasus ini dirancang dengan bedah flap, bonegraft Demineralized Freeze-Dried Bovine Bone Allograft (DFDBA), aplikasi platelet-rich plasma, serta penambahan kolagen. Kombinasi bonegraft dengan aplikasi PRP dan penambahan kolagen untuk menunjang perawatan periodontal memberikan hasil yang memuaskan secara penampakan klinis dan penampakan radiografis. ABSTRACT: Bonegraft Treatment with Addition of Platelet - Rich Plasma and Collagen in Infrabony Defect. The treatment of periodontal tissue damage has the main goal to get regenerative tissues and processes that take place to form a functional network structure through the process of cell growth and differentiation of new cells. Bonegraft is a treatment for cases of bone damage. Platelet-rich plasma is autologous platelets suspended in plasma high concentrations after centrifugation. In PRP, there are many components that play a role as a regenerative agent of healing process, growth factors, chemotactic agents and vasoactive agents. Its combination with the addition of collagen is a safe and effective alternative; in addition to stimulating the release of growth factors in the target area, it also strengthens the signal to improve platelet degranulation. In this case, a 24-year-old woman complained of unsteady state of her teeth since the last 3 months due to trauma; there was no pain. A digital periapical X-ray exposed infrabony defect. The treatment for this case was designed to use a surgical flap, bonegraft Demineralized Freeze-Dried Bovine Bone Allograft (DFDBA), application of platelet-rich plasma, as well as the addition of collagen. Bonegraft combination with PRP application and the addition of collagen to support periodontal treatment have given satisfactory results in the clinical and radiographic appearance.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11913
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11913
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 14-19
Penguatan Penjangkaran pada Perawatan Gigi Berjejal dengan Pencabutan Gigi Premolar Kedua menggunakan Alat Cekat Begg
Anwar, Didi Adrianto; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Ardhana, Wayan; Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Christnawati, Christnawati; Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:41
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11913
Penguatan penjangkaran; gigi berjejal; pencabutan gigi premolar kedua; teknik Begg; Anchorage reinforcement; crowded teeth; second premolars extraction; Begg technique
Perawatan gigi berjejal biasanya membutuhkan pencabutan gigi untuk mendapatkan ruang yang akan digunakan untuk pengaturan gigi. Pencabutan gigi premolar kedua membutuhkan penguatan penjangkaran (anchorage reinforcement) pada segmen posterior. Evaluasi perawatan gigi berjejal dengan pencabutan gigi premolar kedua menggunakan alat cekat Begg. Pasien perempuan usia 18 tahun mengeluhkan gigi depan atas dan bawah berjejal. Karies besar terdapat pada tonjol palatinal gigi premolar kedua kiri atas. Diagnosis pasien adalah maloklusi Angle kelas I, hubungan skeletal kelas I, jarak gigit 2,8 mm, tumpang gigit 3 mm, crowding anterior dan posterior, serta pergeseran garis inter insisivus rahang bawah ke kiri sebesar 2 mm. Pengukuran indeks iregularitas Little menunjukkan nilai 12,6 (berjejal berat). Perhitungan determinasi lengkung dan metode Kesling menunjukkan toleransi pergerakan molar rahang atas ke mesial sebesar 1,2 mm pada sisi kanan dan kiri (penjangkaran maksimum). Pasien dirawat menggunakan alat cekat Begg dengan pencabutan keempat gigi premolar kedua. Empat gigi molar kedua disertakan sebagai gigi penjangkar untuk memperkuat keempat gigi molar pertama. Hasil pengukuran pergerakan gigi molar pertama ke mesial setelah perawatan selama 29 bulan menggunakan metode dari Ziegler dan Ingervall menunjukkan terjadi pergerakan gigi molar ke mesial sebesar 1,2 mm pada sisi kanan dan 0,7 mm pada sisi kiri. Nilai indeks iregularitas Little adalah 1,9. Gigi molar kedua sebagai komponen penguat penjangkar efektif untuk meminimalkan anchorage loss pada perawatan gigi berjejal dengan pencabutan gigi premolar kedua menggunakan alat cekat Begg. ABSTRACT: Anchorage Reinforcement in Orthodontic Treatment of Crowded Second Premolar Extraction Case Using Begg Appliance. Orthodontic treatment for crowded teeth may need a tooth extraction. The extraction of second premolars may need anchorage reinforcement in posterior segment. To evaluate the treatment progress of crowded teeth with second premolars extraction uses Begg appliance. An 18 year old female patient complained of her crowded teeth in upper and lower arch. The case was Angle class I malocclusion with class I skeletal pattern, with over jet 2.8 mm and over bite 3 mm. The crowded teeth were present in anterior and posterior segments. There was dental midline discrepancy, with the lower arch midline shifted 2 mm to the left. Little Irregularity Index scored 12.6 (severely crowded). Arch length determination and Kesling’s set up model assesment show that a maximum anchorage was necessary. The patient was treated using Begg appliance and four second premolars were extracted. The four second molars were included as anchor teeth. After 29 months of treatment, the movement of maxillary first molars was measured using the method from Ziegler and Ingervall. The mesial movement of right maxillary first molar was 1.2 mm and 0.7 mm for maxillary first molar. Little Irregularity Index scored 1.9. Adding second molars as ancor teeth was effective to minimize anchor loss in orthodontic treatment using Begg appliance with second premolars extraction.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11914
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11914
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 20-26
Perawatan Ortodontik Alat Lepasan Kombinasi Semi-Cekat pada Kehilangan Gigi 46
Ditaprilia, Maharetta; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Ardhana, Wayan; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Christnawati, Christnawati; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:43
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11914
Maloklusi Angle Kelas II divisi 1; kehilangan gigi 46; alat ortodontik semi-cekat; Angle Class II division 1 malocclusion; partial edentulous 46; semi-fixed orthodontic appliances
Salah satu pertimbangan dalam menentukan alat ortodontik yang akan digunakan adalah biaya. Alat ortodontik lepasan dipilih karena memerlukan biaya yang lebih rendah dibanding dengan alat ortodontik cekat. Perawatan ortodontik dengan alat lepasan sulit dilakukan jika disertai dengan pencabutan satu atau beberapa gigi posterior. Pasien perempuan usia 23 tahun, mengeluhkan gigi rahang atas maju dan gigi rahang bawah berjejal. Pemeriksaan objektif menunjukkan protrusif rahang atas, crowding rahang bawah, palatal bite, disertai kehilangan gigi 46. Maloklusi Angle Kelas II divisi 1 tipe dentoskeletal, hubungan skeletal klas II, protrusif bimaksilar, bidental protrusif, overjet 7,2 mm, crowding, palatal bite, dan kebiasaan bernafas melalui mulut. Perawatan menggunakan kombinasi alat semi-cekat pada rahang bawah dan alat lepasan pada rahang atas. Alat semi-cekat digunakan untuk space clossing bekas pencabutan gigi 46. Terjadi space closing bekas pencabutan gigi 46 setelah 6 bulan perawatan. Overjet berkurang menjadi 4 mm dan overbite 2,7 mm setelah 1 tahun perawatan. Kombinasi alat semi-cekat pada rahang bawah dan alat ortodontik lepasan pada rahang atas efektif untuk koreksi maloklusi Angle Klas II divisi 1 dengan kehilangan gigi 46 pada pasien ini. ABSTRACT: Orthodontic Treatment Using Semi-Fixed Appliances with Partial Edentulous 46. Cost is one of the considerations in determining the use of orthodontic appliances. Removable orthodontic appliance is chosen because it is less costly than fixed orthodontic appliances. It is difficult to use removable orthodontic appliances to treat a missing one or more posterior teeth case. A 23 year old female patient had a chief complaint of crowding in lower anterior teeth and forwardly placed upper anterior teeth. Her objective examination shows protrution of upper teeth, crowding in the lower arch, palatal bite, and partial edentulous of 46 tooth. It was Angle Class II division 1 dentoskeletal malocclusion, skeletal class II, bimaxillary protrusion, bidental protrusion, overjet 7,2 mm, crowding, palatal bite, and mouth-breathing habit. The treatment used a combination of semi-fixed orthodontic appliances in the lower arch and removable appliances in the upper arch. The semi-fixed orthodontic appliances were used on space closing of partial edentulous 46. The partial edentulous 46 was closed after 6 months of treatment. The overjet was reduced to 4 mm and overbite 2,7 mm after one year of treatment. The combination of semi-fixed orthodontic appliances in the lower arch and removable appliances in the upper arch generate a good result to correct Angle Class II division 1 malocclusion with partial edentulous 46.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11915
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11915
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 27-32
Perawatan Ortodontik Interseptif dengan Alat Aktivator pada Periode Percepatan Pertumbuhan
Widiarsanti, Setiarini; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Sutantyo, Darmawan; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Pudyani, Pinandi Sri; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:43
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11915
skeletal klas II; ortodontik interseptif; bernafas melalui mulut; aktivator; skeletal class II; interceptive orthodontics; mouth breathing; activator
Perawatan ortodontik interseptif efektif untuk mengurangi keparahan maloklusi disertai dengan kebiasaan buruk. Pemilihan waktu perawatan sangat penting agar perawatan dapat berhasil. Periode percepatan pertumbuhan berkisar antara 10-12 tahun untuk perempuan dan 12-14 tahun untuk laki-laki. Aktivator dengan skrup ekspansi digunakan untuk menstimulasi pertumbuhan mandibula, untuk mendapatkan ruang dari ekspansi pada kedua lengkung rahang dan untuk menghentikan kebiasaan buruk. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk memaparkan tata laksana perawatan dengan aktivator pada masa percepatan pertumbuhan. Pasien seorang laki-laki berusia 12 tahun datang dengan keluhan utama gigi atas maju dan kurang menarik. Kebiasaan buruk pasien adalah bernafas melalui mulut. Pemeriksaan objektif menunjukkan hubungan klas I pada kedua sisi, pola skeletal klas II, jarak inter P1 atas 35,7 mm dan jarak inter P1 bawah 30,3 mm. Maloklusi Angle Klas I tipe dentoskeletal dengan tipe skeletal kelas II dan incisivus maksila protrusif, overjet: 9,5 mm, overbite: 6,2 mm, palatal bite, scissorbite, malposisi gigi individual, kebiasaan buruk bernafas melalui mulut dan pergeseran midline RA kekanan sebesar 1,6 mm. Setelah 4 bulan perawatan, kebiasaan buruk telah berhenti, overjet menjadi 5 mm, overbite menjadi 3,2 mm, jarak inter P1 atas 36,5 mm dan jarak inter P1 bawah 31,6 mm. Aktivator dengan skrup ekspansi efektif untuk mencegah terjadinya disharmoni rahang dengan modifikasi pertumbuhan dan perkembangan rahang serta untuk menghentikan kebiasaan buruk dalam waktu singkat. Beberapa hal tersebut dapat dicapai dengan ketepatan pemilihan waktu perawatan yaitu dalam periode percepatan pertumbuhan. ABSTRACT: Interceptive Orthodontic Treatment Using Activator in Growth Spurt Period. Interceptive orthodontic treatment is effective to reduce the severity of malocclusion with oral bad habits. Time treatment is an important thing to make the treatment become successful. Growth spurt period in range 10-12 years old for female and 12-14 years old for male. Activator with an expansion screw was used to stimulate the mandibula growth, to create space by expanding both arches and to stop the bad habit. A 12 years old male patient with a chief complaint of protruded maxillary teeth and unpleasant appearance. The oral bad habit of patient was mouth breathing. Objective examination showed class I molar relationship on both sides, skeletal class II pattern, inter upper premolars was 35,7 mm and inter lower premolars was 30,3 mm. Angle malocclusion class I with skeletal class II and protruded incisive maxilla, overjet 9,5 mm, overbite 6,2 mm, mouth breathing bad habit, upper midline shifting 1,6 mm to the right side. After 4 months of treatment the oral bad habit was stop, overjet 5 mm, overbite 3,2 mm, inter upper premolars 36,5 mm and inter lower premolars 31,6 mm. Activator with an expansion screw was effectively prevent the skeletal disharmony by modification of growth and development of jaw, and stop the oral bad habit in short period of time. Those can be achieved by the right time choosing in growth spurt period for the treatment.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11917
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11917
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 33-38
Perawatan Ortodontik Cekat pada Pasien disertai Bruxism dengan Teknik Edgewise yang dikombinasikan dengan Trainer for Braces
Krisnanda, Siska Septania; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Hardjono, Soekarsono; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Suparwitri, Sri; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:44
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11917
bruxism; crowding; alat ortodontik cekat teknik Edgewise; Trainer for Braces; bruxism; crowding; fixed preadjusted Edgewise appliance; Trainer for Braces
Bruxism merupakan suatu kebiasaan parafungsional berupa gerakan menggertakan dan menggerus gigi. Tidak jarang pasien yang mempunyai kebiasaan bruxism memerlukan perawatan ortodontik. Perawatan bruxism dapat dilakukan bersamaan dengan perawatan ortodontik cekat. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisa efek Trainer for Braces (T4B) pada pasien bruxism yang memerlukan perawatan ortodontik cekat. Pasien perempuan usia 21 tahun, mengeluhkan gigi berjejal dan tidak rapi. Pemeriksaan objektif menunjukkan bidental protrusi, crowding rahang atas dan rahang bawah, deep overbite, konstriksi berat pada regio gigi premolar dan molar rahang atas dan rahang bawah, 47 linguoversi dan disertai bruxism. Maloklusi Angle Kelas I dengan hubungan skeletal Kelas I, bidental protrusi, overjet 3,7 mm, overbite 4 mm, crowding, edge to edge bite, cross bite dan bruxism. Pasien dirawat menggunakan alat ortodontik cekat teknik Edgewise dengan alat tambahan Lingual Arch Bar untuk ekspansi rahang dan koreksi 47 yang linguoversi dan Trainer for Braces (T4B) untuk bruxism. Setelah 8 bulan perawatan, crowding rahang atas dan rahang bawah terkoreksi, ekspansi rahang dapat tercapai, 47 yang linguoversi terkoreksi, overjet dan overbite berkurang menjadi 3,5 mm, perawatan pada pasien masih berlangsung hingga saat ini. Kombinasi perawatan ortodontik cekat dengan penggunaan alat tambahan seperti Trainer for Braces (T4B) efektif untuk membantu koreksi maloklusi pada pasien bruxism. ABSTRACT: Edgewise Technique Combined with Trainer for Braces for Bruxism Patient. Bruxism is a parafunctional habit of grinding and clenching the teeth. It is common for patients with fixed orthodontic treatment to experience bruxism. When dealing with these patients, clinicians could initiate the bruxism treatment in conjunction with the orthodontic treatment. This case report will analyze the effects of Trainer for Braces (T4B) in a patient with malocclusion and bruxism habit. A 21 year old female patient complained of her crowding in upper and lower anterior teeth. The objective examination shows protrusion and crowding in upper and lower teeth, deep overbite, severe maxillary and mandibulary constriction, 47 linguoversion and bruxism habit. Angle Class I with skeletal Class I malocclusion, bidental protrusion, overjet 3.7 mm, overbite 4 mm, crowding, edge to edge bite, crossbite and bruxism habit. The orthodontic treatment used fixed preadjusted Edgewise appliance with Lingual Arch Bar for expansion and lingoversion molar correction. Trainer for Braces (T4B) was also prescribed to treat her bruxism. After 8 months of treatment, the crowding in upper and lower teeth was corrected, dental arch expansion was achieved, linguoversion molar was corrected, and overjet and overbite became 3.5 mm and the treatment was still on going. The combination of fixed preadjusted Edgewise appliance with Trainer for Braces (T4B) can be considered as an effective therapy for correcting malocclusion in bruxism patient.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11918
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11918
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 39-45
Perawatan Kaninus Ektopik Menggunakan Teknik Begg dengan Pencabutan Premolar Kedua
Putri, Puspita Ndaru; Program Studi Ortodonsia, Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Iman, Prihandini; Bagian Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Heryumani, JCP; Bagian Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:45
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11918
ektopik kaninus; pencabutan gigi premolar kedua; teknik Begg; multiloop; canine ectopic; second premolar tooth extraction; Begg’s technique; multiloop
Ektopik kaninus seringkali dijumpai dalam praktek bidang ortodontik. Sebagian orang yang merasa terganggu dengan keadaan ini akan datang ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan. Perawatan ortodontik dilakukan untuk mengoreksi gigi yang ektopik dan memperbaiki fungsi estetik. Pada perawatan kasus ektopik kaninus ini, pencabutan gigi premolar kedua dilakukan karena tidak diperlukan perubahan profil. Teknik Begg merupakan teknik ortodontik yang menggunakan gaya ringan dengan kawat busur berpenampang bulat. Kawat busur akan bergerak bebas tanpa friksi dan menghasilkan gerak tipping mahkota gigi. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk memaparkan perawatan kaninus ektopik dalam tahapan teknik Begg. Pasien perempuan usia 19 tahun mengeluhkan gigi depan yang gingsul dan berjejal. Hasil pemeriksaan objektif menunjukkan ektopik pada gigi 13, 23 dan 33, overbite 5 mm, crowding anterior mandibula, dan crossbite anterior pada gigi 22 dan 33. Maloklusi kelas I skeletal dengan protrusif bimaksiler dan protrusif bidental, ektopik kaninus maksila bilateral, ektopik kaninus mandibula unilateral, deep bite, crowding anterior mandibula dan crossbite anterior. Dilakukan perawatan ortodontik cekat teknik Begg multiloop dengan pencabutan 15, 25, 36 dan 46. Sembilan bulan setelah perawatan, crossbite anterior, dan gigi 13, 23 dan 33 yang ektopik telah terkoreksi. Crowding anterior mandibula telah mengalami perbaikan dan perawatan masih berlanjut hingga saat ini. Perawatan teknik Begg multiloop dengan pencabutan gigi premolar kedua merupakan alternatif perawatan untuk koreksi ektopik kaninus, jika tidak diperlukan perubahan profil wajah pasien. ABSTRACT: Ectopic Canines Treatment Using Begg Technique with Second Premolar Extraction. Ectopic canines are often found in the field of orthodontic practice. People who are annoyed with this situation usually come to an orthodontist to seek for treatment. Orthodontic treatment has been performed to correct ectopic teeth and improve the function of aesthetics. In this case of ectopic canines, a second premolars tooth was extracted because profile changes are not required. Begg orthodontic technique is a technique that uses light forces by using round archwire. Archwire will move freely without friction and produce a tipping movement of dental crowns. A 19 year old female patient complained of ectopic and crowding anterior teeth. The objective examinations find ectopic of 13, 23 and 33, overbite: 5 mm, anterior mandibular crowding, and anterior crossbite of 22 and 33. Class I skeletal malocclusion, bimaxillar protrusive, bidental protrusive, bilateral ectopic canine maxilla and lateral ectopic canine mandibula, deep bite, anterior crowding and anterior crossbite. A fixed orthodontic treatment was performed by multiloop Begg technique with tooth extraction of 15, 25, 36, and 46. 9 months after treatment, anterior crossbite and ectopic 13, 23, 33 have been corrected by using multiloop Begg technique. Crowding in the lower arch has improved compared to initial condition and treatment still continues to this day. Multiloop Begg technique with second premolars extraction is an alternative treatment for ectopic canines correction if patient’s facial profile changes are not required.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11921
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11921
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 46-53
Mahkota Porselin Fusi Metal dengan Parallel Self-Threading Dowel Pasca Perawatan Saluran Akar Gigi Premolar Maksila
Putri, Asri Riany; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Ratih, Diatri Nari; Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:45
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11921
parallel self-threading dowel; radix anchor; perawatan saluran akar; mahkota penuh porse-lin fusi metal; parallel self-threading dowel; radix anchor; root canal treatment; porcelain fused to metal crown
Gigi premolar maksila merupakan gigi yang mendapat tekanan pengunyahan besar dan rentan mengalami fraktur terutama setelah dilakukan perawatan saluran akar (PSA). Gigi yang telah dilakukan PSA akan menjadi sangat rapuh dan rentan fraktur karena telah kehilangan kelembaban dan banyak jaringan kerasnya. Gigi premolar juga mendapat tekanan pengunyahan yang besar karena bentuk dan letaknya yang lebih dekat dengan aksis horizontal transversal. Penggunaan parallel self-threading dowel dan mahkota penuh porselen fusi metal akan mendistribusikan beban pengunyahan keseluruh bagian akar dan meningkatkan ketahanannya terhadap fraktur. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk menunjukkan keberhasilan penggunaan parallel self-threading dowel dengan mahkota penuh porselen fusi metal sebagai restorasi pasca PSA pada gigi premolar kedua maksila nekrosis pulpa dengan lesi periapikal. Pasien wanita berusia 30 tahun dirujuk untuk PSA pada gigi premolar kedua kanan maksila nekrosis pulpa dengan lesi periapikal. Pasien merasakan sakit saat gigi digunakan untuk makan. Perkusi dan palpasi positif namun mobilitas normal. Pemeriksaan radiografik menunjukkan gambaran radiopak yang telah mengenai ruang pulpa dan radiolusensi pada periapikal gigi. PSA dan restorasi mahkota penuh dilakukan dengan parallel self-threading dowel. Parallel self-threading dowel dan mahkota penuh PFM sebagai restorasi akhir menunjukkan keberhasilan perawatan pada gigi premolar kedua maksila pasca PSA. ABSTRACT: Porcelain Fused to Metal Crown with Parallel Self-Threading Dowel Post Root Canal Treatment On Maxillary Premolar. Maxillary premolar teeth have great chewing forces and prone to fracture, especially after root canal treatment (RCT). Teeth that have RCT done will be very brittle and fracture prone because it has lost moisture and lost most of its hard tissue. Premolars also receive great chewing forces because its shape and location are closer to the horizontal transverse axis. The use of parallel self-threading dowel and full porcelain fused to metal crowns will distribute the load of mastication throughout the roots and improve resistance to fracture. The aim of this case report was to demonstrate the success of the use of parallel self-threading dowel with full porcelain fused to metal crown restoration aftera RCT on maxillary second premolar with pulp necrosis and periapical lesion. A 30-year-old female patient was referred for RCT on the maxillary right second premolar with pulp necrosis and periapical lesion. Patient felt pain when the tooth was used to eat. There was tenderness to percussion and palpation but the mobility was normal. A radiographic examination showed radiopaque image that entered pulp chamber and periapical radiolucency on tooth. RCT and full crown restoration with parallel self-threading dowel had been performed. Parallel self-threading dowel and full porcelain fused to metal crown as the final restoration after RCT on the maxillary second premolar showed a successful treatment outcome.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11922
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11922
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 54-62
Apeksifikasi Menggunakan Mineral Apeksifikasi Menggunakan Mineral Trioxide Aggregate dan Bleaching Intrakoronal pada Insisivus Sentralis Kanan Maksila
Rahmawati, Caecilia Lelia; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Nugraheni, Tunjung; Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:46
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11922
apeksifikasi; gigi immature; bleaching; Mineral Trioxide Aggregate (MTA); apexification; immature teeth; bleaching; Mineral Trioxide Aggregate (MTA)
Trauma pada gigi yang dialami pada saat muda dapat menyebabkan gigi immature non vital dengan apek terbuka, yang berlanjut pada infeksi pada jaringan pulpa dan diskolorasi gigi. Laporan kasus ini menyajikan penggunaan MTA (Mineral Trioxide Aggregate) sebagai bahan apeksifikasi, perawatan bleaching intrakoronal serta restorasi resin komposit dengan pasak resin komposit aktivasi kimia pada gigi insisivus sentralis kanan maksila, sehingga dapat mempertahankan dan mengembalikan fungsi gigi. Seorang pasien wanita muda datang ke RSGM Prof. Soedomo untuk merawatkan gigi insisivus sentralis kanan maksila yang patah 11 tahun yang lalu karena jatuh. Diagnosa gigi insisivus sentralis kanan maksila fraktur Kelas IV Ellis, pulpa nekrosis dengan lesi periapikal, apeks terbuka, dan diskolorasi. Prosedur perawatan diawali dengan preparasi saluran akar teknik konvensional, apeksifikasi menggunakan MTA dan bleaching intrakoronal teknik walking bleach, restorasi resin komposit kavitas kelas IV dengan teknik mock up dan pasak resin komposit. Apeksifikasi dan bleaching intra koronal disertai pasak dan restorasi resin komposit adalah perawatan yang baik yang dapat dilakukan pada gigi insisivus sentralis kanan maksila imature, dengan pulpa terbuka dan diskolorasi. Pasien merasa puas dengan perawatan yang telah dilakukan dan fungsi gigi juga telah dapat dikembalikan, antara lain fungsi estetik dan fonetik. ABSTRACT: Apexification Using Mineral Trioxide Aggregate, Intracoronal Bleaching, and Composite Resin Restoration with Dental Composite Resin Posts Right Central Maxillary. Trauma to teeth in a young age can cause non vital immature teeth with open apex, which leads to the infection in the pulp tissue and discoloration of the teeth. This case report is to present the use of MTA (Mineral Trioxide Aggregate) as apexification material, intracoronal bleaching treatments and composite resin restorations with composite resin chemical activation posts on the maxillary right central incisor, so as to maintain and restore tooth function. A young female patient came to Prof. Soedomo Dental Hospital to repair right maxillary central incisors which were broken 11 years previously because of falling. The diagnosis was right maxillary central incisor Ellis Class III fractures, pulp necrosis with periapical lesions, open apex, and discoloration. The treatment procedure began with the conventional root canal preparation techniques, apexification using Mineral Trioxide Aggregate (MTA) and intracoronal bleaching with the technique of walking bleach. The composite resin restorations class IV cavities used a mock-up technique and composite resin post. Apexification and intra-coronal bleaching with post and composite resin restorations are good treatments that can be performed on the immature right maxillary central incisor, without exposing pulp and discoloration. The patient was satisfied with the care that had been done and also; the function of her teeth could be restored, including aesthetic and phonetic functions.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11923
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11923
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 63-70
Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan disertai Restorasi Resin Komposit dengan Pasak Parallel Self-Threading Gigi Molar Kedua Kanan Mandibula Pulpitis Ireversibel
Raharjo, Gunawan; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Santosa, Pribadi; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:47
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11923
Perawatan akar satu kunjungan; pulpitis ireversibel; pasak parallel self-threading; resin komposit; One visit endodontic; irreversible pulpitis; parallel self-threading dowel; composite resin
Perawatan saluran akar (PSA) satu kunjungan merupakan perawatan saluran akar dengan prinsip triad endodontik (cleaning and shaping, medikasi dan obturasi saluran akar) diselesaikan dalam satu kali kunjungan. Keuntungan perawatan adalah memperkecil risiko kontaminasi mikroorganisme dalam saluran akar antar kunjungan, menghemat waktu perawatan karena tidak dilakukan penggantian medikasi intrakanal tetapi tanpa mengurangi kualitas hasil perawatan. Pulpitis ireversibel merupakan salah satu indikasi perawatan saluran akar satu kunjungan. Gigi posterior pasca PSA dengan kehilangan jaringan sehat yang tidak terlalu banyak dapat dilakukan restorasi menggunakan bahan resin komposit dengan penguat pasak parallel self-threading. Tujuan laporan kasus ini untuk menunjukkan keberhasilan perawatan saluran satu kunjungan pada kasus pulpitis ireversibel dan restorasi akhir menggunakan resin komposit yang diperkuat pasak parallel self-threading. Pasien laki-laki 47 tahun dilakukan perawatan saluran akar pada gigi molar kedua kanan mandibula dengan diagnosa pulpitis ireversibel. Pada pemeriksaan radiograf terlihat kavitas yang melibatkan pulpa dan tidak terdapat area radiolusen pada daerah periapikal. Kasus ini dilakukan PSA satu kunjungan dilanjutkan restorasi resin komposit dengan penguat pasak parallel self-threading pada kunjungan berikutnya. Perawatan saluran akar satu kunjungan disertai restorasi resin komposit dengan penguat pasak parallel self-threading berhasil dilakukan pada kasus pulpitis ireversibel pada gigi molar kedua kanan mandibula. Abstract: One Visit Endodontic Followed with Parallel Self Threading Dowel Reinforced Composite Resin Restoration on The Irreversible Pulpitis of Mandibular Right Second Molar. One visit endodontic root canal treatment (RCT) which endodontic triad (cleaning and shaping, medication, and obturation of the root canal) were completed in one visit. The advantages treatment is to minimize the risk of microorganisms contamination in the root canal, that saves time. In this treatment there is no intracanal medication replacement without reducing the quality of treatment. Irreversible pulpitis is one of one visit endodontic’s indications. Parallel self-threading dowel reinforced composite resin can be performed at minimal destruction post endodontically treated posterior teeth. The purpose of this case report is to demonstrate the irreversible pulpitis were treated by one visit root canal treatment successfully and its restorations with parallel self-threading dowel reinforced composite resin. Male patients 47years old who diagnosed irreversible pulpitis was treated by one visit root canal treatment on the mandibular right second molars. The radiographs image showed cavity involving to the pulp and there was no radiolucent area in the periapical region. Endodontic treatment was done by one visit root canal treatment and followed with composite resin restoration with parallel self-threading dowel. One visit endodontic followed with restored using composite resin material that reinforced by parallel self-threading dowel successfully performed on the mandibular right second molar with irreversible pulpitis diagnosis.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11925
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11925
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 71-78
Perawatan Estetik pada Insisivus Sentral Maksila dengan Perforasi Apikal
Afiati, Sania Dara; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Santosa, Pribadi; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:47
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11925
estetik komplek; perawatan saluran akar ulang; perforasi apikal; kalsium hidroksid; esthetic complex; fiber reinforced composite; root canal retreatment; apical perforation; calcium hydroxide
Masalah estetik dapat diatasi dengan pendekatan restorasi, ortodontik maupun kombinasi keduanya. Perawatan restorasi dapat dilakukan jika pasien menolak untuk dilakukan perawatan ortodontik. Perawatan restorasi mencakup pembuatan ilusi perubahan arah gigi tanpa merubah lokasi akar gigi. Kecelakaan iatrogenik yang disebabkan oleh hilangnya panjang kerja dapat menyebabkan perforasi apikal. Salah satu manajemen perawatan perforasi apikal adalah dengan Ca(OH)2. Tujuan dari artikel ini adalah menginformasikan keberhasilan perawatan restorasi untuk perbaikan estetik serta keberhasilan perawatan perforasi apikal menggunakan Ca(OH)2. Laki – laki berusia 20 tahun datang dengan fraktur gigi insisivus akibat kecelakaan 7 tahun yang lalu. Gigi insisivus maksila pertama kanannya telah dilakukan perawatan saluran akar dan direstorasi dengan resin komposit. 6 tahun kemudian, pasien merasakan sakit pada giginya, perkusi dan palpasi positif serta ditemukan mobilitas. Pasien juga merasakan gigi depannya berubah warna dan berjejal. Pada pemeriksaan radiografis ditemukan material obturasi yang overfilling disertai pelebaran ligamen periodontal. Perawatan perforasi apikal untuk gigi insisivus maksila pertama kanan dilakukan menggunakan Ca(OH)2, dilakukan juga perawatan saluran akar pada gigi insisivus maksila pertama kiri. Berjejalnya gigi depan diperbaiki dengan restorasi menggunakan resin komposit direk dengan penguat pasak fiber. Masalah estetik gigi depan dapat diperbaiki menggunakan pendekatan restoratif, serta perawatan saluran akar dengan perforasi apikal dapat dilakukan dengan menggunakan Ca(OH)2. ABSTRACT: Aesthetically Compromized Maxillary Central Incisor with Apical Perforation. Aesthetical problem may be corrected restoratively, orthodontically or with combination of both approaches. Restorative treatment could be done for a patient due to several reasons; one of them is when patients refuse orthodontic treatment. Restorative alternatives create the illusion of movement without altering the location of the tooth root. Iatrogenic accident as a result of the loss of working length could lead to apical perforation. One of the management for apical perforation is Ca(OH)2. The aim of this case report is to present the success of repairing aesthetically compromised tooth with fiber reinforced composite and root canal retreatment with apical perforation using Ca(OH)2 as a repair and sealing material. A 20 year old male patient had a fractured incisor following a traumatic incident 7 years previously. The maxillary right central incisor was endodontically treated and restored with composite resin. 6 years later, the patient felt pain in his two central incisor teeth and tenderness to percussion; palpation was positive and mobility was detected. The patient also felt discoloration and misalignment of his central incisor. The radiographic examination reveals an overfilling of obturation material with enlargement of periodontal ligament. A root canal retreatment for maxillary right central incisor with apical perforation using Ca(OH)2 as repair and seal material and root canal treatment for maxillary left central incisor was conducted. The aesthetically compromised maxillary central tooth was corrected restoratively using fiber reinforced composite. The aesthetically compromised central tooth was proven to be successfully corrected using fiber reinforced composite and the apical perforation successfully sealed using Ca(OH)2.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11926
2020-03-02T01:45:39Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11926
2020-03-02T01:45:39Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 1 (2015); 79-84
Penatalaksanaan Kista Dentigerus Terinfeksi dengan Fistel Ekstra Oral pada Pipi Kanan
Widhianingrum, Rita Koen; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut & Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Goreti, Maria; KSM Bedah Mulut & Maksilofasial RSUP Dr Sardjito Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Prihartiningsih, Prihartiningsih; Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:16:48
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11926
kista dentigerus; fistel ekstra oral; dentigerous cyst; extra oral fistulae
Kista dentigerus merupakan kista yang berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi berasal dari sisa epitelial organ pembentuk gigi. Gejala klinis menunjukkan pembengkakan yang tumbuh lambat dan tidak sakit pada rahang. Gambaran radiografis memperlihatkan area radiolusen uniokular yang mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi. Proses infeksi kronis pada kista dentigerus dapat menyebar lambat membentuk abses subperiosteal dan melewati barrier kulit membentuk fistel ekstra oral. Studi kasus ini laporkan seorang wanita 56 tahun yang datang ke poli Bedah Mulut dan Maksilofasial RSUP Dr Sardjito dengan kasus kista dentigerus pada regio angulus mandibula kanan dengan fistel ekstra oral pada pipi kanan. Penatalaksanaan kasus adalah pemberian antibiotik, enukleasi kista, pengambilan gigi 45, 47 dan 48 yang impaksi sertafistulektomi dengan pendekatan ekstra oral dan sinus shoe polishing technique di bawah bius umum. Evaluasi 3 minggu pasca operasi menunjukkan penyembuhan ekstra oral dan intra oral sempurna serta tidak terbentuk jaringan parut. ABSTRACT: Management of Infected Dentigerous Cyst with Extra Oral Fistulae on Right Cheek. Dentigerous cyst is an odontogenic cyst associated with unerupted teeth from epithelial remnant teeth organ. The clinical appearance shows slow-growing painless swelling lesion in jaw. The radiografics reveals uniocular radiolucency surrounding unerupted teeth. The chronic infection proccess in dentigerous cyst could spread slowly forming subperiosteal abcess and, through cutaneous barrier, it forms extra oral fistulae. We reported a 56 year old woman who came to RSUP Dr Sardjito with dentigerous cyst in mandible angulus with extra oral fistulae in the right cheek. The treatment consisted of antibiotic medication; cyst enucleation; removal of unerupted third molar, second premolar, second molar; and fistulectomy with extra oral approach and sinus shoe polishing technique under general anesthetic. Three week evaluation post surgery shows succesful extra oral and intra oral healing without scarring.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11956
2017-10-05T00:41:40Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11956
2017-10-05T00:41:40Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 85-91
Odontektomi Gigi Molar Ketiga Mandibula Impaksi Ektopik dengan Kista Dentigerous secara Ekstraoral
Saleh, Edwyn; Program Studi Bedah Mulut dan Maksilofasial, Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Prihartiningsih, Prihartiningsih; Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Rahardjo, Rahardjo; Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-06-29 13:36:46
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11956
impaksi ektopik; kista dentigerous; enukleasi ekstraoral; ectopic impaction; dentigerous cyst; extra-oral enucleation
Gigi dikatakan impaksi ektopik apabila mengalami malposisi yang disebabkan oleh faktor kongenital atau mengalami perubahan posisi yang disertai dengan kondisi patologis. Kondisi patologis yang sering menyertai gigi impaksi ektopik adalah kista dentigerous. Tujuan dari studi pustaka ini adalah untuk memaparkan odontektomi pada kasus molar ketiga ektopik yang disertai dengan kista dentigerous. Operasi ini adalah untuk menghilangkan faktor penyebab terjadinya kista dentigerous serta membersihkan lesi kista agar tidak berkembang semakin membesar. Pasien laki-laki 38 tahun mengeluhkan adanya sedikit benjolan pada pipi sebelah kanan namun tanpa disertai rasa sakit. Benjolan dirasakan mulai muncul dalam satu tahun terakhir. Hasil pemeriksaan radiografik menunjukkan gigi molar ketiga mandibula kanan berada pada sudut angulus mandibula disertai adanya gambaran radiolusen pada mahkotanya didiagnosa sebagai impaksi ektopik gigi molar ketiga mandibula kanan disertai kista dentigerous. Tindakan operasi odontektomi dan enukleasi kista dentigerous dilakukan secara ekstraoral dengan anastesiumum, pemilihan metode pengambilan ekstraoral karena posisi gigi yang telah berubah jauh dari posisi normal gigi molar ketiga mandibula. Telah dilakukan pengambilan gigi molar ketiga mandibula yang impaksi ektopik dan enukleasi kista dentigerous secara ekstraoral, karena posisi gigi impaksi yang ektopik di ramus mandibula. Pengambilan gigi impaksi secara ekstraoral sangat jarang sekali dilakukan, namun jika posisi gigi berada jauh sekali dari posisi normal maka pendekatan ekstraoral merupakan metode operasi yang akan mempermudah proses pengambilan gigi dan enukleasi kista serta dapat meminimalkan hilangnya tulang mandibula yang sehat. ABSTRACT: Odontectomy of Ectopic Third Molar Associated with Dentigerous Cyst in Submandibular Region. Ectopic impacted tooth has been defined as malpositioned tooth caused by congenital factor or malpositioned tooth associated with pathologic condition. Pathologic condition associated with ectopic impacted tooth is dentigerous cyst. The purpose of this operation is to eliminate the causes of the dentigerous cyst and to raise cyst lesions that do not develop as they grow. A 38-year-old male patient complained of a painless slight swelling on his right cheek which occurred in the last one year. The radiograph examination shows an ectopic right mandibular third molar at the posterior border of the right angle of mandible, with an associated coronal radiolucency diagnosed as ectopic impacted right mandibular third molar associated with dentigerous cyst. The tooth and the cyst were removed surgically under general anesthetic via an extra-oral approach due to an extreme malposition of the tooth. The ectopic impacted right mandibular third molar and associated dentigerous cyst had been removed and enucleated surgically via extra-oral approach because the location of the ectopic impacted tooth was in the ramus of mandible. Extra-oral removal of ectopic mandibular third molar is very rare, however this approach will facilitate an easy removal and enucleation of an extremely malpositioned mandibular third molar associated with dentigerous cyst and minimize a loss of healthy mandibular bone.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11961
2016-06-29T06:45:04Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11961
2016-06-29T06:45:04Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 92-98
Penatalaksanaan Impaksi Kaninus Kiri Atas dengan Posisi Horisontal pada Anak
Iswanto, Heri; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Titien S, Indah; Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Rahardjo, Rahardjo; Departemen Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11961
Impaksi kaninus kiri rahang atas; odontectomy; anak-anak; The impacted maxillary left canines; odontectomy; children
Impaksi kaninus memiliki prevalensi tinggi setelah impaksi molar ketiga. Impaksi kaninus atas terjadi 2 kali lebih banyak pada anak perempuan daripada laki-laki. Inklinasi letak gigi terhadap garis median wajah lebih dari 450 memiliki prognosis jelek untuk erupsi. Tujuan laporan kasus ini adalah memberikan informasi penatalaksanaan impaksi kaninus kiri atas pada anak dengan pembedahan. Kasus ini dilaporkan pada anak perempuan usia 12,5 tahun yang datang di klinik Kedokteran Gigi Anak RSGM Prof Soedomo dengan keluhan utama seringkali sakit kepala sisi kiri serta gigi 23 belum erupsi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis tampak gigi 23 posisinya horisontal, perlu dilakukan odontectomy dengan metode in toto. Gigi 63 dipertahankan karena tidak ada luksasi. Traksi secara ortodontik pada pasien ini tidak dilakukan karena letak gigi 23 dalam dan posisinya horisontal. Kesimpulan laporan kasus ini adalah impaksi gigi 23 dengan posisi horizontal kemungkinan dapat menimbulkan sakit kepala. Odontectomy gigi 23 berhasil dengan baik melalui pembuatan flap envelope dan penjahitan interrupted. Kontrol pada hari ke-7 dan setelah 1 bulan, pasien tidak mengeluhkan sakit kepala sisi kiri. ABSTRACT: Management of Horizontally Impacted Maxillary Left Canines in Children. Impacted canines have a high prevalence after impacted third molar. Impacted maxillary canines occur twice more often in female children than male ones. The location of the tooth inclination towards the midline of the face which is more than 450 has a poor prognosis for eruption. The purpose of this case report is to provide information of surgical management of impacted maxillary left canines in children with local anesthetic. This case was reported in 12.5 year old girl who came to the Pediatric Dentistry Clinic of the Dental Hospital of Prof Soedomo with the chief complaint of left-sided headache as well as unerupted tooth 23. Based on the history, clinical and radiologic examination, it appeared that tooth 23 was in horizontal position, and it needed to be treated with odontectomy with in toto method. In the checkup on the 7th day, an ulcer on injury appeared. Tooth 63 was maintained because there was no shakiness (only one third root resorbtion). Orthodontic traction in this patient was not performed because the location of tooth 23 was deep and the position was horizontal. The conclusion of this case report is that horizontally impacted 23 can possibly cause headache. Tooth 23 odontectomy was done successfully through envelope flap creation and ended with interrupted suture. On the checkup on the 7th day and after the 1st month, the patient did not complain of headache anymore.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11967
2016-06-29T07:05:09Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11967
2016-06-29T07:05:09Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 99-103
Enukleasi Kista Dentigerous pada Coronoid Mandibula Sinistra di Bawah Anastesi Umum
Azhar, Sayid; Program Studi Bedah Mulut, Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Goereti, Maria; Departemen Bedah Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Soetji P, Soetji P; Departemen Bedah Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11967
kista dentigerous; enuklasi; dentigerous cyst; enucleation
Kista adalah penyebab pembengkakan kronis yang paling sering pada rahang dibandingkan tulang lain karena banyaknya sisa epitel odontogenik. Kista yang dibentuk dari epitel odontogenik merupakan yang terbanyak di rahang. Kista dentigerous merupakan kantung jaringan ikat yang berisi cairan dengan berbatas epitel skuamos berlapis yang terbentuk di sekitar mahkota gigi yang tidak erupsi atau dentikel. Kista ini sering disebut kista folikular karena hasil pembesaran folikel yang berasal dari akumulasi cairan antara epitel tereduksi dengan email gigi. Shear dan Spreight mengatakan bahwa etiologi terjadinya kista dentigerous bisa karena gigi impaksi. Seorang pasien laki – laki berusia 41 tahun dilaporkan datang ke klinik Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito dengan keluhan utama benjolan di bawah telinga kiri, tidak terasa sakit ukuran 4x3x3 cm muncul kurang lebih 8 bulan sebelumnya. Awalnya kecil kemudian membesar, pasien telah menjalani perawatan dari puskesmas dan tidak ada kemajuan. Penatalaksanaan kasus ini adalah enukleasi kista di bawah anestesi umum. Evaluasi dilakukan 4 bulan post operasi dan tidak ada tanda kambuh. Riwayat penyakit sistemik dan alergi obat tidak ada. ABSTRACT: Dentigerous Cyst Enucleation on Coronoid Mandibular Sinistra under General Anesthesia. Cyst is the most common caused of chronic swelling in the jaw compared to other bone as there are a lot of odontogenic epithelium. Cyst formed from odontogenic epithelium is the most encountered case found in dental practice. Dentigerous cyst is a sac formed of connective tissues filled with liquid and lined with stratified squamos epithelium border which was developed around un-erupted dental crown or denticle. This kind of cyst is also known follicular cyst on a reason that swelling follicle is derived from liquid accumulation between tooth enamel reductions with dental email. Shear and Spreight stated that impacted tooth is the ethiology of dentigerous cyst. We are reporting a case of41 year old man who came to Dr. Sardjito central hospital with chief complain of swelling under left ear, painless, 4x3x3 cm sized and increase within 8 months since its developed. The patient was treated in the Primary Health Care but no improvement reached. This case was managed with enucleated cyst under general anesthesia. No sign of recurrence after 3 months follow up and patient evaluation. No systemic disease and allergic symptom was found in this patient.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11975
2016-06-30T01:15:54Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11975
2016-06-30T01:15:54Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 104-107
Reposisi Gigi Kaninus Impaksi Palatal pada Perawatan Ortodontik Cekat Teknik Begg
Wirasatyawan, Iwan; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Hardjono, Soekarsono; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Suparwitri, Sri; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11975
Impaksi palatal kaninus; perawatan teknik begg; palatally impacted canine; Begg technique
Impaksi palatal kaninus sering mengakibatkan keluhan secara estetis. Faktor genetik merupakan faktor yang dominan serta beberapa faktor yang lain yaitu diskrepansi lengkung gigi, ukuran gigi, retensi gigi desidui, kerusakan dini, pencabutan dini , posisi yang abnormal benih gigi, agenese incisivus lateral dan kista. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk memberikan informasi tentang perawatan kasus impaksi palatal kaninus rahang atas pada maloklusi kelas I skeletal menggunakan alat cekat teknik Begg. Pasien perempuan umur 15 tahun, datang ke klinik ortodonsia RSGM Prof. Soedomo FKG UGM. Pemeriksaan subyektif, pasien terganggu dengan keadaan gigi depan yang maju dan bercelah. Pemeriksaan obyektif menunjukkan adanya rudimenter, agenese gigi incisivus lateral kanan dan kiri rahang atas, impaksi palatal kaninus kiri atas. Transposisi kaninus kanan atas ke ruang incisivus lateral kanan atas, pergeseran midline. Maloklusi angle kelas I dengan relasi skeletal kelas I dengan bimaksiler retrusif disertai protrusif incisivus maksila dan retrusif incisivus mandibula. Perawatan diawali dengan pencabutan gigi rudimenter. Tahap I menggunakan multiloop archwire untuk leveling dan unraveling gigi anterior, koreksi pergeseran midline. Tahap berikutnya adalah pemasangan button pada kaninus impaksi untuk mengaitkan kawat ligatur pada archwire yang berfungsi untuk menarik kaninus impaksi palatal pada lengkung gigi. Perawatan ortodontik pada kasus dengan impaksi palatal kaninus rahang atas pada maloklusi kelas I skeletal menggunakan alat cekat teknik Begg dapat dilakukan dengan hasil perawatan yang baik. ABSTRACT: Repositioning of Palatally Impacted Canine in Orthodontic Treatment Using Begg Fixed Appliance. Palatally impacted canine often leads to esthetic complaints. Genetic factor is dominant followed by such other factors as dental arch discrepancy, tooth size, retention of deciduous teeth, early decay, premature extraction, abnormal position of tooth germ, lateral incisor agenesis, and cysts. This article provides information about the treatment of palatally impacted maxillary canine case in a skeletal class I malocclusion using Begg fixed appliance technique. A 15-year-old female patient came to the orthodontia clinic of RSGM Prof. Soedomo FKG UGM. The subjective examination found that the patient was disturbed by her protrusive, gapped front teeth. Then, the objective examination indicated the presence of rudimentary, lateral incisor agenesis of right and left upper jaw, and upper left palatally impacted canine. In addition, there was a transposition of upper right canine to lateral incisor area as well as a midline shift. Angle class I malocclusion with class I skeletal relationship and bimaxillary retrusion along with maxillary incisor protrusion and mandibular incisor retrusion also occurred. The treatment began with rudimentary tooth extractions. The first stage used a multiloop archwire for leveling and unraveling of anterior teeth as well as correction of midline shift. The button attached to the impacted canine could tie the ligature wire to the archwire that served to attract the palatally impacted canine in the dental arch. The orthodontic treatment in cases of palatally impacted maxillary canine with skeletal class I malocclusion using Begg fixed appliance technique can be applied with a good treatment result.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11978
2016-06-30T01:22:41Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11978
2016-06-30T01:22:41Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 108-115
Optimalisasi Gerakan Oklusal Gigi Kaninus Maksila Menggunakan Lingual Button pada Alat Ortodontik Lepasan
Kusumandari, Wuriastuti; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Ardhana, Wayan; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Christnawati, Christnawati; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11978
tumbuh kembang; alat lepasan; buccal spring; lingual button; growth and development; removable appliance; buccal spring; lingual button
Pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang berhubungan dengan ketersediaan ruang untuk menampung gigi-gigi permanen. Kurangnya panjang lengkung rahang sering dianggap sebagai faktor etiologi terjadinya gigi berjejal dan impaksi. Panjang lengkung palatal yang kurang dapat menyebabkan terlambatnya erupsi gigi maksila. Perawatan yang dilakukan menggunakan alat ortodontik lepasan memiliki keterbatasan dalam memberikan gerakan oklusal untuk membantu erupsi gigi permanen. Pasien perempuan usia 10 tahun mengeluhkan gigi depan atas maju dan gigi bawah berjejal. Hasil pemeriksaan objektif ditemukan crowded ringan gigi anterior bawah, 53 palatoversi, 43 labioversi serta gigi 13 dan 23 belum erupsi. Maloklusi Angle klas II divisi 1 sub divisi dengan overjet normal dan deep overbite. Analisis ruang menurut Moyers dan Nance menunjukkan adanya kekurangan ruang untuk tumbuh gigi 13 dan 23. Pasien dirawat dengan plat ekspansi radial simetri pada rahang atas karena terjadi kontraksi ringan pada regio premolar dan distraksi ringan pada regio molar, guna mencarikan ruang untuk tumbuhnya gigi 13 dan 23 dan pada rahang bawah untuk koreksi crowded anterior. Enam bulan setelah gigi 53 dan 63 tanggal, proses erupsi gigi 13 dan 23 berterlihat mengalami kelambatan. Oleh karena itu, pada permukaan labial gigi 13 dan 23 yang mulai erupsi sebagian, dipasangkan lingual button yang dikombinasikan dengan buccal spring untuk membantu gerakan oklusal pada proses erupsinya. Lingual button merupakan salah satu komponen cekat yang dipasangkan pada permukaan gigi dan dikombinasikan dengan buccal spring untuk mengoptimalkan gerakan oklusal pada alat ortodontik lepasan. ABSTRACT: Optimization of Maxillary Canine Occlusal Movement Using the Fixed Component of Removable Orthodontic Appliance. The growth and development of jawbones are related to the availability of space for permanent teeth. Arch-length deficiency is often mentioned as an etiologic factor for crowding and impactions. A short palatal length can delay the eruption of maxillary teeth. The treatment using removable orthodontic appliance has a limitation in giving occlusal movement to help permanent teeth erupt. A 10-year-old female patient complained about protrusive upper anterior teeth and crowded lower anterior teeth. The objective examination found lightly crowded lower anterior teeth, 53 palatoversion, and 43 labioversion, while teeth 13 and 23 had not erupted. Angle Class II division 1 sub division malocclusion with normal overjet and deep overbite was detected. The space analysis of Moyers and Nance showed the lack of available space for 13 and 23 eruption. The patient was treated with symmetrical radial expansion plate on the maxilla because of a mild contraction on the premolar region and mild distraction on the molar region in order to gain space for 13 and 23 eruption as well as on the mandible for correction of the lower anterior teeth crowding. Six months after 53 and 63 losses, there was a delay in the 13 and 23 eruptions. Therefore, on the labial surfaces of 13 and 23 that start erupting partially a lingual button combined with buccal spring was attached to help the occlusal movement during the eruption process. Lingual button is one of the fixed orthodontic components attached on the surface of teeth and combined with buccal spring in order to optimize the occlusal movement on removable orthodontic appliance.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11979
2016-06-30T01:30:17Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11979
2016-06-30T01:30:17Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 116-121
Perawatan Kamuflase Maloklusi Klas III Dentoskeletal menggunakan Teknik Begg pada Pasien Dewasa
Agustina, Dwi; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Hardjono, Soekarsono; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Suparwitri, Sri; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11979
Maloklusi kelas III dentoskeletal; teknik Begg; ortodontik kamuflase; Dentoskeletal class III malocclusion; Begg Technique; orthodontic camouflage
Maloklusi kelas III dapat didefinisikan sebagai kelainan wajah skeletal dengan karakteristik posisi mandibula lebih maju terhadap dasar cranium dan atau terhadap maksila. Ada tiga pilihan perawatan untuk maloklusi kelas III dentoskeletal yaitu; modifikasi pertumbuhan, kamuflase dan bedah orthognatik. Artikel ini mempresentasikan kasus seorang pasien dewasa dengan maloklusi kelas III dentoskeletal yang dirawat dengan ortodontik kamuflase menggunakan teknik Begg. Seorang pasien laki-laki, berusia 16 tahun, didiagnosa maloklusi kelas III Angle dengan hubungan skeletal kelas III dan gigi depan maksila dan mandibula berjejal. Perawatan menggunakan alat cekat teknik Begg dengan pencabutan premolar kedua maksila dan premolar pertama mandibula serta elastis intermaxillar kelas III. Kesimpulan hasil perawatan selama 10 bulan menunjukkan bahwa kamuflase ortodontik dapat dianggap sebagai terapi yang efektif untuk koreksi maloklusi kelas III dentoskeletal. ABSTRACT: A Camouflage Treatment Of Dentoskeletal Class III Malocclusion In Adult Using Begg Technique B. Class III malocclusion can be defined as a skeletal facial deformity characterized by a forward mandibular position with respect to the cranial base and or the maxilla. There are three main treatment options for dentoskeletal class III malocclusion: growth modification, orthodontic camouflage and orthognatic surgery. The article presented a case of an adult patient with dentoskeletal class III malocclusion treated with orthodontic camouflage treatment with Begg technique. A male patient, 16 years old, diagnosis malocclusion Angle class III, skeletal class III with crowding anterior teeth maxilla and mandibular. Using the fixed appliance, Begg technique, with the extraction of second premolars maxilla and first premolars mandibular. The appliance is completed with intermaxillary class III elastics. The results for 10 months of this treatment indicated that orthodontic camouflage can be considered an effective therapy for corection of dentoskeletal class III malocclusion.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11980
2016-06-30T01:38:33Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11980
2016-06-30T01:38:33Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 122-126
Perawatan Cross Bite Posterior Unilateral Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg
Gungga K, Aditya; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Suparwitri, Sri; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Hardjono, Soekarsono; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11980
Cross bite posterior unilateral; Teknik Begg; Unilateral posterior cross bite; Begg technique
Cross bite merupakan kondisi dimana satu gigi atau lebih mengalami malposisi ke arah bukal atau lingual atau labial terhadap gigi antagonisnya. Cross bite dapat terjadi pada gigi anterior maupun posterior. Cross bite posterior dapat terjadi sebagai akibat kurangnya koordinasi dimensi lateral antara lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah. Cross bite posterior dapat terjadi secara bilateral atau 2 sisi maupun unilateral atau 1 sisi. Berbagai penyebab cross bite posterior unilateral diantaranya adanya malposisi gigi ke lingual pada gigi rahang atas, adanya kebiasaan buruk seperti bertopang dagu satu sisi dan adanya pengaruh deviasi mandibula ketika menutup mulut. Tujuan artikel ini adalah menyajikan perawatan ortodontik cross bite posterior unilateral dengan teknik Begg. Pasien perempuan umur 19 tahun mengeluhkan gigi-gigi depan serta belakang atas dan bawah berjejal dan tidak nyaman untuk mengunyah. Diagnosis kasus adalah maloklusi Angle klas I, hubungan skeletal klas I dengan protrusif bimaksilar, protrusif bidental, crowding gigi anterior atas dan bawah, crowding gigi posterior atas kiri, edge to edge bite pada beberapa gigi anterior, cross bite antara gigi 22 dan 32, cross bite posterior unilateral pada sisi kanan, pergeseran rahang bawah kearah kiri, serta pergeseran midline gigi rahang bawah dan rahang atas kearah kiri. Pasien dirawat menggunakan alat cekat teknik Begg. Koreksi cross bite dilakukan dengan ekspansi 1 sisi pada rahang atas kanan serta dengan pemasangan cross elastic untuk menarik gigi posterior bawah yang berada di luar lengkung. Setelah perawatan selama 11 bulan, cross bite posterior pada sisi kanan terkoreksi. ABSTRACT: Unilateral posterior cross bite treatment using fixed orthodontic Begg appliance technique. Cross bite is a condition where one or more teeth may be abnormally malposed buccally or lingually or labially with reference to the opposing tooth or teeth. Cross bite can be classified based on location as anterior and posterior cross bite. Posterior cross bite occurs as result of lack of coordination in the lateral dimension between the upper and the lower arches. Posterior Cross bite can be unilateral involving one side of arch or bilateral which involves both sides. Posterior cross bite can be occur as result of a number of causes such us lingual positioning of upper tooth, presence of one side chin propped habit and presence of occlusal interferences can result in deviation of the mandible during jaw closure. The purpose of this articles to present unilateral posterior cross bite correction using Begg technique A 19 years old female patient complained of upper, lower front and back teeth crowded and uncomfortable for mastication. Diagnosis are malocclusion Angle Class I, Class I skeletal relationship with bimaksilar protrusive, upper and lower incisor retrusive, upper and lower anterior teeth crowding, upper left posterior teeth crowding, anterior edge to edge bite on several anterior tooth, anterior cross bite on 22 and 32, unilateral posterior cross bite on right side, shift to the left of mandible, shift to the left of the median line maxilla and mandible, The patien treated with fixed appliance Begg technique. One side expansion of maxilla on right side and posterior cross elastic are used to correct posterior cross bite. After 11 months of treatment, unilateral posterior cross bite on right side corrected.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11982
2016-06-30T01:55:35Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11982
2016-06-30T01:55:35Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 127-133
Penatalaksanaan Miksoma Odontogenik Periferal Maksila Sinistra pada Penderita Geriatri Pasca Stroke Non Hemoragik dengan Anestesi Umum
Khoiriyah, Anik; Program Studi Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Widastuti, Maria Goreti; Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Hasan, Cahya Yustisia; Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11982
miksoma odontogenik periferal; geriatri; stroke non hemoragik; peripheral odontogenic myxoma; geriatric; non haemorrhagic stroke
Miksoma odontogenik tipe periferal adalah miksoma yang berlokasi pada jaringan lunak, tumbuh lambat, kurang agresif dan mempunyai tingkat rekurensi yang rendah dibandingkan dengan miksoma odontogenik tipe sentral. Miksoma odontogenik periferal bisa terjadi pada setiap dekade kehidupan, paling banyak terjadi pada dekade keempat. Tujuan penulisan studi kasus ini adalah melaporkan keberhasilan eksisi miksoma odontogenik periferal yang terjadi pada pasien geriatri pasca stroke non hemoragik. Seorang pasien wanita usia 74 tahun, terdapat benjolan di gingiva rahang atas kiri, timbul sejak 3 bulan yang lalu, tidak sakit, tidak mudah berdarah, tetapi mengganggu pengunyahan. Pasien memiliki riwayat stroke non hemoragik yang terkontrol. Eksisi lesi dan kuretase tulang dilakukan dengan anestesi umum. Hasil pasca operasi, setelah dilakukan follow-up selama 6 bulan, tidak ada keluhan pasien terkait dengan penyakit yang diderita, tidak dehisensi, tidak kambuh dan prognosis baik. Eksisi miksoma odontogenik periferal yang terjadi pada pasien geriatri pasca stroke non hemoragik bisa dilakukan, tetapi harus dengan persiapan perioperatif yang optimal, meliputi konsultasi ke bagian neurologi, kardiologi dan rawat bersama dengan bagian penyakit dalam sub bagian geriatri, untuk meminimalkan interaksi obat-obatan yang diberikan dan mencegah komplikasi pasca operasi. ABSTRACT: Excision Peripheral Odontogenic Myxoma of the Maxillary Sinistra on Post Stroke Non-Hemorrhagic Patients under General Anesthesia. Peripheral odontogenic myxoma is a myxoma located on soft tissue, growing slowly, less aggressive and owning low recurrency rate compared to central odontogenic myxoma. Peripheral odontogenic myxoma may occur in every decade of life, mostly in the fourth decade. The aim of this report is to expose the successful excision of peripheral odontogenic myxoma on post non-hemorrhagic stroke of geriatric patient. A seventy-four-year-old woman had a pedunculated mass on the left maxillary gingivitis. It had been growing for 3 months, non-tender, non-bleeding but causing chewing inconvenience. She had a controlled non-hemorrhage stroke. An excision of lesion and bone curettage was conducted under general anesthesia. Six months after the operation, the follow-up showed no further complaints concerning her disease, no dehiscence, no recurrence, and the prognosis was good. It can be concluded that the excision of peripheral odontogenic myxoma on post non-hemorrhagic stroke of geriatric patients was feasible. However, it must be conducted under adequate perioperative preparation, which consists of neurology and cardiology consultation and joint treatment between internal department and geriatric sub-department to minimize drug interaction and to prevent post-operative complication.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11983
2016-06-30T02:04:04Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11983
2016-06-30T02:04:04Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 134-139
Penatalaksanaan Kasus Impaksi Premolar, Ektopik Caninus dan Asimetri Rahang dengan Teknik Edgewise
Malikha, Novitria Zahrotul; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Suparwitri, Sri; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Hardjono, Soekarsono; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11983
ektopik kaninus; impaksi premolar; asimetri rahang; edgewise multiloop; ectopic canine; premolar impaction; jaw asymmetry; multiloop edgewise
Pencabutan dini pada gigi desidui seringkali menyebabkan perpendekan lengkung sehingga ruang yang dibutuhkan untuk erupsi gigi permanen kurang. Kaninus ektopik, impaksi premolar dan asimetri rahang adalah kasus yang sering terjadi akibat kurangnya ruang untuk erupsi gigi. Pasien perempuan usia 20 tahun, mengeluhkan gigi gingsul dan tidak rapi. Pemeriksaan objektif menunjukkan crowding rahang atas dan rahang bawah, kaninus maksila kanan atas ektopik, premolar mandibula kanan impaksi, disertai pergeseran midline. Maloklusi Angle kelas I dengan hubungan skeletal kelas I, overbite 1 mm, overjet 1,3 mm, crowding mandibula dan maksila, ektopik kaninus unilateral, impaksi premolar unilateral, asimetri rahang dan pergeseran midline. Pencabutan dilakukan pada 2 gigi premolar pertama rahang atas dan 2 gigi molar pertama rahang bawah yang mengalami nekrosis. Perawatan menggunakan alat cekat teknik Edgewise dengan multiloop. L loop digunakan untuk ekstrusi gigi kaninus ektopik dan menarik impaksi premolar. Asimetri rahang dikoreksi dengan ekspansi lengkung gigi menggunakan mainarchwire. Setelah 7 bulan perawatan, gigi kaninus yang ektopik, impaksi premolar dan crowding terkoreksi. Overjet dan overbite menjadi 2,5 mm. Perawatan masih berlangsung hingga saat ini. Penggunaan multiloop pada teknik Edgewise efektif untuk mengoreksi crowding gigi dan L loop efektif untuk mengekstrusi gigi kaninus ektopik dan impaksi premolar. ABSTRACT: Management of Impacted Premolar, Ectopic Canine and Jaw Asymmetry Case Using Edgewise Technique. The premature loss of primary teeth may reduce the arch length required for permanent teeth eruption. Ectopic canine, premolar impaction and jaw asymmetry are often encountered due to the lack of space for permanent teeth eruption. A twenty-year-old female patient complained an ectopic canine and crowding of upper and lower teeth. The objective examination found maxilla and mandibula crowding, ectopic right maxilla canine, mandibular premolar impaction, and midline shift of maxilla and mandibula. Angle class I malocclusion, overbite 1 mm, overjet 1.3 mm, maxilla and mandibula crowding, unilateral ectopic canine, unilateral premolar impaction, jaw asymmetry and midline shift occurred. Extraction of 2 maxillary first premolars and 2 necrose mandibular first molars was conducted followed by a treatment using fixed orthodontic appliance Edgewise technique with multiloop. The ectopic canine and premolar impaction were extruded using L loop. Jaw asymmetry was corrected by expanding the dental arch using the expanded main archwire. Ectopic canine, premolar impaction, maxilla and mandibula crowding were corrected after 7 months of treatment. The overjet and overbite reached 2.5 mm. The treatment is still ongoing. The multiloop edgewise archwire technique is found effective to overcome dental crowding, and L loop is effective to extrude the ectopic canine and premolar impaction.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11984
2016-06-30T02:09:54Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11984
2016-06-30T02:09:54Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 140-146
Restorasi Mahkota Jaket Porselin Fusi Metal dan Crown Lenghtening pada Gigi 11 dan 21 Pasca Trauma
Saputra, Dimas Cahya; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Nugraheni, Tunjung; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11984
trauma; crown lenghtening; porcelain fused to metal; full crown; anterior restoration
Laporan kasus ini bertujuan untuk melaporkan perawatan kasus fraktur subgingival dua gigi anterior maksila dengan pendekatan konservatif pada sisa jaringan keras gigi yang sehat. Perawatan pada gigi 11 dan 21 didahului perawatan saluran akar kemudian dilanjutkan dengan prosedur crown lenghtening dan restorasi mahkota penuh porselin fusi metal yang diperkuat dengan pasak metal customized. Perawatan ini merupakan alternatif untuk menghindari pencabutan gigi dan mengoptimalkan jaringan keras gigi tersisa untuk membangun sebuah restorasi estetis yang fungsional. ABSTRACT: Restoration Using Jacket Crown of Porcelain Fused-to-Metal and Crown Lengthening on Post-Traumatic Teeth 11 and 21. The aim of this case report was to describe the restoration of subgingival fractured two maxillary anterior teeth conservatively on healthy remaining tooth structure. Teeth #11 and #21 were initially treated by root canal treatment followed by crown lengthening and restored using porcelain fused-to-metal full crown retained by metal customized post. This treatment was an alternative to avoid tooth extraction and designed to optimize the remaining tooth structure in order to obtain a fully functional and esthetic restoration.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11985
2016-06-30T02:19:28Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11985
2016-06-30T02:19:28Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 147-154
Perawatan Estetik Kompleks Empat Gigi Anterior Maksila dengan Resorpsi Eksternal
Adistya, Tasya; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Nugraheni, Tunjung; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11985
apeksifikasi; pasak komposit indirek; resorbsi; diastema closure; apexification; indirect composite post; resorption; diastema closure
Permasalahan estetik merupakan salah satu hal penting dalam perawatan kedokteran gigi restoratif dan harus sejalan dengan penampilan yang alami serta harmonis berdasarkan prinsip-prinsip estetik. Untuk menginformasikan perawatan restorasi estetik komplek dari empat gigi anterior maksila. Laki-laki berusia 17 tahun datang dengan fraktur insisal karena kecelakaan. Empat tahun yang lalu, gigi tersebut telah dirawat endodontik dan direstorasi dengan mahkota jaket namun tujuh hari yang lalu, mahkota lepas. Pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa gigi 11 fraktur horizontal pada sepertiga mahkota. Gigi 21 ditumpat dengan komposit tetapi memiliki anatomi dan warna yang buruk. Terdapat diastema di antara gigi insisivus kiri atas. Semua gigi normal terhadap perkusi, palpasi dan probing periodontal. Radiograf periapikal menunjukkan adanya resorpsi apikal pada gigi 11 dengan radiolusensi apikal dengan diameter 3-4 mm. Setelah pemeriksaan, perawatan yang dilakukan pada gigi 11 adalah retreatment dan apeksifikasi menggunakan MTA, pemasangan pasak komposit indirek dan mahkota jaket PFM. Gigi 21 dan diastema di antara gigi insisivus maksila kiri direstorasi dengan komposit. Gigi 22 juga direstorasi dengan resin komposit untuk mendapatkan lebar ideal. Kontrol 1 bulan menunjukkan gigi asimptomatik, terlihat adanya regenerasi jaringan periapikal dan gigi berfungsi normal. Perawatan keempat gigi anterior maksila dengan mempertimbangkan kondisi estetik dan konservasi sisa jaringan keras gigi menunjukkan keberhasilan sehingga gigi dapat berfungsi normal. ABSTRACT: Aesthetic Treatment of Four Maxillary Anterior Teeth with External Resorption. Esthetic aspect has become increasingly important in the modern restorative dentistry and synonymous with a natural, harmonious appearance based on esthetic principles. This case report aimed to inform the esthetically complex restorative treatment of four maxillary anterior teeth. A 17-year-old male had a fractured incisor following a traumatic incident. Four years earlier, the tooth was treated endodontically and restored with a crown. Seven days ago, the crown fell off. A clinical examination revealed that tooth 11 was horizontally fractured on the mid-third of the crown. Tooth 21 had been previously restored using composite, but it had a bad contour and color. There was also a diastema between left maxillary incisors. All teeth responded normally to percussion and palpation and had normal periodontal probing. A periapical radiograph showed apical resorption at teeth 11 with an apical rarefaction 3-4 mm in diameter. After complete examination and esthetic analysis, several treatments were undertaken. Tooth 11 was retreated using MTA to facilitate the apexification followed by indirect, customized composite post and porcelain-fused-to-metal crown. Tooth 21 and the diastema between the left maxillary incisors were closed using composite resin. Tooth 22 was also restored using composite resin to get the ideal width of the tooth. After 2 weeks, the treated teeth were asymptomatic, radiographic examination demonstrated apparent regeneration of periapicular tissue, and the teeth functioned normally. The teeth were successfully treated by endodontic therapy and restoration with crown and composite resin to restore esthetic problems.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/11988
2016-06-30T02:31:31Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11988
2016-06-30T02:31:31Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 1, No 2 (2015); 155-162
Perawatan Gigi Insisivus Lateralis Kanan Maksila Fraktur Ellis Kelas III
Pary, Fakriantu Chaldun; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, Indonesia
Kristanti, Yulita; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2015-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/11988
fraktur Ellis kelas III; pulpektomi satu kunjungan; mahkota jaket porselin fusi metal; pasak fiber; Ellis fracture class III; one visit pulpectomy; porcelain fused to metal crown; fiber post
Gigi fraktur Ellis kelas III merupakan kasus fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa. Fraktur mahkota yang luas dengan pulpa terbuka memerlukan perawatan saluran akar dengan restorasi mahkota jaket disertai inti pasak. Perawatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi gigi dari segi mastikasi, estetika. Pasien laki-laki umur 25 tahun datang untuk menambalkan gigi depan kanan atas yang patah 8 hari yang lalu karena kecelakaan. Diagnosis gigi 12 adalah fraktur Ellis kelas III. Mula-mula dilakukan anestesi infiltrasi pada rami nervus alveolaris superior anterior, kemudian dilakukan pulpektomi satu kunjungan. Selanjutnya gigi direstorasi dengan mahkota jaket porselin fusi metal disertai pasak fiber. Perawatan pulpektomi satu kunjungan dan restorasi mahkota jaket porselin fusi metal dengan pasak fiber dapat mengembalikan fungsi gigi dari segi mastikasi, estetika, fonetik, dan melindungi jaringan pendukung. ABSTRACT: Right Insisives with Class III Ellis Fracture. Ellis fractured tooth class III is a case of crown fracture with exposed pulp. Extended crown fracture with exposed pulp needs root canal treatment with post and core build up followed with crown restoration. The treatment is aimed especially to restore functions of tooth in mastication and esthetics, phonetics. A 25 year old male patient came to restore her fractured upper right front tooth 8 days ago because of accident. Tooth 12 was diagnosed with Ellis fracture class III. The anterior superior alveolar nerve rami was infiltrated, and one visit pulpectomy was carried out. Tooth was restored with fiber post and porcelain fused to metal crown. One visit pulpectomy and porcelain fused to metal crown with fiber post could restore tooth masticatory function, esthetic, phonetic, and preserving the supporting tissues.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/28760
2017-10-10T01:47:09Z
mkgk:ART
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/28777
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28777
2020-03-02T01:46:20Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 1 (2016); 7-12
Penatalaksanaan fraktur mandibula pada anak dengan cedera kepala sedang
Hadira, Hadira; Residen Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
Syamsudin, Endang; Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
Zulkifli, Bilzardy Ferry; Bagian Bedah Saraf, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
2017-12-27 14:54:47
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28777
child; moderate head injury; mandibula fracture; management
en;
Management of mandibular fracture in child with moderate head injury. Mandibular fractures in child with moderate head injuries were relatively rare, the management of child patient need special considerations regarding their age and growth. Management of mandibular fractures in child with moderate head injuries need cooperation with specialists Neurosurgery. This case report aims to explain the management of mandibular fracture in child with moderate head injury. A 7 years old boy ushered to Hasan Sadikin Hospital, with bleeding at head and fracture of the lower jaw. The patient was hit by a motorcycle high speed while crossing the street with unknown mechanism there was history of unconsciousness about 20 minutes, there was bleeding from mouth. GCS 9, asymmetrical face, post suturing in the head and fracture of the lower jaw. Then, examination support, and then diagnosed Moderate Head Injury with Open fractures more than one tabula at right parietal and right mandibular angle fracture, left mandibular parasimphysis fracture. Management according ATLS, with the primary survey, secondary survey and stabilization, then craniectomy debridement. Once a patient is stabilized performed ORIF with regard mandibular growth and development of teeth. craniectomy debridement to prevent the occurrence of intracranial infection because of their open fractures in the bones of the head. Open Reduction and Internal Fixation by installing miniplat with a screw for fixation of mandibular fractures managed to restore the aesthetic and masticatory functions. Open wounds can cause intracranial infections that can develop into meningitis and brain abscess. Management of mandibular fractures in children with head injuries being successful if there is cooperation between specialists Neurosurgery and Oral and Maxillofacial Surgery.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/28778
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28778
2020-03-02T01:46:20Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 1 (2016); 13-18
Osteomyelitis kronis supuratif mandibula sebagai komplikasi sekunder impaksi gigi molar tiga
Simanjuntak, Heinz Frick; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Sylvyana, Melita; Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Fathurachman, Fathurachman; Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
2017-12-27 14:55:31
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28778
odontogenic infection; osteomyelitis; third molar
en;
Chronic osteomyelitis suppurative the mandible as a complication secondary impaction of the mandibular third molars. Impacted third molars is a common thing and become a common reason patients seek dental treatment. Complications of impacted teeth is the most frequently occurring infection oromaksilofasial particularly acute infection. Suppurative osteomyelitis of the mandible due to secondary complications of impacted molars wisdom is rare. The aim of this case report describe treatment of chronic suppurative osteomyelitis is caused secondary complications of impacted third molars. A female patient reported a history of recurrent toothache previous six months in the region of the right mandible and develop into extra-oral fistula since the last three months. Swelling that does not improve to make the patient come to the oral surgeon poly rs Hasan Sadikin. Preoperative panoramic radiographs showed mesioangular impacted third molars right mandible with deep caries and periapical radiolucent area of the mesial root of the tooth. From the results of clinical examination and radiographic findings made the diagnosis of chronic osteomyelitis of the mandible. Sequesterectomy and extraction of mandibular right second molar and all third molars upper and lower jaw. Sinus passages excised and closure. Histopathological examination conducted on tissues resected. Sekuesterektomi, fistulektomi and causa tooth extraction is a definitive method for treating chronic osteomyelitis with a satisfactory clinical outcome after surgery
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/28779
2017-10-10T01:47:09Z
mkgk:ART
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/28779
2017-11-17T07:32:26Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28779
2017-11-17T07:32:26Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 1 (2016); 19-24
Restorasi mahkota jaket porselen fusi metal dan customed dowel pasca perawatan saluran akar satu kunjungan
Arisanti, Teleseptiserngi Dian; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Mulyawati, Ema; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-04-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/28779
anterior teeth; endodontic treatment one visit; porcelain-fused-to-metal; esthetic restoration
en;
Porcelain fuse to metal restoration and customed dowel post one visit endodontic treatment. Esthetic of anterior teeth has an important role to build self-confidence. Common esthetic problem on anterior teeth is caries, causing damage to the crown and discoloration. The aim of the case report is to report a porcelain fuse to metal restoration and custom dowel post one visit endodontic treatment in the left central maxillary incisor. A 25-years-old male patient came to seek care of his discolorized left central maxillary incisor. The diagnosis has been established as followed, pulp necrosis with discoloration on left central maxillary incisor. Method : In this case, we have undergone the one visit endodontics treatment followed by porcelain-fused-to-metal crown restoration and custom dowel of the left central maxillary incisor. Result: Three months evaluation post treatment, the patient had no pain during chewing, traumatic occlusion, nor periodontal tissue issue. Conclusion: The restoration on anterior teeth and endodontic treatment can reestablished the function of the teeth moreover esthetic, increasing self-confidence
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/30355
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/30355
2020-03-02T01:46:20Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 1 (2016); 1-6
Eksisi Mucocele Rekuren pada Ventral Lidah dengan Anestesi Lokal
Setiawan, Dody; Program Studi Bedah Mulut dan Maxillofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Dwirahardjo, Bambang; Departemen Bedah Mulut dan Maxillofasial Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Astuti, Elizabeth Titi Riyati; Departemen Bedah Mulut dan Maxillofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2017-12-27 14:53:02
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/30355
deseksi; eksisi; insisi ellip; mucocele Blandin Nuhn; rekuren; desection, excision, ellip incision, mucocele Blandin Nuhn, recurent
en;
Mucocele adalah lesi yang umum ditemukan pada mukosa oral dan merupakan lesi jinak kelenjar saliva yang paling sering ditemukan di rongga mulut. Insiden mucocele sering ditemukan karena adanya trauma kelenjar saliva minor. Mucocele dapat terjadi laki-laki maupun perempuan pada segala usia dengan insiden tertinggi pada dekade kedua. Mucocele dapat terjadi pada daerah manapun di dalam rongga mulut yang mengandung kelenjar saliva minor, tetapi bibir bawah merupakan lokasi paling umum karena paling mudah mengalami trauma. Mucocele Blandin Nuhn adalah mucocele yang paling sering terjadi pada lidah, meskipun jarang terjadi. Dilaporkan kasus mucocele Blandin Nuhn pada ventral lidah yang terjadi pada anak laki-laki 17 tahun, datang ke poli Bedah Mulut dan Maksilofasial RSUP Dr Sardjito, dengan riwayat rekurensi dimana sebelumnya 3 bulan yang lalu telah dilakukan eksisi lesi yang sama pada tempat yang sama. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah insisi sekitar lesi bentuk ellip, lalu dilakukan deseksi hingga eksisi kelenjar saliva yang terlibat dengan anestesi lokal disertai motivasi terhadap pasien agar tidak menggangu bekas luka. Setelah dilakukan kontrol 6 bulan dengan hasil baik dan tidak ditemukan keluhan yang samaAbstract: Excision of recurent mucoceles at ventral of tongue under local anesthesia. Mucoceles are one of the most common of the benign soft tissue masses that occur in the oral cavity. Trauma to the minor salivary gland assosiated with insidens of mucocele. It belived to arise equally in both sexes and affect patients of all ages, with higher incidence in the second decade. Mucoceles could be happen anywhere in of oral cavity with minor salivary gland but the most common site is lower lip. Mucocele Blandin Nuhn is most common mucocele of tongue, even it rare case. We reported a 17 years old boy who came to Oral and Maxillofacial Surgery departement of RSUP Dr Sardjito hospital with mucocele Blandin Nuhn of ventral tongue, and recurent have been happen that 3 mouth before the lesion at same site had excisied. Treatment consists of reexcision with ellip incision, desection and excision of the assosiated salivary gland tissue beneath the mucocele with local anasthesia, and patient motivations do not disturb the lesion. Evaluation 6 mounths post surgery show good result and no sign of recurency.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31730
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31730
2020-03-02T01:46:20Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 1 (2016); 19-25
Abses Submandibula Odontogenik pada Penderita Idiopatik Trombositopeni Purpura di RSUP Dr. Sardjito
Wulansari, Indah; Program Studi Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Widiastuti, Maria Goreti; Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Rahardjo, Rahardjo; Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
2016-04-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31730
abses submandibula; ITP; pencabutan gigi; ITP; submandibular abscess; tooth extraction
en;
Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) adalah kelainan yang berhubungan dengan penurunan jumlah platelet yang beredar dalam plasma darah yang dapat disebabkan oleh peningkatan destruksi platelet karena autoimun. Penurunan jumlah platelet akan menurunkan kemampuan hemostasis tubuh. Prevalensi ITP adalah 4 sampai 5,3 per 100.000 anak, dengan tingkat mortalitas ITP kronis sekitar 4%. Abses submandibula menempati urutan pertama abses leher yang paling sering dijumpai (42,30%) dengan prevalensi causa odontogenik sebesar 34,21%. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mempresentasikan keberhasilan evakuasi pus dan eliminasi gigi kausa pada kasus abses submandibula odontogenik pada seorang anak penderita ITP. Seorang anak perempuan berusia14 tahun penderita ITP dengan riwayat sakit gigi geraham kanan bawah dan pembengkakan pada submandibula kanan dengan fistula ekstra oral yang mengeluarkan darah dan pus datang ke IGD RSUP Dr. Sardjito dengan kondisi lemah. Kasus ini dirawat bersama dengan bagian hematologi onkologi anak untuk penanganan kondisi trombositopenia sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan incisi drainase dan pencabutan gigi kausa. Tindakan perawatan gigi dan pembedahan dapat dilakukan pada penderita ITP dengan memperhatikan angka trombosit. Untuk mencapai angka trombosit yang cukup, diperlukan kerja sama dengan dokter bagian hematologi, sehingga resiko perdarahan durante dan pasca tindakan dapat di minimalisirABSTRACT: Odontogenic submandibular abscess in patient with Idiopathic Trombocytophenia Purpura at General Hospital Centre Dr. Sardjito. Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP) is a disorder associated with a number decreasing of platelets circulating in the blood which can be caused by platelet destruction increasing due to autoimmune. Low platelet count will decrease the body's ability to hemostasis. The prevalence of ITP is 4 to 5.3 per 100,000 children, with a mortality rate of approximately 4% of chronic ITP. Submandibular abscess is the first ranks of neck abscesses which are the most common (42.30%) with a prevalence of 34.21% odontogenic cause. The purpose of this case report is to present the early success of the evacuation of pus and elimination of causative tooth in the case of odontogenic submandibular abscess in a child with ITP. A 14 year old girl diagnosed with ITP and a history of right lower molar tooth pain and swelling in the right submandibular with extra-oral fistula that blood and pus came to the ER department of DR.Sardjito feebly. This case was treated together with pediatric department of hematology oncology for thrombocytopenia conditions allowing for incision drainage and extraction of causes tooth. Dental treatment and surgery can be performed on patients with ITP with regard platelet numbers. To achieve a sufficient number of platelets, it is neccessary to cooperate with hematologist, so the risk of bleeding during and following the surgery can be minimized.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31958
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31958
2020-03-02T01:46:20Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 1 (2016); 26-31
Restorasi mahkota jaket porselen fusi metal dan customed dowel pasca perawatan saluran akar satu kunjunga
Arisanti, Teleseptiserngi Dian; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Mulyawati, Ema; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2016-04-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31958
gigi anterior; perawatan saluran akar; porselin fusi metal; restorasi estetik; anterior teeth; endodontic treatment one visit; porcelain-fused-to-metal; esthetic restoration
en;
Estetika memegang peranan penting untuk meningkatkan kepercayaan diri, terutama gigi anterior. Masalah estetika pada gigi anterior yang sering dijumpai adalah lesi karies yang dapat menyebabkan hilangnya mahkota gigi dan perubahan warna gigi. Makalah ini bertujuan untuk melaporkan restorasi mahkota porselen fusi metal pada gigi insisivus sentralis kiri rahang atas pasca perawatan saluran akar (PSA). Seorang pasien laki-laki berusia 25 tahun ingin merestorasi gigi insisivus lateralis maksila yang berubah warna. Diagnosis dalam kasus ini adalah gigi nekrosis disertai diskolorasi. Perawatan untuk kasus ini adalah PSA satu kunjungan dilanjutkan restorasi mahkota jaket porselen fusi metal dengan custom dowel. Tiga bulan kemudian pada saat kontrol tidak terdapat keluhan saat mengunyah, tidak terdapat traumatik oklusi, dan keadaan jaringan pendukung gigi baik. Kesimpulan dari laporan kasus ini adalah restorasi gigi anterior dan PSA dapat mengembalikan fungsi gigi terutama fungsi estetik yang berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri. ABSTRACT: Porcelain fuse to metal restoration and customed dowel post one visit endodontic treatment. Esthetic of anterior teeth has an important role to build self-confidence. Common esthetic problem on anterior teeth is caries, causing damage to the crown and discoloration. The aim of the case report is to report a porcelain fuse to metal restoration and custom dowel post one visit endodontic treatment in the left central maxillary incisor. A 25-years-old male patient came to seek care of his discolorized left central maxillary incisor. The diagnosis has been established as followed, pulp necrosis with discoloration on left central maxillary incisor. Method : In this case, we have undergone the one visit endodontics treatment followed by porcelain-fused-to-metal crown restoration and custom dowel of the left central maxillary incisor. Result: Three months evaluation post treatment, the patient had no pain during chewing, traumatic occlusion, nor periodontal tissue issue. Conclusion: The restoration on anterior teeth and endodontic treatment can reestablished the function of the teeth moreover esthetic, increasing self-confidence
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31964
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31964
2020-03-02T01:46:20Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 1 (2016); 32-38
Restorasi pasca one visit endodontik dengan perbaikan malposisi dan selective Contouring
Febrianifa, Eldina; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Hadriyanto, Wignyo; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-04-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31964
custom dowel, mahkota porcelain fused metal, one visit endodontic, selective contouring, custom dowel, porcelain fused metal crown, one visit endodontic, selective contouring
en;
Karies yang meluas ke pulpa dapat mengakibatkan inflamasi pulpa. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi pulpa yang dapat diatasi dengan perawatan saluran akar satu kunjungan. Restorasi pasca perawatan endodontik pada gigi depan harus mempertimbangkan estetik. Estetik tidak hanya dilihat dari warna gigi, tetapi juga bentuk gigi, ukuran gigi, oklusi dan penggunaan ruang agar tampak selaras. Permasalahan yang terjadi pada kasus ini adalah karies yang luas hingga menyisakan 1/3 mahkota serta sisa ruang gigi yang sempit. Makalah ini bertujuan untuk melaporkan restorasi mahkota porcelain fused to metal (PFM) pada gigi insisivus sentralis kiri rahang atas (gigi 21) pasca perawatan saluran akar dengan perubahan inklinasi dan selective contouring. Seorang pasien pria berusia 23 tahun dirujuk untuk perawatan endodontik pada gigi 21. Pasien merasakan sakit spontan pada giginya. Gigi labioversi dengan sisa mahkota 1/3 dan sisa ruang sempit. Radiografi menunjukkan karies telah mengenai pulpa. Perawatan endodontik dilakukan dalam satu kunjungan bertujuan menghemat waktu perawatan tanpa mengurangi kualitas perawatan. Evaluasi dilakukan satu minggu setelahnya dan dilanjutkan dengan perhitungan estetik, pembuatan pasak custom dowel dengan perbaikan inklinasi, dan selective conturing gigi untuk mendapatkan ruang ideal. Setelah pemasangan pasak, dilakukan restorasi mahkota PFM. Restorasi pasca endodontik pada gigi anterior dengan malposisi gigi dan ruang gigi sempit dapat berhasil baik dengan pertimbangan estetik, perbaikan inklinasi dengan pasak custom dowel dan selective conturing.ABSTRACT: Restoration post endodontic treatment with malposition correction and selective contouring. Extensive caries can lead to inflammation of the pulp. Irreversible pulpitis is an inflammation of the pulp that can be done by one visit endodontic treatment. Aesthetic aspect should be considered for post endodontic treatment restoration of anterior teeth. Aesthetic is not only seen from the color of the teeth, but also the shape, size, occlusion, and harmonized space. This case is about restoring the remain of 1/3 tooth crown due to extensive caries with narrow tooth space. To report a porcelain fused metal crown restoration in the left maxillary central incisor with inclination correction and selective contouring to obtain space. Twenty three year-old male patient was referred for endodontic treatment on the left maxillary central incisor. Spontaneous pain was also reported. The tooth is labioversy with remaining 1/3 tooth crown due to extensive caries with narrow tooth space. Radiographs showed extensive caries has reached the pulp. Endodontic treatment had done in one visit to save time without compromising the quality treatment. Evaluation was done a week after that and then aesthetic calculation, then custom dowel core with inclination correction for left maxillary central incisor and selective contouring adjacent teeth. After custom dowel insertion, then carried porcelain fuced metal crown restoration. Post endodontic restoration on anterior teeth with dental malposition and narrow tooth space can be managed by aesthetic considerations, inclination correction with custom dowel core and selective contouring.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31965
2018-01-04T05:44:16Z
mkgk:ART
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31966
2018-01-04T05:44:16Z
mkgk:ART
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31967
2018-01-04T05:44:38Z
mkgk:ART
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31968
2018-01-04T05:44:39Z
mkgk:ART
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31971
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31971
2020-03-02T01:46:20Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 1 (2016); 39-46
Crown lengthening disertai retreatment insisivus sentralis kiri maksila dengan restorasi mahkota pasak
Kusumawati, Erna Dyah; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Mulyawati, Ema; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-04-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31971
crown lengthening, hiperplasi gingiva, retreatment, mahkota pasak, crown lengthening, gingival hyperplasia, retreatment, post crown
en;
Keberhasilan perawatan gigi ditentukan oleh perawatan saluran akar dan restorasinya. Keberhasilan perawatan saluran akar ditentukan oleh preparasi saluran akar dan obturasinya. Kegagalan perawatan saluran akar akan menimbulkan keluhan di masa mendatang dan membutuhkan retreatment. Tepi permukaan fraktur servikal gigi yang tajam dengan ketinggian hampir sama atau di bawah gingival crest dapat menimbulkan gesekan antara gingiva dengan gigi yang berlangsung lama dan terusmenerussehingga terjadi proliferasi pembuluh darah dan terbentuk hiperplasi gingiva. Hiperplasi gingiva menghalangi terciptanya seal tumpatan sementara selama retreatment, oleh karena itu dilakukan crown lengthening terlebih dulu pada awal retreatment. Crown lengthening juga akan memberikan tampilan yang lebih estetis dan membantu terciptanya ferrule effect untuk resistensi mahkota pasak. Makalah ini bertujuan untuk melaporkan perawatan crown lengthening disertai retreatment pada insisivus sentralis kiri maksila dengan restorasi mahkota pasak. Pasien mengeluhkan gigi depan kiri atasnya yang sakit selama seminggu. Dua tahun yang lalu gigi tersebut dirawat saluran akarnya kemudian dipasang mahkota jaket tetapi kemudian gigi tersebut patah. Pasien merasa terganggu penampilannya karena gigi tersebut. Perawatan diawali dengan mengeluarkan bahan obturasi dari saluran akar dan pemberian medikasi ekstra oral. Perawatan dilanjutkan dengan prosedur crown lengthening. Kontrol pasca pembedahan 1 minggu setelah operasi menunjukkan luka bekas operasi baik dan tidak ada tanda inflamasi. Luka bekas operasi dipantau selama proses retreatment hingga sebelum dilakukan pembuatan restorasi gigi permanen untuk memastikan hiperplasi gingiva tidak terbentuk kembali. Hasil crown lengthening akan mempengaruhi hasil retreatment dan restorasi. Keberhasilan crown lengthening dipengaruhi oleh prosedur dan tekniknya, ditandai dengan tidak adanya keluhan serta tidak terjadi hiperplasi gingiva kembaliABSTRACT: Crown Lengthening and Retreatment on the Left Maxillary Central Incisor with Post Crown Restoration. Good dental care is determined by its root canal treatment and restoration. Good root canal treatment is determined by its root canal preparation and obturation. Failure of root canal treatment will cause complaints in the future and require retreatment. Sharp edge surface on cervical fractured teeth with almost the same height or below the gingival crest could cause prolonged and continuous friction between the teeth and the gingiva so that a proliferation of blood vessels occurs and forms gingival hyperplasia. Gingival hyperplasia would disturb the creation of temporary restoration seal during retreatment, therefore it is necessary to have crown lengthening first at the start of retreatment. Crown lengthening will also provide a more aesthetic appearance and help create ferrule effect in post crown resistance This paper will report the crown lengthening treatment with retreatment in the left maxillary central incisor with post crown restoration. The patient complained of left upper front painful tooth. About two years ago the patient received an endodontic treatment and a jacket crown restoration on that tooth but it was fractured and the gingiva became larger. Patient feels disturbed because of the appearance of the teeth. Treatment began by removing material from the root canal obturation and administration of oral medication. Treatment continued with crown lengthening procedure. Post-surgical controls at 1 week after surgery showed good incision and no signs of inflammation. Incision monitored during retreatment process until prior to the manufacture of dental restorations to ensure permanent gingi val hyperplasia is not reformed. The results of crown lengthening would affect the results of retreatment and final restoration. Crown lengthening is influenced by the success of the procedure and the correct technique, characterized by the absence of complaints and permanent disappearance of gingival hyperplasia.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31979
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31979
2020-03-02T01:46:20Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 1 (2016); 47-52
Efek pemakaian bisphosphonate pada pergerakan gigi ortodonti
Anggraini, Dini; Program Studi Spesialis Ortodonsi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
Anggani, Haru Setyo; Departemen Ortodonsi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
2016-04-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31979
bisphosphonate, perawatan ortodonti, pergerakan gigi, bisphosphonate, orthodontic treatment, tooth movement
en;
Pergerakan gigi penjangkaran yang tidak diinginkan atau relaps gigi-geligi paska perawatan ortodonti, merupakan salah satu efek samping yang tidak diharapkan. Berbagai alat mekanik ortodonti telah digunakan guna mencegah hilangnya penjangkaran, baik alat ekstra oral dan intra oral. Namun, pada penggunaan alat-alat ini masih dijumpai kehilangan penjangkaran dan menimbulkan efek-efek samping seperti resorpsi akar, lesi white spot, karies, gingivitis dan sebagainya.Selain alat mekanik, agen farmakologi juga potensial untuk menyediakan penjangkaran. Agen farmakologi terbaru yang dapat menghambat pergerakan gigi ortodonti adalah Bisphosphonate. Penulis melakukan studi literatur ini guna mengetahui lebih jauh tentang senyawa Bisphosphonate dan efek farmakodinamik serta farmakokinetiknya sehingga mungkin dapat dijadikan sebagai agen farmakologi guna menghambat pergerakan gigi ortodonti. Hasil penelusuran pada berbagai pustaka menunjukkan bahwa Bisphosphosphonate dapat menghambat pergerakan gigi ortodonti. Temuan ini membuka peluang penggunaan Bisphosphonate guna menambah sifat penjangkaran pada perawatan ortodonsi. Namun perlu penelitian lebih lanjut, agar senyawa ini dapat digunakan secara klinik untuk menghambat pergerakan gigi ortodonti. ABSTRACT: Effect of bisphosphonate administrations on orthodontic tooth movement. Undesirable movement of anchorage tooth or dental relapse of the moved tooth to its initial position after orthodontic treatment are the some unexpected side effects. Various mechanical appliances have been used to prevent anchorage loss, both extra oral and intra oral appliance. However, even with the use of all of these appliances, anchorage loss and other unexpected side effects such as root resorption, white spot lesion, caries, gingivitis, etc were still can be found. Besides mechanical appliances, pharmacological agent also has potential to provide anchorage. The most recent pharmacological agent that can prevent orthodontic tooth movement is Bisphosphonate. The author conduct this literature study in order to have further understanding about bisphosphonate and its pharmacodynamics and pharmacokinetics effects as pharmacological agent to hamper orthodontic tooth movements. Literature studies from numerous references show that Bisphosphonate can prevent orthodontic tooth movement.This finding opens the opportunity of Bisphosphonate administration in order to increase anchorage properties during orthodontic treatment. However, the use of Bisphosphonate clinically to prevent orthodontic tooth movement still require further research.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31982
2020-03-02T01:46:20Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31982
2020-03-02T01:46:20Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 1 (2016); 53-58
Pertimbangan penggunaan plat ekspansi pada perawatan ortodontik cekat kasus borderline
Rousstia, Endhira Lentik; Program Studi Ortodonsia, Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Farmasyanti, Cendrawasih Andusyana; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Kuswahyuning, Kuswahyuning; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-04-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31982
alat ortodontik cekat, kasus borderline, plat ekspansi, fixed orthodontic aplliance, borderline case, expansion plate
en;
Kasus gigi berjejal di regio anterior kadang membuat keraguan dalam merencanakan perawatan bagi operator dalam melakukan pencabutan, atau disebut sebagai kasus borderline. Tujuan dari pemaparan studi kasus ini adalah untuk mengevaluasi pemilihan pemecahan masalah ruang dengan ekspansi pada kasus borderline. Seorang pasien perempuan usia 22 tahun datang ke klinik ortodonti RSGM Prof. Soedomo dengan keluhan gigi depan atas bawah yang berjejal dan terdapat gigi depan kiri atas yang tumbuh lebih ke belakang. Pasien memiliki maloklusi Angle Klas I dengan hubungan skeletal Klas I bimaksiler retrusif malrelasi deepbite pada gigi 12 11 22 dengan 32 41 42, crossbite 21 dan 31, overjet 1,4 mm, overbite 4 mm serta malposisi gigi individual, berdasarkan diagnosis dan perancangan ketersediaan ruang diputuskan kasus ini termasuk kasus borderline. Pertimbangan perhitungan pont, bukal koridor yang sempit, profil wajah pasien yang baik maka dipilih perawatan ekspansi untuk kebutuhan ruang. Pasien dirawat dengan alat ortodontik cekat teknik straightwire kombinasi alat ekspansi lepasan yang dimulai Desember 2014. Kontrol dilakukan 3 minggu sekali untuk alat ortodontik cekat dan seminggu sekali untuk alat ekspansi, setelah 25x putaran (2x1/4 putaran) alat ekspansi lepasan dilepas dan dilanjutkan hanya dengan alat ortodontik cekat. Setelah sekitar 6 – 7 bulan perawatan ortodontik cekat ini mendapatkan kontak interdigitasi yang baik, overjet overbite normal, dan profil muka cembung normal. Kesimpulan dari studi kasus ini bahwa penggunaan plat ekspansi pada perawatan ortodontik cekat kasus borderline mempunyai hasil yang memuaskan. ABSTRACT: Considerations of the use of expansion plate on fixed orthodontic appliance in borderline case. Cases of anterior crowding often makes a hesitation to make a treatment plan for the operator to preform extraction or referred to as a borderline case. The purpose of this case study is to evaluate the selection of this problem solving the case of perimeter arch in borderline case is expansion. A 22 years old patient came to the RSGM Prof. Soedomo orthodontic clinic complained anterior crowding of the upper and lower teeth and left upper front teeth is in a crossbite position. Patient had Angle Class I malocclusion with Class I skeletal relationship bimaxiller retrusive malrelation, deepbite 12 11 22 to 32 41 42, crossbite 21 and 31, overjet of 1.4 mm, overbite 4 mm and malposition of individual teeth. based on diagnosis and upon space availability decided this case including borderline cases. Consideration of the Pont calculation, narrow buccal corridors, good facial profile then selected that expansion for space requirements. Patient was treated with straightwire fixed orthodontic appliance combination removable expansion from December 2014. Control carried out every 3 weeks for fixed orthodontic appliance and once a week to expansion plate, after 25 time activation (2x1/4 turns) removable expansion plate was removed and continued by fixed orthodontic appliance. After 6 – 7 months fixed orthodontic appliance treatment has a good interdigitation contact, normal overbite overjet, and normal convex face profil. Conclusion for this case study is that the use of plate expansion on fixed orthodontic treatment in borderline cases presents a satisfactory result.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31984
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31984
2020-03-02T01:47:27Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 2 (2016); 59-64
Fraktur comminuted bilateral pada mandibula
Ronal, Ronal; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Tasman, Abel; Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Fathurachman, Fathurachman; Departemen Bedah Orthopedi, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
2018-01-04 15:22:50
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31984
bilateral, comminuted, fraktur, mandibula, trauma, bilateral, comminuted, fracture, mandible, trauma
en;
Fraktur comminuted mandibula didefinisikan sebagai adanya lebih dari satu garis fraktur yang menyebabkan terdapatnya beberapa fragmen tulang pada satu daerah tulang mandibula (simfisis, parasimfisis, ramus, angulus). Seringkali disebabkan oleh trauma energi tinggi sehingga menyebabkan displacement yang besar, kehilangan gigi, dan luka pada jaringan lunak. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk menjelaskan penatalaksanaan fraktur comminuted mandibula dengan menggunakan wire, plat dan screw. Hasil yang ingin dicapai pada pasien ini adalah untuk mengembalikan relasi rahang atas dan rahang bawah pasien (oklusi) yang mengalami pergeseran akibat trauma. Pasien laki laki usia 31 tahun mengalami trauma dengan mekanisme rahang membentur trotoar jalan. Pada pemeriksaan panoramik didapatkan gambaran beberapa garis fraktur pada kedua sisi rahang bawah. Sebagai penanganan awal dilakukan pemasangan kawat intermaksilaris dan dilanjutkan pemasangan wire, plat dan screw. Kesimpulan dari kasus ini yaitu rekonstruksi kembali fraktur comminuted bilateral pada mandibula sulit dilakukan karena terdapat banyak fragmen tulang yang kecil, oleh sebab itu diperlukan pemasangan wire pada daerah fraktur sebelum pemasangan plat dan screw.ABSTRACT: Bilateral mandible comminuted fracture. Mandible comminuted fracture is define as a fracture in which there are more than one fracture line that cause a number of bone fragments on a region of mandible (symphysis, parasymphysis, body and angle). It is often caused by high energy trauma so that caused a big displacement, teeth avulsion and soft tissue injury. The purpose of this case report is to describe the treatment of bilateral mandible comminuted fracture with wire, plate and screw. The aim for this patient was to restore the occlusion between the maxilla and mandible as it was mal-aligned due to trauma. We reported a case of 31 years old man with trauma where the mechanism was his jaw hit the sidewalk. Panoramic xray showed some fracture line on both side of his mandible. We did intermaxillary wiring as first treatmentt followed by plate and screw mounting. The conclusion of this case was reconstructing a comminuted bilateral fracture on the mandible is very complicated to be done because of the small fragment of bones therefore fixation of wire at the fractured area need to be done before the fixation of plate and screw.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31986
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31986
2020-03-02T01:47:27Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 2 (2016); 65-71
Perawatan saluran akar satu kunjungan gigi molar kedua kiri mandibula nekrosis pulpa dan lesi periapikal
Santoso, Laurensia; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Kristanti, Yulita; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2018-01-04 15:23:07
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31986
lesi periapikal, nekrosis, perawatan saluran akar satu kali kunjungan , one visit root canal treatment, necrosis, periapical lesion
en;
Nekrosis pulpa dapat menyebabkan iskemia infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai pembuluh darah kecil pada apeks. Invasi bakteri tidak berhenti pada ruang pulpa, namun toksin bakteri menyebar menuju ke jaringan periapikal melalui foramen apikal dan foramen aksesoris, lalu menimbulkan inflamasi pada area tersebut. Tujuan penulisan ini adalah untuk melaporkan keberhasilan perawatan saluran akar (PSA) satu kali kunjungan pada gigi molar kedua kiri mandibula dengan restorasi mahkota penuh porselen fusi metal dan tappered self threading dowel untuk penanganan kasus nekrosis pulpa disertai dengan lesi periapikal. Pasien seorang laki – laki berusia 67 tahun datang ke RSGM Prof Soedomo dengan keluhan ingin menambalkan gigi belakang kiri bawah yang tambalannya lepas. Pasien tidak merasa sakit pada gigi tersebut, tetapi tidak nyaman saat digunakan untuk mengunyah. Perawatan saluran akar satu kunjungan disertai dengan restorasi mahkota penuh porselen fusi metal dan tappered self threading dowel merupakan pilihan perawatan yang tepat untuk merestorasi gigi dengan nekrosis pulpa yang disertai lesi periapikal.ABSTRACT: One Visit Root Canal Treatment on Mandibulary Left Second Molar with Pulp Necrose and Periapical Lesion. Pulp necrosis may cause ischemia infarction in the pulp and cause a lower inflammatory response to the pulp. This allows bacteria to penetrate through small blood vessels at the apex. Bacterial invasion does not stop at the pulp chamber, but the toxin the bacteria spread toward periapical tissues through the foramen apical and foramen accessories, then cause inflammation in the area. The purpose of this paper is to report the successfull on the one visit root canal treatment on the mandibulary left second molar with pulp necrose and periapical lesion with the restoration of full porcelain fused to metal crown and tappered self threading dowel. A 67-years-old man patient came to the RSGM Prof. Soedomo with a complaint want to filling his mandibulary left second molar. The patients do not feel pain in the tooth, but not comfortable when used for chewing. One visit root canal treatment with a full crown restoration porselain fusion of metal and self-threading dowel tappered is an appropriate treatment option for restoring teeth with pulp necrosis accompanied periapical lesions.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31988
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31988
2020-03-02T01:47:27Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 2 (2016); 72-77
Pasak fabricated FRC dan restorasi resin komposit pada insisivus sentral maksila karies sekunder dengan pulpa nekrosis
Utami, Sartika Putri; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Mulyawati, Ema; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-08-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31988
FRC, karies sekunder, pasak fabricated fiber-reinforced composite, perawatan saluran akar, restorasi resin komposit , FRC, secondary caries, fiber-reinforced composite post, composite resin restoration, root canal treatment
en;
Karies sekunder dapat mengiritasi pulpa sehingga menyebabkan pulpa nekrosis bahkan hingga menyebabkan kelainan pada jaringan periapikal. Perawatan saluran akar (PSA) merupakan pilihan perawatan untuk menangani hal ini sebelum gigi direstorasi. Gigi anterior maksila pasca PSA membutuhkan restorasi dengan tingkat estetika yang tinggi dan juga membutuhkan retensi intrakanal yang dapat mendukung restorasi estetis. Pasak fabricated fiber-reinforced composite (FRC) adalah pilihan material yang dapat memenuhi kriteria tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk melaporkan kasus PSA dengan restorasi resin komposit kavitas kelas IV dengan pasak fabricated FRC pada gigi insisivus sentral kiri maksila karies sekunder dengan nekrosis pulpa disertai lesi periapikal. Pasien perempuan berusia 22 tahun datang dengan keluhan ingin mengganti tumpatan gigi depan kiri atas yang sudah berubah warna. Gigi pernah sakit spontan 1 tahun yang lalu. Pemeriksaan radiograf menunjukkan adanya tumpatan pada permukaan mesial gigi dengan area radiolusen sepanjang margin tumpatan yang terletak dekat pulpa dengan area radiolusen berbatas difus di daerah periapikal. Perawatan saluran akar dan evaluasi satu minggu sesudahnya dilakukan sebelum dilakukan restorasi akhir berupa restorasi resin komposit kelas IV dengan pasak fabricated fiber-reinforced composite. Seleksi kasus yang tepat merupakan kunci keberhasilan suatu perawatan. Pasak fabricated FRC dengan restorasi resin komposit kavitas kelas IV merupakan pilihan yang tepat pada kasus ini untuk menangani gigi insisivus sentral maksila yang memiliki saluran akar lebar dan kehilangan jaringan keras gigi yang lebih sedikit. ABSTRACT: Fabricated FRC post with composite resin restoration on secondary caries and underlying necrose pulp of maxillary central incisor. Secondary caries can irritate the pulp, causing the pulp to necrose and even to cause abnormalities in the periapical tissue. Root canal treatment is the treatment of choice to deal with this before the tooth is restored. Maxillary anterior teeth after root canal treatment requires restoration results with a high aesthetic level and al so requires the intracanal retention that can support aesthetically restoration result. Fabricated fiber-reinforced composite (FRC) post is material that suits. To report a case of root canal treatment with class IV cavity composite resin restorations with fabricated FRC post in secondary caries with pulp necrosis with periapical lesion of left maxillary central incisor. Twenty two year-old female patient came to replace the upper left anterior tooth discolored filling. Spontaneous tooth pain 1 year ago was also reported. Radiographs showed the fillings at the mesial surface of the tooth with a radiolucent area along the fillings' margin located near the pulp with a diffuse margin radiolucent area in the periapical region. Root canal treatment and evaluation a week after that performed before cavity class IV composite resin restorations with fabricated FRC post as final restoration had done. Proper case selection is the success key of a treatment. Fabricated FRC post with composite resin restorations class IV cavity are an appropriate management option in this case to deal with maxillary central incisor which has a wide root canals and less of dental hard tissue loss.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/31999
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31999
2020-03-02T01:47:27Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 2 (2016); 78-85
Reseksi apikal dan pengisian retrograde dengan MTA pada insisivus maksila imatur pasca perawatan saluran akar
Gunawan, Simyardika; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Indonesia
Nugraheni, Tunjung; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-08-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/31999
gigi imatur, mineral trioxide aggregate, pengisian retrograde, reseksi apikal, immature teeth, mineral trioxide aggregate, retrograde filling, apical resection
en;
Trauma pada gigi dapat menyebabkan retak atau frakturnya gigi tersebut. Pada keadaan yang parah, trauma pada gigi dapat menghentikan suplai nutrisi ke jaringan pulpa yang menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa. Trauma dengan nekrosis pulpa yang terjadi pada usia dini dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan gigi sehingga foramen apikal terbuka lebar. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk melaporkan perawatan reseksi apikal dan pengisian retrograde menggunakan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) pada gigi insisivus maksila imatur paska perwatan saluran akar. Seorang pasien pria berusia 22 tahun pasca perawatan saluran akar asimtomatik dengan riwayat sakit pada gigi dan gusi yang membengkak. Gigi pernah mengalami trauma saat pasien berumur 7 tahun dan pada saat itu juga gigi terasa sakit tetapi tidak dirawat ke dokter gigi. Gigi mulai terasa sakit kembali 3 minggu sebelum perawatan saluran akar dilakukan, terutama bila terkena tekanan ketika mengunyah makanan. Perawatan dilanjutkan dengan prosedur reseksi apikal dengan pengisian retrograde menggunakan Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Kontrol paska pembedahan pada bulan ke 1 dan 2 menunjukkan regenerasi jaringan tulang yang baik dan terus dipantau hingga bulan berikutnya sebelum dilakukan pembuatan restorasi gigi permanen. Keberhasilan bedah endodontik dipengaruhi oleh prosedur dan teknik yang benar, ditandai dengan tidak adanya keluhan serta terjadinya regenerasi jaringan lunak maupun keras paska pembedahan.ABSTRACT: Apical Resection and Retrograde Filling on Immature Central Incisor Maxilla After Root Canal Treatment. Dental trauma can cause cracking or fracture of the tooth. In the case of severe dental trauma can stop the supply of nutrients to the pulp that causes pulp necrosis. Trauma with pulp necrosis occurring at an early age can lead teeth to stop developing so that the apical foramen is widely open. The objective of this paper is to report apical resection treatment with retrograde filling using Mineral Trioxide Aggregate (MTA) on immature maxillary incisor post root canal treatment. A 22-years-old male patient post root canal treatment with no symptoms with a history of dental pain and swollen gums. Teeth have experienced trauma when the patient was 7 years old and at that time not immediately treated by dentist. Dental pain begin 3 weeks before first root canal treatment procedures, especially exposed to pressure when chewing food. Treatment continued with apical resection procedures with retrograde filling using Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Post-surgical controls at months 1 and 2 show good regeneration of bone tissue and continues to be monitored until the next month before permanent dental restoration procedures. The success of endodontic surgical are influenced by the right procedures and techniques, no symptoms as well as the soft and hard tissue regeneration after surgery.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32000
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32000
2020-03-02T01:47:27Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 2 (2016); 86-91
Penatalaksanaan interdisipliner kasus impaksi gigi incisivus sentral maksila akibat obstruksi odontoma kompleks
Arfiadi, Lidya Noviana; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Farmasyanti, Cendrawasih Andusyana; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Kuswayuning, Kuswayuning; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-08-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32000
impaksi incisivus sentral maksila, odontoma, alat ortodontik cekat, closed method exposure, penatalaksanaan interdisipliner, impacted maxillary central incisor, fixed orthodontic appliance, closed method exposure, interdisciplinary approach
en;
Odontoma adalah tumor jinak odontogenik yang terdiri dari jaringan keras gigi. Pada perawatan ortodontik cekat, odontoma sering menjadi salah satu penyebab obstruksi jalannya erupsi gigi incisivus sentral maksila. Penatalaksanaan kasus impaksi gigi incisivus sentral membutuhkan pendekatan interdisipliner yang melibatkan tindakan bedah dan perawatan ortodontik. Tujuan studi kasus ini untuk mengamati proses perawatan ortodontik cekat pada kasus impaksi gigi incisivus sentral setelah dilakukan pengambilan odontoma secara bedah dengan closed method exposure. Seorang pasien perempuan berusia 23 tahun mengeluhkan gigi seri kiri rahang atas tidak tumbuh sejak gigi desidui sebelumnya tanggal sehingga gigi seri sebelahnya bergeser ke tengah. Pemeriksaan objektif menunjukkan regio 21 edentulous dan terjadi pergeseran gigi 11 dan 22 sehingga area edentulous 21 menyempit. Pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya gambaran radiopak berbentuk seperti gigi-gigi kecil yang didiagnosis sebagai odontoma kompleks pada jalur erupsi gigi 21 sehingga menyebabkan gigi 21 impaksi. Setelah satu tahun perawatan ortodontik cekat gigi 21 berhasil erupsi dengan baik, malposisi gigi individual terkoreksi, dan perawatan sampai sekarang masih berlanjut. Perawatan ortodontik pada koreksi gigi impaksi gigi incisivus sentral akibat adanya obstruksi jalur erupsi yaitu odontoma bila ditangani secara interdisipliner dengan tindakan bedah dan ortodontik memiliki prognosis yang baik.ABSTRACT: Interdisciplinary Approach of an Impacted Central Maxillary Incisor Due to Complex Odontoma Obstruction. Odontome is a benign odontogenic tumor which consists of tooth hard tissues. Odontome is said to be one of the most frequent cause of obstruction in the eruption path of central incisor, which may cause a problem in an orthodontic treatment. Management of impacted central incisor requires an interdisciplinary approach which involves oral surgery and orthodontic treatment. This case report is aimed to observe the orthodontic treatment of an impacted central incisor after removal of the odontome through surgery and a closed method exposure of the impacted incisor. A 23-year-old woman presented to the dental hospital with a chief complaint of a missing permanent maxillary left central incisor which caused shifting of adjacent incisors. Objective examination showed an edentulous area in 21 regio and shifting of 11 and 22 to the edentulous area. Radiograph examination demonstrated a radiopaque tooth-like representation which is diagnosed as a complex odontome in the eruption path of the maxillary left central incisor which caused 21 to be impacted. After one year of fixed orthodontic treatment, 21 successfully erupted in the occlusal plane, individual tooth malpositions are resolved, and the treatment is still currently in progress. Treatment to correct impacted permanent maxillary central incisor caused by odontome obstruction managed in an interdisciplinary approach through oral surgery and orthodontic treatment displays a good prognosis.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32003
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32003
2020-03-02T01:47:27Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 2 (2016); 92-100
Perawatan ortodontik interseptif pada maloklusi kelas III
Suryani, Ratna; Program Studi Ortodonsia, Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Suparwitri, Sri; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Soekarsono Hardjono, Soekarsono Hardjono; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32003
alat ortodonti lepasan, bionator, chin cap, maloklusi kelas III, perawatan ortodontik interseptif, removable orthodontic appliance, bionator, chin cap, class III malocclusion, orthodontic interseptif treatment
en;
Maloklusi Klas III merupakan kasus ortodontik yang sulit untuk dirawat. Maloklusi ini mempunyai karakteristik profil wajah pasien cekung, prognasi mandibula, retrognasi maksila maupun kombinasi keduanya dan cross bite gigi anterior. Perawatan ortodontik interseptif pada kasus ini sangat dianjurkan untuk mencegah maloklusi berkembang lebih lanjut, memacu dan mengarahkan petumbuhan yang benar, serta mencegah tindakan pembedahan dikemudian hari. Bionator adalah alat ortodontik lepasan untuk merawat maloklusi kelas III dan penyederhanaan dari aktivator. Bionator dikombinasikan dengan chin cap untuk meningkatkan keberhasilan perawatan. Tujuan studi kasus ini adalah menganalisis efektifitas perawatan ortodontik interseptif pada maloklusi kelas III dengan penggunaan kombinasi alat ortodontik lepasan bionator dan chin cap. Pasien perempuan berusia 10 tahun, mengeluhkan dagunya panjang serta gigi depan rahang bawah maju. Pemeriksaan objektik: over jet -1 mm, overbite 1 mm, cross bite gigi 11 21 22 dengan 32 31 41 dan prognasi mandibula. Maloklusi Angle Klas III dentoskeletal, tipe skeletal kelas III, overjet: -1 mm, overbite: 1 mm, disertai prognasi mandibula, bidental protrusif, crossbite anterior: 11, 21, 22 terhadap 32 31, 41 dan malpoisisi gigi individual. Setelah 12 bulan pemakaian alat, edge to edge bite 11, 21, terhadap 32, 31, 41, terkoreksi, tetapi crossbite 22 terhadap 32 belum terkoreksi. Pemakaian bionator dilanjutkan dan dikombinasikan dengan chin cap. Perawatan masih berlangsung hingga saat ini (12 bulan). Penggunaan kombinasi alat ortodontik lepasan bionator kelas III dan chin cap sangat efektif digunakan dalam perawatan ortodontik interseptif pada pasien maloklusi kelas III.ABSTRACT: Class III malocclusion an orthodontic cases are difficult to treat. This malocclusion has characteristics: concave facial profile, prognathism mandible, maxilla retrognati or a combination of both and anterior cross bite. Interseptif orthodontic treatment in this case is highly recommended to prevent further developing malocclusion, stimulating and directing the growth of correct, and prevent future surgery. Bionator is a removable appliance, a simplification of the activator to treat Class III malocclusions. Combination bionator with the chin cup to improve the success of treatment. Objectives analyze the effectiveness of orthodontic interseptif treatment on Class III malocclusion using a combination of a removable orthodontic appliance bionator class III and chin cap. A female patient, aged 10 years old, complained about the long chin and the front teeth of the lower jaw forward. Objective examination: over jet -1 mm, overbite 1 mm, crossbite 11 21 22 with 32 31 41 and prognatism mandible. Diagnosis: dentoskeletal Angle Class III malocclusion, skeletal Class III, overjet: -1 mm, overbite: 1 mm, accompanied prognatism mandible, bidental protrusive, crossbite anterior: 11, 21, 22 to 32 31, 41 and malposition individual teeth. After 12 months, edge to edge bite 11, 21 to 32, 31, 41 corrected, but the cross bite 22 to 32 have not been corrected. Usage continued bionator combined with the chin cup. Up to now, the treatment is still continued. Bionator class III combined with chin cap is effectively used in orthodontic interseptif treatment in patients with class III malocclusion
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32005
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32005
2020-03-02T01:47:27Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 2 (2016); 101-105
Perawatan ortodontik pada kasus periodontitis kronis dengan kerusakan tulang infraboni secara menyeluruh
Susanto, Stephanie Adelia
Farmasyanti, Cendrawasih Andusyana; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Kuswayuning, Kuswayuning; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-08-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32005
generalized periodontitis, gigi goyah, ortodontik, periodontitis kronis, generalized periodontitis, loose teeth, orthodontic treatment, chronic periodontitis
en;
Penyakit periodontal merupakan penyakit inflamasi yang mempengaruhi jaringan periodontal dan menyebabkan hilangnya perlekatan jaringan ikat dengan tulang alveolar. Peningkatan kedalaman probing dengan kombinasi faktor usia pasien, onset dan kecepatan perkembangan penyakit, dan kondisi psikologis akan mempengaruhi rencana dan prognosis perawatan. Pergerakan gigi secara ortodontik pada individu dewasa dengan kondisi periodontal perlu disertai dengan kontrol akumulasi plak secara berkala dan penyesuaian mekanika alat ortodonsi selama perawatan berlangsung. Laporan kasus ini bertujuan untuk mengamati perawatan interdisipliner antara bidang ortodonsi dan periodonsi pada pasien dewasa dengan kondisi periodontitis kronis menyeluruh. Pasien perempuan usia 36 tahun datang ke klinik periodonsi mengeluhkan gigi goyah. Pasien didiagnosa dengan kondisi periodontitis kronis disertai kerusakan tulang infraboni dan keterlibatan bifurkasi, serta disarankan untuk menjalani perawatan ortodontik untuk mengkoreksi traumatik oklusi yang menjadi salah satu faktor predisposisi. Pemeriksaan objektif menunjukkan adanya crowding gigi atas dan bawah, edge to edge bite dan crossbite pada gigi anterior. Kondisi periodontal mencakup resesi menyeluruh, poket periodontal 18, 17, 16, 12, 11, 22, 23, 26, 27, 38, 37, 36, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 46, 47, keterlibatan bifurkasi 36, 46, fistula pada bukal gingiva 32, serta kegoyahan gigi derajat 1 pada 17, 16, 12, 11, 22, 26, 36, 31, 41, 46 dan derajat 2 pada gigi 32. Crowding, crossbite anterior dan edge to edge bite telah terkoreksi dengan perawatan ortodontik cekat yang masih berlangsung saat ini. Tidak terdapat perubahan kondisi periodontal selama perawatan.ABSTRACT: Orthodontic treatment in chronic periodontitis case with generalized infrabony damage. Periodontal disease refers to an inflammatory condition of the periodontal tissue causing attachment loss between the connective tissue and alveolar bone. Increased probe depth with combination of various factors, such as patient’s age, onset and progression rate of the disease, as well psychologycal state, determine the treatment plan and prognosis. Orthodontic tooth movement in periodontally compromised adult should be performed with scheduled plaque accumulation control and adjustment of orthodontic appliance mechanics during the treatment. This case report aims to observe interdisciplinary treatment between orthodontics and periodontics in adult patient with generalized chronic periodontitis. A 36 year old woman visited periodontic department with a chief complaint of generalized loose teeth. Patient was diagnosed as generalized chronic periodontitis with infrabony bone damage and bifurcation involvement. The patient was referred to orthodontist to correct the traumatic occlusion which is one of the predisposing factors. Objective examination shows upper and lower arch crowding teeth, edge to edge bite and anterior crossbite. Periodontal findings show generalized recession, periodontal pocket 18, 17, 16, 12, 11, 22, 23, 26, 27, 38, 37, 36, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 46, 47, bifurcation involvement of 36 and 46, 32 buccal gingiva fistule, first degree luxation of 17, 16, 12, 11, 22, 26, 36, 31, 41, 46 and second degree of 32. Teeth crowding, anterior crosbite and edge to edge bite has been resolved using fixed orthodontic appliance and the treatment is still currently in progress. There are no significant changes on the periodontal status during orthodontic treatment.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32006
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32006
2020-03-02T01:47:27Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 2 (2016); 106-113
Beta defensin polipeptida antimikroba dalam hubungannya dengan periodontitis kronis dan agresif
Wijaya, Sugiharto; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
Masulili, Sri Lelyati C; Departemen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
2016-08-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32006
human beta defensin, periodontitis kronis, periodontitis agresif, gingival crevicular fluid, Human beta defensin, chronic periodontitis, aggressive periodontitis, gingival crevicular fluid
en;
Periodontitis merupakan penyakit inflamasi yang menyerang periodonsium dan faktor utama penyebab kehilangan gigi di dunia. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki urutan kedua setelah karies dan masih merupakan masalah di masyarakat. Defensin merupakan elemen kunci dari sistem kekebalan bawaan dan sebagai pertahanan pertama untuk jaringan mulut serta organ lainnya. HBDs telah terdeteksi dalam epitel gingiva, kelenjar ludah, air liur, dan gingival crevicular fluid (GCF). Tujuan telaah pustaka adalah untuk mengetahui tentang adanya peptida antimikroba Human Beta Defensin khususnya Human Beta Defensin-1 dan pengaruhnya terhadap perkembangan terjadinya periodontitis baik kronis maupun agresif. Terdapat peptida antimikroba yang dikenal dengan nama Human Beta Defensin yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh awal terhadap infeksi, dimana fungsi dan pengaruhnya masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti.ABSTRACT: Antimicrobial polypeptides beta defensin in conjunction with chronic and aggressive periodontitis. Periodontitis is an inflammatory disease that attacks the periodontium and the main factors causing the loss of teeth in the world. In Indonesia, periodontal disease ranks second after caries and still is a problem in the community. Defensins are key elements of the innate immune system and as a first defense for oral tissues and other organs. HBDs has been detected in the gingival epithelium, salivary glands and saliva and gingival crevicular fluid (GCF). Objective to know about the existence of the Human beta defensin antimicrobial peptides, especially Human beta defensin-1 and its influence on the development of chronic and aggressive periodontitis either. There is an antimicrobial peptide, known as Human beta defensin which is the body's defense mechanism against infection early, in which the function and influence is still much debated by researchers
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32008
2020-03-02T01:47:27Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32008
2020-03-02T01:47:27Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 2 (2016); 114-119
Kaitan ekstrakorona tipe ball pada kasus Kennedy klas I rahang bawah
Purba, Rani; Program Studi Prostodonsia, Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Kusuma, Heriyanti Amalia; Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Tjahjanti, Esti; Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-08-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32008
kaitan ekstrakorona, retensi dan stabilisasi. Kennedy klas I, extracorona attachment, retention and stabilitation, Kennedy class I
en;
Usaha peningkatan retensi dan stablisasi dalam menghasilkan keyamanan penggunaan gigi tiruan sebagian merupakan suatu tantangan bagi dokter gigi untuk menemukan suatu alternatif perawatan yang lebih baik dari penggunaan gigi tiruan sebagian konvensional, salah satunya yaitu gigi tiruan sebagian dengan retainer kaitan ekstrakorona tipe ball. Tujuan laporan kasus ini bertujuan memberikan informasi tentang gigi tiruan sebagian dengan kaitan ekstrakorona tipe ball pada kasus Kennedy klas I rahang bawah. Pasien pria usia 41 tahun datang ke klinik Prostodonsia RSGM Prof. Soedomo ingin dibuatkan gigi tiruan baru. Pasien sebelumnya telah mengunakan gigi tiruan akrilik (RA) dan rahang bawah (RB), namun merasa tidak nyaman dengan gigi tiruannya terutama pada rahang bawah karena mengunakan plat akrilik melintang pada rahang bawahnya yang menggangu aktivitas lidah. Metode perawatan kasus ini yaitu pembuatan gigi tiruan sebagian rahang bawah dengan retainer kaitan ekstrakorona tipe ball; 1)Pencetakan model diagnostik, 2)Preparasi gigi penyangga, 3)Pencetakan model kerja dan pembuatan mahkota sementara, 4)Try in coping kaitan presisi RB, 5)Pencatatan hubungan RA-RB, 6)Prosesing laboratorium, 7)Insersi, 8)Kontrol. Gigi tiruan sebagian rahang bawah dengan retainer kaitan ekstrakorona tipe ball dapat digunakan pada kasus Kennedy klas I untuk meningkatkan retensi dan stabilisasi serta mencegah ungkitan yang akan menghasilkan kenyamanan bagi pasien.ABSTRACT: Ball extracoronal attachment on mandibular kennedy class I case. The effort for improving the retention and stabilization in the restoring comfort of using partial dentures is a challenge for dentists to find an alternative treatment that is better than the using of conventional partial denture, one of which is partial denture with ball ekstrakorona attachment. Purpose of this case report aims to provide the information of the partial denture with ball ekstrakorona attachment on mandibular Kennedy class I case. 41 year old male patient came to the clinic of RSGM Prof. Soedomo want to made a new denture. Patients had previously been using maxilla and mandibular acrylic denture, but felt uncomfortable with mandibular denture due to transverse acrylic plate on the mandibular which interfere the tongue activity. Treatment method of this case was mandibular partial denture with ball ekstrakorona attachment; 1)Jaw impression for diagnostic model, 2)Abutment preparation, 3)Working cast impression and temporary crown procedure, 4)Try in mandibular coping attachment, 5)Upper and lower jaw relation recording, 6)Laboratorium processing, 7)Insertion, 8)Control. Partial denture with ball ekstrakorona attachment could be used on mandibular Kennedy class I case to improve retention, stabilization, prevention the leverage and patient comfort.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32009
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32009
2020-03-02T01:54:28Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 3 (2016); 120-125
Penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibula anterior bilateral
Ning, Novyan Abraham
Syamsudin, Endang; Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Fathurachman, Fathurachman; Departemen Bedah Ortopedi, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, RSUP Dr.Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
2018-01-04 21:38:48
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32009
dislokasi, pembukaan mulut, reposisi, sendi temporomandibula, dislocation, mouth opening, reposition, temporomandibular joint
en;
Dislokasi pada sendi temporomandibula ditemukan 3% dari seluruh dislokasi pada sendi yang pernah dilaporkan, dan tipe dislokasi ke anterior adalah yang paling sering ditemukan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk melaporkan kasus dan penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibula anterior bilateral. Seorang pasien laki-laki usia 35 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Hasan Sadikin karenatidak dapat menutup mulut kembali setelah menguap, pasien mempunyai riwayat keluhan yang sama sebelumnya ± 2 tahun yang lalu. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah pemberian analgesik; muscle relaxant, reposisi manual dan pemasangan head bandage. Dislokasi pada sendi temporomandibula anterior diakibatkan oleh pergerakan kondilus kearah depan dari eminensia artikulare dan untuk penatalaksanaannya dapat direposisi secara manual ataupun dengan pembedahan. Komplikasi yang terjadi bila tidak dilakukan reposisi adalah terjadinya fibro-osseus ankylosis, jejas pada arteri carotis eksternal dan jejas pada saraf wajah. Dislokasi pada sendi temporomandibula sering ditemukan dalam praktek kedokteran gigi sehari-hari dan perlu dilakukan tindakan dengan segera dan cepat karena pasien merasa sangat tidak nyaman walaupun pada kasus ini jarang disertai dengan keluhan nyeri yang hebat.ABSTRACT: Anterior bilateral temporomandibular joint dislocation management. Temporomandibular joint (TMJ) dislocation represents three percent of all reported dislocated joints and the anterior type has the highest frequencies of occurence. The purpose of this paper is to report the case and the managementofanterior bilateral temporomandibular joint dislocation. A 35-year-old mancame to Hasan Sadikin Hospital Emergency Department because he can’t closed his mouth after yawning. Patient had same history like this before about 2 years ago. The treatment of this patient was medication including analgetic, muscle relaxant and manual reposition of the joint. Then application of head bandage was performed. TMJ dislocation is defined as the excessive forward movement of the mandibular condyle beyond the articular eminence and treatment could be manual reposition or surgery. Complication of anterior bilateral temporomandibular joint dislocation include the following: fibro-osseus ankylosis, injury of external carotid artery and injury to the facial nerve. TMJ dislocation was acommon founding in dental practice, this condition need quick treatment due to the unconvenience felt by the patient, although severe pain was rarely found.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32010
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32010
2020-03-02T01:54:28Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 3 (2016); 126-131
Fraktur midfasial dengan intoksikasi alkohol: emergensi dan elektif
Alimin, Nur Huda; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Arumsari, Asri; Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Fathurachman, Fathurachman; Bagian Orthopaedi dan Traumatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32010
emergensi, elektif, fraktur midfasial, intoksikasi, emergency, elective, intoxication, midfacial fracture
en;
Regio maksilofasial selain memegang peranan estetik juga termasuk organ yang melaksanakan fungsi penting tubuh seperti respirasi, bicara, mastikasi, penglihatan, membaui, sehingga kasus trauma wajah harus diberikan perhatian khusus. Prinsip advanced trauma life support (ATLS) harus diaplikasikan untuk pemeriksaan awal pada semua pasien dengan trauma maksilofasial. Tujuan dudi kasus ini adalah untuk menggambarkan prinsip-prinsip penatalaksanaan emergensi, elektif, serta evaluasi hasil terapi pada pasien trauma midfasial yang disertai intoksikasi alkohol. Pasien laki-laki usia 38 tahun mengalami kecelakaan sepeda motor dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan intoksikasi alkohol disertai fraktur midfasial dan laserasi multipel di intraoral. Penanganan emergensi dilakukan dengan mengontrol airway serta menghentikan perdarahan. Terapi pembedahan ORIF dengan insersi miniplate dan screw melalui pendekatan intraoral dilakukan dua minggu setelah kecelakaan. Penanganan awal setiap pasien trauma harus mengikuti prinsip ATLS dankarena regio midfasial memengang peranan penting sehingga koreksinya harus dilakukan dengan tepat dan akurat.ABSTRACT: Midfacial fracture with alcohol intoxication. Maxillofacial region includes organs executing essential functions of the body like respiration, speech, mastication, vision, smelling so special attention must be paid in case of facial trauma. Advanced trauma life support (ATLS) principles must be applied for initial assessment of all maxillofacial trauma patients. Objectives to describe the principles of emergency management, elective, and evaluation of therapy results in patients with midfacial trauma that accompanied alcohol intoxication. A 38 years old male patient suffered a motorcycle accident was taken to the Emergency Room (ER) Dr. Hasan Sadikin Hospital with alcohol intoxication accompanied by midfacial fracture and multiple laceration intraorally. Emergency management is done by controlling the airway and stop the bleeding. The elective surgical treatment with ORIF (miniplate and screw insertion) through intraoral approach was done two weeks after the accident. Initial treatmentof all trauma patient should follow the principles of ATLS and because of midfacial region plays an important role so that corrections must be done properly and accurately.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32012
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32012
2020-03-02T01:54:28Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 3 (2016); 132-136
Penatalaksanaan adenoma pleomorfik di palatum pada pasien dewasa muda dengan biopsi eksisi
Samad, Syahril; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Arumsari, Asri; Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Rizki, Kiki Akhmad; Departemen Bedah Onkologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
2016-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32012
adenoma pleomorfik, biopsi eksisi, tumor kelenjar ludah minor, pleomorphic adenoma, excisional biopsy, minor salivary gland tumor
en;
Adenoma pleomorfik adalah tumor pada kelenjar saliva minor yang paling sering terjadi di daerah palatum keras (43%). Tumor pada kelenjar saliva minor mayoritas berupa tumor ganas akan tetapi adenoma pleomorfik merupakan tumor jinak. Insidensi terbanyak pada dekade ke – 4 sampai ke – 6. Laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan penatalaksanaan adenoma pleomorfik dan insidensi kejadiannya pada pasien dewasa muda. Pasien perempuan umur 16 tahun dengan benjolan pada palatum. Secara klinis tampak massa yang sewarna dengan jaringan sekitar, bulat, nodul tunggal, tidak bergerak, berbatas jelas, palpasi agak keras, dan tanpa rasa sakit, diameter 4×3 cm,3×2 cm dengan pertumbuhan yang lambat. Foto rontgen panoramik dan waters menunjukkan adanya massa dan biopsi insisi menunjukkan adanya adenoma pleomorfik. Dilakukan terapi definitif untuk pengangkatan tumor dengan bedah eksisi. Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan hasil yang sama dengan biopsi insisi. Kemudian, dilakukan pemasangan obturator. Hasil perawatan pada hari ketiga, minggu keempat dan minggu kedelapan memperlihatkan luka bekas operasi sudah menyembuh dan tidak ada tanda - tanda terjadinya rekurensi.Kasus adenoma pleomorfik harus menjadi pertimbangan dalam diagnosis banding pada pasien dengan benjolan di rongga mulut (di palatum, bibir, lidah dan mukosa bukal). Tingkat kekambuhan kasus adenoma pleomorfik dilaporkan sangat rendah setelah dilakukannya eksisi bedah.ABSTRACT: Palatum pleomorphic adenoma management in adult patient by excisional biopsy. Pleomorphic adenoma is a minor salivary gland tumour and most cases occurs in hard palatum (43%). Most cases in minor salivary gland tumour are malignant but pleomorphic adenoma is benign. The most incidence rate is at fourth to sixth decade.This case report is aimed to explain about the management of pleomorphic adenoma and the incidence in young adult. A 16 years old female with a mass in palatum. Clinically a mass is identically in color with surrounding tissue, round, single nodul, immobile, bounded clear, hard in palpation and without pain, with size is 4×3 cm, 3×2 cm in diameter with slow in progression. Panoramic and waters radiografi and also incisional biopsy shows the result is pleomorphic adenoma. Definitive therapy is done by excisional surgery. Histopatologically shows the same result with incisional biopsy. Then, insertion obturator was done. Patient came to control at third day, fourth week and eight week. Wound post operation was heal and no sign of recurrency. Pleomorphic adenoma should be considered in differential diagnose in patient with a mass in oral cavity (palatum, lip, tongue, and buccal mucosa). Reccurency rate of pleomorphic adenoma case is very low after excisional surgery.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32013
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32013
2020-03-02T01:54:28Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 3 (2016); 137-142
Restorasi direk resin komposit preparasi onlei pada gigi pasca perawatan saluran akar
Widhihapsari, Sylvia; Residen PPDGS Konservasi Gigi FKG Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Ratih, Diatri Nari; Staf Pengajar Departemen Konservasi Gigi FKG Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Korespondensi: Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada
2016-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32013
resin komposit direk, parallel self threading dowel, fiber reinforced composite, direct resin composite, parallel self threading dowel, fiber reinforced composite
en;
Gigi pasca perawatan saluran akar lebih rapuh daripada gigi vital karena kehilangan integritas struktur gigi akibat dari preparasi akses atau karies. Hal ini menjadi pertimbangan utama untuk menentukan kualitas restorasi pada gigi pasca perawatan saluran akar. Direk restorasi komposit merupakan salah satu desain alternatif restorasi yang dapat dilakukan pada gigi pasca perawatan saluran akar. Keuntungan dari restorasi ini, mempertahankan sisa struktur gigi yang ada dan tampilan estetik baik. Laporan kasus ini bertujuan menginformasikan restorasi direk resin komposit teknik preparasi onlei dengan parallel self threading dowel dan penguat fiber pada molar pertama kiri mandibula pasca perawatan saluran akar. Seorang pasien perempuan berusia 20 tahun datang ke RSGM dengan keluhan ingin menambalkan gigi geraham besar bawah kiri. Pasien pernah merasakan sakit spontan beberapa kali kurang lebih 6 bulan yang lalu dan sekarang tidak pernah merasa sakit lagi. Pada gambaran radiograf terdapat radiolusen pada oklusal hingga pulpa dan radiolusen pada furkasi. Dari pemeriksaan klinis diperoleh diagnosa karies profunda dengan nekrosis pulpa disertai lesi furkasi. Perawatan gigi tersebut adalah perawatan saluran akar teknik preparasi crown down, dilanjutkan preparasi onlei dan pemasangan pasak parallel self threading pada akar distal disertai penguat fiber di sepertiga oklusal kemudian direstorasi dengan resin komposit secara direk. Kesimpulan gigi pasca perawatan saluran akar dapat direstorasi menggunakan resin komposit secara direk dengan hasil yang baik.ABSTRACT: Direct resin composite onlay preparation on endodontically treated teeth. The tooth after root canal treatment is more fragile than vital teeth due to loss of structural integrity of the tooth as a result of the preparation of access or caries. This is a major consideration for determining the quality of the restoration on the tooth after root canal treatment. Direct composite restorations is one of the alternative designs to do the restoration after root canal treatment. Advantages of this restoration is remind the existing tooth structure and good aesthetic appearance. This case report aims to inform the direct composite resin restorations onlay preparation techniques with parallel self-threading dowel and reinforcing fiber on the left mandibular first molar after root canal treatment. A 20-year-old female patient came to the hospital and complaints her left mandibular molar. Pain spontaneously several times about 6 months ago and now never feel pain again. On radiographs are radiolucent on occlusal to the pulp and radiolucent on furcation. Clinical examination diagnoses obtained from deep caries with pulp necrosis accompanied furcation lesions. The dental care is the treatment of root canal preparation techniques crown down, followed onlay preparation and installation of self-threading parallel pegs on the distal root with fiber amplifier in a third occlusal then restored with direct composite resin. Conclusion tooth after root canal treatment can be restored with direct composite resin with good results.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32014
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32014
2020-03-02T01:54:28Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 3 (2016); 143-149
Apikoektomi gigi insisivus sentralis maksila pasca perawatan saluran akar disertai lesi periapikal
Irwandana, Praditya Wisang; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Indonesia
Kristanti, Yulita; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32014
apikoektomi, over filling, perawatan saluran akar, apicoectomy, over filling, root canal treatment
en;
Kegagalan perawatan saluran akar disebabkan oleh beberapa hal, antara lain pengisian saluran akar over filling yang menyebabkan rasa nyeri setelah perawatan saluran akar selesai. Apikoektomi merupakan pilihan perawatan untuk menangani kasus tersebut. Tujuan penulisan ini adalah untuk menginformasikan keberhasilan apikoektomi gigi insisivus sentralis kanan maksila pasca perawatan saluran akar disertai lesi periapikal dengan resorpsi akar eksternal. Pasien perempuan berusia 27 tahun datang dengan keluhan gigi depan kanan atas yang telah dilakukan perawatan saluran akar 3 tahun yang lalu tidak menunjukkan keberhasilan dan pasien merasa gusi langit-langit bengkak. Gusi tersebut bengkak sejak 3 bulan terakhir namun tidak sakit. Gigi terkadang sakit saat dipakai mengigit. Pemeriksaan radiograf menunjukkan adanya area radiolusen berbatas jelas di daerah periapical dan tampak obturasi perawatan saluran akar sebelumnya yang over filling. Perawatan dimulai dengan membuka flap dan tulang alveolar. Jaringan granulasi dikuret sampai bersih lalu bagian apikal gigi dipotong ± 3 mm, dilanjutkan pengisian retrograde menggunakan Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Bone graft dan membran diaplikasikan pada regio yang telah dikuretase dan diakhiri dengan penjahitan untuk mengembalikan flap dan ditutup dengan periodontal pack. Satu minggu setelah tindakan periodontal pack dibuka dan jahitan dilepas. Kontrol pada 3 bulan pasca tindakan menunjukkan radiolusen pada apikal berkurang dan pasien tidak ada keluhan. Apikoektomi merupakan perawatan yang tepat untuk menangani gigi insisivus sentral maksila yang mengalami kegagalan perawatan saluran akar oleh karena pengisian yang over filling.ABSTRACT: Apicoectomy of Central Incisivus Post Endodontic Treatment with Periapical Lesion. Root canal treatment failures can be caused by over-filling obturation that cause pain after root canal treatment is completed. Apicoectomy is the choice of treatment for dealing with such cases. The objective is to inform the success of apicoectomy on right maxillary central incisor after root canal treatment with periapical lesions and external root resorption. The 27-year-old female patient came with complaints of right upper front teeth that had root canal treatment done 3 years ago. Painless swelling on anterior palate since 3 months was also reported. Sometimes pain reported when it used to bite. Radiographs showed a radiolucent bounded area in the periapical and appear the obturation of root canal treatment is over filling. Treatment begins by opening the flap and the alveolar bone. Granulation tissue was curretaged and apical part of the tooth is cutted ± 3 mm. It followed by retrograde filling using Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Bone graft and membrane applied to the region that has curettaged and ends with suturing to restore flap and closed with periodontal pack. One week after treatment, periodontal pack is opened and the stitches removed. Controls at 3 months and 6 months post treatment radiolucent on the apical reduced and the patient had no complaints. Apicoectomy is an appropriate treatment to treat the maxillary central incisor root canal treatment failure due to over filling obturation.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/32338
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32338
2020-03-02T01:54:28Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 3 (2016); 150-155
Penanganan mesial tipping molar II akibat kehilangan molar I dengan L loop
Noviasari, Paramita; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas GadjahMada, Yogyakarta, Indonesia
Dirdjowihardjo, Soehardono; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Karunia, Dyah; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/32338
L loop, mesial tippingmolar, teknik Edgewise,
Mesial tipping molar kedua akibat premature loss molar pertama merupakan kasus yang sering terjadi. Gerakan mesial tipping molar kedua dapat menyebabkan traumatik oklusi, gangguan fungsional, gangguan prostetik, dan masalah periodontal. Kekuatan ringan dan terus menerus dari spring pembantu diperlukan selama koreksi mesial tipping molar. Koreksi mesial tipping pada teknik Edgewise dapat dilakukan dengan L loop. Laporan kasus ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas L loop pada penanganan kasus mesial tipping molar kedua mandibula. Pasien perempuan berusia 27 tahun, mengeluhkan gigi berjejal, gigi tidak berkontak baik dan kesulitan mengunyah di sisi kanan. Pemeriksaan objektif menunjukkan crowding anterior rahang atas dan bawah, malrelasi gigi dan mesial tipping gigi molar. Diagnosa kasus ini adalah maloklusi angle klas II divisi 1 subdivisi tipe dentoskeletal dengan bidental protrusif disertai pergeseran midline rahang bawah; spasing; mesial tipping 16,47; malrelasi serta malposisi gigi individual. Perawatan dilakukan dengan alat cekat teknik Edgewise dengan L loop di mesial gigi 47, 16, dan vertikal loop pada interdental gigi yang malposisi. Hasil perawatan: Setelah 11 bulan perawatan gigi 47 berhasil tegak, malposisi dan malrelasi gigi terkoreksi namun masih terdapat open bite pada gigi 22, 23 terhadap 32, 33. Perawatan pada pasien masih berlangsung hingga saat ini. Penggunaan L loop pada teknik Edgewise efektif untuk penanganan kasus mesial tipping molar kedua mandibula.ABSTRACT: Uprighting Mesial Tipping of the Second due to loss of Molar with L Loop. Mesial tipping of second molar due to premature loss of first molar is the common case in adult patients. This condition induce the traumatic occlusion, functional disorders, prosthetic disorders and periodontal problems. Light and continuous strength from assisting spring is required during molar mesial tipping correction. Correction of mesial tipping in Edgewise technique can be performed using L loop. The aim of this report is to analyze the effectiveness of using L loops in correcting mandibular second molar mesial tipping. Method: 27-year-old female patient, with a chief complaint of dental crowding, open bite and chewing difficulty on the right side. Objective examinations showed crowding anterior of maxillary and mandibular dentition, malrelation and molar mesial tipping. Diagnosis: angle’s Class II division 1 subdivision type dentoskeletal malocclusion with bidental protrusive, midline shift on the lower jaw; spacing; mesial tipping 16, 47; malrelation and individual malposition. Treatment used a fixed appliance edgewise technique with L loops in mesial teeth 47, 16, and vertical loop at the interdental tooth malposition. The mesial tipping right mandibulary second molar 47 was well uprighted after 11 month of treatment. Malpositions of individual teeth and malrelation were corrected, meanwhile open bite 22, 23 toward 32, 33 has not been corrected and the treatment is still ongoing. Conclusions: The use of L loop on Edgewise technique is very effective for treatment of mandibular second molar mesial tipping.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/33760
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33760
2020-03-02T01:54:28Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 3 (2016); 156-162
Perawatan saluran akar pada gigi parulis dengan restorasi resin komposit diperkuat pita fiber
Adisetyani, Yunnie; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Mulyawati, Ema; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2016-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33760
perawatan saluran akar, parulis, fiber reinforced composite, root canal treatment, parulis, composite resin, fiber ribbon
en;
Parulis disebut juga dengan gumboil merupakan lesi oral yang ditandai dengan erythematous papule lunak (red spot), merupakan titik fistula drainase dari abses periapikal ke dalam rongga mulut. Parulis dapat disembuhkan dengan melakukan perawatan saluran akar yang adekuat. Perawatan saluran akar sebisa mungkin dapat menghilangkan bakteri dari saluran akar dengan menciptakan lingkungan di mana organisme tidak dapat berkembang, untuk mencapai kondisi tersebut maka perlu menganut prinsip Triad Endodontik. Untuk menunjang keberhasilan perawatan saluran akar, diperlukan suatu restorasi yang adekuat. Restorasi akhir yang digunakan pada kasus ini adalah tumpatan resin komposit dengan penguat pita fiber (Fiber Reinforced Composite). Tujuan laporan kasus ini untuk melaporkan perawatan saluran akar pada molar satu kanan mandibula nekrosis pulpa disertai parulis dengan restorasi resin komposit kavitas kelas II dengan penguat pita fiber. Seorang pasien perempuan berusia 23 tahun datang dengan keluhan sakit pada gigi geraham belakang kanan bawah disertai pembengkakan pada gusi disekitar gigi tersebut sejak 7 hari yang lalu. Pembengkakan sering hilang timbul sejak 4 bulan terakhir. Pada Kasus ini dilakukan PSA dilanjutkan restorasi resin komposit diperkuat pita fiber, berhasil dilakukan pada kasus karies profunda dengan nekrosis pulpa disertai lesi bifurkasi dan periapikal. Keberhasilan perawatan dipengaruhi oleh prosedur perawatan saluran akar dan restorasi yang benar, ditandai dengan tidak adanya keluhan serta menghilangnya jaringan parulis.ABSTRACT: Root canal treatment on the tooth with parulis followed by fiber reinforced resin composite restoration. Parulis is also called a gumboil is an oral lesion characterized by a soft erythematous papule (red spot), where a fistula from a periapical abscess is draining into the oral cavity. Parulis can be cured with adequate root canal treatment. Root canal treatment as much as possible can remove bacteria from the root canal to create an environment in which the organisms can not develop, to achieve these conditions it is necessary adhere to the principle Triad Endodontics. To support the success of root canal treatment, required an adequate restoration. Final restoration which used in this case is restoration resin composite with reinforcing fiber ribbon (Fiber Reinforced Composite). The purpose of this case report is to report on the root canal treatment with composite resin restorations direct onlay class II cavities with reinforcing fiber ribbon on the right mandibular molar pulp necrosis accompanied parulis. A 23-year-old female patient came with complaints of pain in the lower right rear molars accompanied by swelling of the gums around the teeth since 7 days ago. Swelling often intermittent since last 4 months. These case do root canal treatment and followed by fiber reinforced resin composite restoration, successfully performed on profunda caries with necrosis pulpa with bifurcation lesion and periapical. The success of dental care is affected by the right procedures of root canal treatment and restoration, marked by the absence of complaints as well as the disappearance of parulis.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/33761
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33761
2020-03-02T01:54:28Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 3 (2016); 162-171
Karakteristik kawat TMA (titanium molybdenum alloy) dan penggunaannya dalam perawatan ortodonti
Arifiani, Putri; Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
Erwin Siregar, Erwin Siregar; Departemen Ortodonti, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
2016-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33761
Kawat TMA; beta titanium; karakteristik; TMA wire; beta titanium; characteristics
en;
Kawat merupakan salah satu piranti yang penting dalam perawatan ortodonsia. Perkembangan terkini dari kawat ortodonsia menghasilkan beberapa jenis kawat dengan karakteristik yang berbeda-beda. Studi pustaka membahas karakteristik kawat ortodonsi beta titanium atau Titanium Molybdenum Alloy (TMA) dan penggunaannya dalam perawatan ortodonsi. Perbedaan karakteristik tiap kawat menjadi hal yang perlu dipertimbangkan secara klinis. Kawat beta titanium atau sering disebut juga dengan kawat TMA (Titanium Molybdenum Alloy), diperkenalkan pertama kali oleh Goldberg dan Charles Burstone pada tahun 1979. Kawat ini mempunyai komposisi 77,8% titanium, 11,3% molybdenum, 6,6% zirconium, dan 4,3% tin. Ion molybdenum berperan menstabilkan fasa β titanium pada suhu ruang, sedangkan zirconium dan tin berperan dalam meningkatkan kekuatan dan kekerasan. Keunggulan kawat TMA antara lain memiliki derajat kekakuan atau modulus elastisitas yang rendah, springback besar, energi potensial yang besar, formabilitas dan jointability yang baik, serta biokompatibel. Kawat TMA direkomendasikan sebagai kawat intermediate setelah aligning & leveling dengan kawat nikel titanium, dan pada tahap akhir perawatan (detailing & finishing), namun tidak direkomendasikan untuk pergerakan sliding. Hal ini disebabkan karena kawat TMA mempunyai koefisien friksi yang besar. Seiring perkembangannya, berbagai kawat TMA diproduksi dengan implantasi ion maupun coating, yang bertujuan untuk memperbaiki karakteristik fisik kawat TMA sehingga meningkatkan performa kawat TMA dalam aplikasi klinisnya.ABSTRACT: The characteristics of Titanium Molybdenum Alloy wire and its apllication in orthodontic treatment. Wire is one of the most important devices in orthodontic treatment. Recent developments in orthodontic wires result a high variety of wires with different characteristics. The differences in characteristic of each wire should be considered in clinical application. The beta titanium wire, also known as TMA (Titanium Molybdenum Alloy), was firstly introduced by Goldberg and Charles Burstone in 1979. This wire is composed of 77.8% titanium, 11.3% molybdenum, 6.6% zirconium, and 4.3% tin. Molybednum contributes to stabilize the beta phase of titanium at room temperature, while additions of zirconium and tin contribute to increase the strength and hardness of the alloy. The excellences of TMA wire are low stiffness, high springback, high potential energy, good formability, biocompatible and the ability of direct welding. TMA is recommended to be used as intermediate wires after aligning and leveling stage with nickel titanium wires, and also to be used in detailing and final finishing stage, but not recommended in space closure with sliding mechanism. It is because of the major drawback of TMA that is high coefficient of friction. As its development, a number variety of TMA wires are produced with ion implantation or coating, which aims to improve physical properties of TMA wire thus increasing its performance in clinical application.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/33762
2020-03-02T01:54:28Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33762
2020-03-02T01:54:28Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 2, No 3 (2016); 172-175
Gingival Scraping untuk Depigmentasi Gingiva
Ryan, Muhammad; Program Pendidikan Doker Gigi Spesialis Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Krismariono, Agung; Departemen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
2016-12-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/33762
Gingiva; gingiva depigmentasi; hiperpigmentasi;gingiva; gingival depigmentation; hyperpigmentation
en;
Tingginya kebutuhan pasien akan penampilan yang baik, menjadikan perawatan estetik di bidang kedokteran gigi semakin berkembang dan diminati masyarakat. Salah satu perawatan estetik tersebut adalah depigmentasi gingiva. depigmentasi adalah perawatan yang bertujuan mengoreksi hiperpigmentasi gingiva yang disebabkan oleh deposisi melanin yang berlebihan oleh melanosit. Tujuan utama dari tulisan ini untuk mengetahui teknik penatalaksanaan hiperpigmentasi gingiva yang disebabkan oleh deposisi pigmen melanin. Pasien berumur 23 tahun datang dengan keluhan gusi depan berwana kehitaman. Pasien mengeluhkan warna kehitaman tersebut karena mengganggu estetik ketika tersenyum. Pasien mengaku tidak merokok. Depigmentasi dilakukan pada regio gingiva anterior atas menggunakan scalpel nomor 15. Bagian interdental dihaluskan menggunakan pisau orban kemudian irigasi dengan larutan salin steril. Pack periodontal pada daerah operasi. Gingiva depigmentasi adalah prosedur bedah yang paling sering digunakan pada kasus pigmentasi dan perawatan ini dapat mengembalikan estetika gingiva. Penyembuhan pada gingiva dalam perawatan ini cukup baik tanpa adanya infeksi dan rasa sakit berlebihABSTRACT: Gingival scraping for gingiva depigmentation. The patients high demand for making excellent appearance, make good aesthetic treatments in the field of dentistry and the growing public interest. One of these is the aesthetic treatment is gingival depigmentation. gingival pigmentation is a treatment aimed at correcting the gingival hyperpigmentation caused by excessive deposition of melanin by melanocytes. The main purpose of this paper to learn management techniques gingival hyperpigmentation caused by deposition of melanin pigment. 22-year-old patient came to the front of the black-colored gum complaints. Patients complained about the black color because it disturbs the esthetic when smiling. Patients admitted to not smoke. Gingival pigmentation performed on upper anterior region using a scalpel number 15. The interdental smoothed using a knife orban then irrigated with sterile saline solution. Periodontal pack on the area of operation. Gingival pigmentation is a surgical procedure that is most often used in cases of pigmentation and this treatment can restore the gingival aesthetic. Healing of the gingiva in this treatment quite well without the presence of infection and excessive pain.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/34609
2023-01-05T09:02:58Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/34609
2023-01-05T09:02:58Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 7, No 3 (2021); 75-84
Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/download/34609/86357
Werdani, Noranita Evi Setiya; Program Studi Pascasarjana Ilmu Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Hanindriyo, Lisdrianto; Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan dan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Sriyono, Niken Widyanti; Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan dan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2023-01-05 16:02:58
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/34609
dentistry
pengetahuan; persepsi; sikap; tindakan perawat
Master University
en
Tindakan keperawatan pada perawatan gigi dan mulut adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat pada pasien yang tidak mampu untuk mempertahankan kebersihan gigi dan mulut secara mandiri. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus. Jenis penelitian observasional dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian diambil secara totalsampling berjumlah 62 perawat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel bebas, yaitu pengetahuan tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut di isi dengan pilihan benar atau salah; variabel persepsi dan sikap tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut diukur dengan kuesioner skala Likert. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini, telah memenuhi uji validitas (nilai korelasi ≥ 0,30) dan reliabilitas (nilai alpha cronbach ≥ 0,70). Variabel terikat yaitu tindakan perawat diukur dengan daftar tilik. Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukkan variabel sikap tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut (p = 0,156) tidak berhubungan signifikan terhadap tindakan perawat. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan variabel pengetahuan (p = 0,020), dan persepsi tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut (p = 0,008) berpengaruh signifikan terhadap tindakan perawat. Variabel pengetahuan dan persepsi memberikan konstribusi sebesar 24,3% (R2 = 0,243) terhadap tindakan perawat. Semakin baik pengetahuan dan persepsi tentang pemeliharan kebersihan gigi dan mulut, maka semakin baik tindakan perawat; Sikap tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan perawat; Persepsi tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut mempunyai pengaruh paling besar terhadaptindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/58241
2022-07-15T03:23:57Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/58241
2022-07-15T03:23:57Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 6, No 1 (2020); 8-13
Pengaruh pajanan radiasi sinar x dari radiografi periapikal terhadap penurunan jumlah fibroblas pada soket pencabutan gigi tikus wistar
Salsabila, Ghina Lady; Pendidikan Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember, Jember, Jawa Timur
Prasetyarini, Swasthi; Bagian radiologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember, Jember, Jawa Timur
Yuwono, Budi; Bagian bedah mulut, Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Universitas Jember, Jember, Jawa Timur
2022-07-15 10:23:57
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/58241
dentistry
fibroblast; pajanan radiasi sinar x; pencabutan gigi; radiografi periapikal
ind
Radiografi periapikal adalah radiografi intraoral yang mencakup gigi geligi dan jaringan sekitarnya. Penggunaannya menimbulkan efek negatif bagi tubuh yaitu adanya kerusakan seluler. Salah satu sel yang memiliki radiosensitif tinggi adalah fibroblas. Fibroblas merupakan agen utama dalam proses penyembuhan luka pasca pencabutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajanan radiasi sinar x dari radiografi periapikal terhadap penurunan jumlah fibroblas pada soket pencabutan gigi tikus wistar. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan posttest only control group design. Sampel 12 tikus wistar jantan yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Dibagi menjadi 3 kelompok: kelompok kontrol (Kk), kelompok perlakuan 1 (Kp1), dan kelompok perlakuan 2 (Kp2). Pajanan radiasi menggunakan unit radiografi periapikal dengan dosis 1,54 mGy. Pencabutan dilakukan pada gigi molar satu kiri rahang bawah. Pemeriksaan jumlah fibroblas dilakukan pada hari ke-3 menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 400x. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata rata tertinggi adalah Kk (351) dan terendah Kp2 (197). Analisis statistik dengan uji One-Way Annova dan LSD terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan (α <0,05). Kesimpulan: Terdapat pengaruh pajanan radiasi sinar x dari radiografi periapikal terhadap penurunan jumlah fibroblas.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/67837
2023-01-05T09:02:58Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/67837
2023-01-05T09:02:58Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 7, No 3 (2021); 85-100
Pengaruh aplikasi wound dressing kepompong ulat sutera (Bombyx mori) terhadap kepadatan kolagen dan kekuatan tarik luka insisi kulit
Indrapradana, Adyaputra; Program Studi Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Hasan, Cahya Yustisia; Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial,Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Dwirahardjo, Bambang; Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial,Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2023-01-05 16:02:58
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/67837
Oral and Maxilofacial Surgery, dentistry
Bombyx mori; insisi kulit; kepompong ulat sutera; kolagen; kekuatan tarik
id
Kepompong ulat sutera (Bombyx mori) merupakan material yang sangat biokompatibel dan memiliki kemampuan regenerasi yang baik terhadap jaringan tubuh manusia dan studi terkini juga menunjukkan bahwa material ini digunakan sebagai wound dressing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan wound dressing dari kepompong ulat sutera terhadap kepadatan kolagen dan kekuatan tarik luka pada penyembuhan luka insisi kulit. Tikus Wistar jantan sesuai kriteria inklusi sebanyak 28 ekor dibagi secara acak ke dalam 4 kelompok,masing-masing kelompok 7 ekor, berdasarkan waktu dekapitasi dan berdasarkan bahan dressing (dressing kasa sebagai kelompok kontrol dan kepompong ulat sutera sebagai perlakuan). Masing-masing tikus mendapatkan insisi sepanjang 3 cm di kulit punggung tikus dan dijahit 3 simpul simple interrupted dengan benang nylon 4.0. Luka insisi pada punggung tikus ditutup dengan bahan dressing sesuai dengan kelompoknya. Pengamatan kepadatan kolagen dan kekuatan tarik luka dilakukan pada hari pengamatan ke-7 dan ke-14. Uji statistik independent t-test menunjukkan kepadatan kolagen kelompok wound dressing kepompong ulat sutera (bombyx mori) lebih padat dari kelompok kontrol, baik pada pengamatan hari ke-7 (p = 0,000) dan ke-14 (p = 0,000). Kekuatan tarik kelompok wound dressing kepompong ulat sutera (bombyx mori) lebih tinggi dari kelompok kontrol, baik pada pengamatan hari ke-7 (p = 0,000) dan ke-14 (p = 0,000). Penggunaan wound dressing kepompong ulat sutra meningkatkankepadatan kolagen dan kekuatan tarik penyembuhan luka insisi kulit tikus Wistar secara signifikan. Semakin padat kolagen akan meningkatkan kekuatan tarik.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/76282
2022-07-15T03:23:56Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/76282
2022-07-15T03:23:56Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 6, No 1 (2020); 1-7
Efek merokok konvensional dan elektrik terhadap kadar hormon kortisol saliva
Putri, Virta Devi Kartika; Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Susilowati, Heni; Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Handajani, Juni; Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2022-07-15 10:23:56
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/76282
hormon kortisol saliva; rokok konvensional; rokok elektrik
Rokok konvensional menghasilkan asap atau aerosol padat dan rokok elektrik menghasilkan aerosol cair. Nikotin dari kedua jenis rokok tersebut diduga dapat mempengaruhi kadar hormon kortisol dalam saliva melalui respon autonomic nervous system (ANS) yang disertai aktivasi hypothalamic-pituitary-adrenal axis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara merokok konvensional dibandingkan dengan elektrik terhadap kadar hormon kortisol dalam saliva. Subjek sebanyak 18 laki-laki perokok terdiri dari 9 perokok konvensional dan 9 perokok elektrik, usia 2030 tahun. Pengambilan sampel saliva pada pukul 12.00 WIB. Uji kadar kortisol dalam saliva menggunakan ELISA kit (RnD Systems) dengan Panjang gelombang 450 nm. Perbandingan rerata kadar kortisol saliva perokok konvensional dan perokok elektrik dianalisis dengan menggunakan uji t tidak berpasangan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa kadar hormon kortisol dalam saliva perokok konvensional lebih tinggi daripada perokok elektrik, meskipun perbedaan tersebut tidak bermakna (p>0,05). Disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara kadar kortisol saliva perokok konvensional dengan perokok elektrik.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/77047
2023-04-08T08:09:46Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/77047
2023-04-08T08:09:46Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 2 (2022); 56-63
Pengaruh pasta gigi fluorida dan low-abrasive fluoridated terhadap kekasaran permukaan gigi pasca home bleaching karbamid peroksida 20%
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/download/77047/266475
Widyastuti, Andina; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Santosa, Pribadi; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Yulianto, Heribertus Dedy Kusuma; Departemen Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Rinastiti, Margareta; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Enggardipta, Raras Ajeng; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Sulistyo, Novia Sari; Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2022-08-01 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/77047
dentistry
bleaching, karbamid peroksida; kekasaran permukaan; pasta gigi; remineralisasi
en
Bleaching merupakan prosedur pemutihan gigi yang pada saat ini banyak diminati oleh masyarakat. Salah satu efek bleaching adalah terjadinya peningkatan porusitas email sehingga gigi lebih rentan terhadap terjadinya karies. Remineralisasi diperlukan untuk meningkatkan kekerasan email, salah satunya dengan pemberian pasta gigi. Terdapat beberapa jenis pasta gigi yang beredar di pasaran, namun belum diketahui pasta gigi manakah yang terbaikuntuk digunakan pada pasien pasca bleaching. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pasta gigi fluorida dan pasta gigi low-abrasive fluoridated terhadap karakteristik permukaan gigi pasca aplikasi home bleaching menggunakan karbamid peroksida 20%. Penelitian ini menggunakan spesimen berupa 20 gigi premolar rahang atas yang sudah dilakukan ekstraksi, kemudian diberi perlakuan penyikatan dengan akuades, pasta giginonfluorida, pasta gigi fluorida, dan pasta gigi low-abrasive fluoridated. Uji kekasaran permukaan dilakukan sebelum bleaching, setelah bleaching, serta penyikatan setelah bleaching. Hasil uji ANAVA dua jalur menunjukkan nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan penyikatan gigi dan kelompok waktu pengujian kekasaran permukaan. Uji post-hoc multiple comparison test LSD menghasilkan terdapat perbedaaan kekasaran permukaan gigi yang bermakna antara kelompok penyikatan gigi dengan pasta gigi fluorida dan pastagigi low-abrasive fluoridated. Proses bleaching pada penelitian ini menunjukkan peningkatan kekasaran permukaan email gigi secara signifikan. Perlakuan penyikatan gigi menurunkan kekasaran permukaan email secara bermakna. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa proses penyikatan dengan pasta gigi pasca bleaching dapat mengembalikan kondisi kekasaran permukaan email yang mendekati saat sebelum dilakukan bleaching.Penggunaan pasta gigi fluorida dan pasta gigi low-abrasive fluoridated direkomendasikan untuk digunakan pada pasien pasca perawatan bleaching.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/77112
2023-02-09T03:39:13Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/77112
2023-02-09T03:39:13Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 1 (2022); 1-6
Hubungan indeks massa tubuh dengan kesehatan gigi dan mulut: studi pada usia lanjut di Daerah Istimewa Yogyakarta
Siregar, Fitrina Rachmadanty; Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan dan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
Hanindriyo, Lisdrianto; Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan dan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
Widita, Elastria; Program Studi Higiene Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Widyaningrum, Rini; Departemen Radiologi Dentomaksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Priyono, Bambang; Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan dan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
Agustina, Dewi; Departemen Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2023-02-09 10:39:13
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/77112
dentistry; dental public health
indeks massa tubuh; kebersihan mulut; status periodontal; usia lanjut
ind
Peningkatan jumlah penduduk usia lanjut dan semakin bervariasinya jenis makanan menjadi tantangan bagi pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Aspek gizi seperti frekuensi dan jumlah asupan makanan yang memengaruhi berat badan dapat pula memengaruhi kesehatan gigi dan mulut terutama pada usia lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan kesehatan gigi dan mulut. Studi ini merupakan studi potong lintang dengan partisipan sebanyak 186 orang berusia 60-84 tahun yang terdiri dari 87 laki-laki dan 99 perempuan dilakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut yaitu jumlah gigi dalam mulut, indeks kebersihan mulut (OHI), indeks karies (DMFT), perdarahan saat probing (BOP), kedalaman poket (PPD), dan kehilangan perlekatan (CAL). Uji korelasi Pearson dilakukan pada IMT dan enam variabel pemeriksaan gigi dan mulut. Hasil uji menunjukkan terdapat hubungan antara IMT dengan jumlah gigi (r = 0,233, p < 0,05), kebersihan mulut (r = -0,384, p < 0,05), perdarahan saat probing (r = -0,249, p < 0,05), kedalaman poket ≥ 4 mm (r = 0,177, p < 0,05), dan kehilanganperlekatan (r = -0,167, p < 0,05). Tidak terdapat hubungan antara IMT dengan status karies gigi (r = -0,137, p > 0,05).
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/77192
2023-04-08T08:08:19Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/77192
2023-04-08T08:08:19Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 2 (2022); 43-49
Pemanfaatan komponen biologi aktif tanaman sirih hijau (Piper betle L.) sebagai antibakteri dalam pencegahan karies gigi
Jeffrey, Jeffrey; Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi, Jawa Barat
Sugiaman, Vinna Kurniawati; Departemen Oral Biologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Jawa Barat
2023-04-08 15:08:19
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/77192
dentistry; preventive
antibakteri; biofilm; karies; sirih hijau (Piper betle L.); Streptococcus mutans
en
Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras yang paling sering terjadi di rongga mulut dan menjadi masalah kesehatan, terutama pada anak-anak berumur antara 5-12 tahun, baik di negara maju maupun negara berkembang. Proses pembentukan karies gigi disebabkan oleh Streptococcus mutans yang berkoloni membentuk biofilm pada permukaan gigi dan melakukan metabolisme sukrosa. Hal ini dapat menurunkan pH di rongga mulut karena bersifat asam sehingga menyebabkan terjadinya demineralisasi pada permukaan email gigi dan selanjutnya membentuk kavitas. Pengendalian biofilm umumnya menggunakan bahan dasar Chlorhexidine gluconate namun sayangnya memiliki berbagai efek samping maka perlu dikembangkan suatu upaya pencegahan sehingga mendapat alternatif bahan alami potensial dalam jangka panjang, ideal, dan aman dengan efek samping yang minimal serta dapat menggantikan bahan kimia. Tujuan naratif review ini adalah memaparkan sirih hijau sebagai salah satu bahan alam pengganti bahan kimia pengendali biofilm. Komponen biologi aktif daun sirih hijau seperti minyak atsiri golongan fenol, flavonoid, dan tanin memiliki sifat antibakteri yang bermanfaat untuk mencegah bau mulut, memelihara kesehatan gigi, memperkuat gusi, dan memperbaiki sistem pencernaan. Daun sirih hijau (Piper betle L.) dapat bermanfaat sebagai agen pencegahan karies karena kemampuannya dalam menghambat pembentukan biofilm pada permukaan gigi. Kesimpulan: daun sirih hijau aman dengan efek samping minimal sehingga dapat digunakan sebagai alternatif antibakteri dalam pencegahan pembentukan biofilm dan karies gigi.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/77604
2023-04-08T08:08:23Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/77604
2023-04-08T08:08:23Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 2 (2022); 73-80
Hidrofobisitas bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 10145 setelah dipapar dengan ekstrak lidah buaya (Aloe vera)
Brilian, M. Eric; Program Studi Higiene Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tandelilin, Regina Titi Christinawati; Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Haniastuti, Tetiana; Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Jonarta, Alma Linggar; Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Yulianto, Heribertus Dedy Kusuma; Departemen Biomedika, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2023-04-08 15:08:23
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/77604
hidrofobisitas; lidah buaya; Pseudomonas aeruginosa ATCC 10145
en
Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu mikroorganisme dengan kemampuan melekat dan membentuk biofilm pada dental unit waterline yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial dan infeksi sekunder periapikal terutama pada pasien yang memiliki sistem imun yang rendah dan tidak stabil. Hidrofobisitas merupakan sifat fisikokimiawi utama yang berperan pada tahap awal adhesi bakteri dan pembentukan biofilm. Tanaman lidah buaya (Aloe vera) berpotensi menghambat perlekatan bakteri karena mengandung komponen aktif seperti tanin, flavonoid,saponin dan terpenoid. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak lidah buaya terhadap hidrofobisitas P. aeruginosa ATCC 10145. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratoris yang menggunakan sampel berjumlah 24 yang terbagi dalam empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol negatif dan tiga kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok terdiri dari enam sampel. Lidah buaya diekstraksi denganmenggunakan metode maserasi kemudian diencerkan dengan menggunakan akuades. Pengamatan hidrofobisitas P. aeruginosa ATCC 10145 menggunakan metode pengukuran sudut kontak. Suspensi bakteri dicampur dengan akuades pada kelompok kontrol dan ekstrak lidah buaya pada subkelompok perlakuan dengan konsentrasi masingmasing 8,5%, 17%, dan 34%. Suspensi yang telah tercampur diinkubasi, kemudian didepositkan ke dalam membranfilter selulosa asetat. Pada membran filter selulosa asetat dilakukan drop-profile analysis dan dilanjutkan dengan pengukuran sudut kontak menggunakan software Image-J. Selanjutnya data dianalisis menggunakan uji One-way ANOVA dan dilanjutkan post hoc LSD (p < 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks hidrofobisitas tertinggi terlihat pada kontrol negatif dan indeks hidrofobisitas terendah terlihat pada kelompok ekstrak lidah buaya dengankonsentrasi 34%. Hasil One-way ANOVA menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya pada semua kelompok signifikan dalam menurunkan hidrofobisitas P. aeruginosa ATCC 10145. Hasil LSD test menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya dengan konsentrasi 34% merupakan konsentrasi yang paling efektif dalam menurunkan hidrofobisitas P. aeruginosa ATCC 10145. Kesimpulan penelitian ini adalah ekstrak lidah buaya bermakna menurunkan hidrofobisitas P. aeruginosa ATCC 10145 dan konsentrasi 34% memiliki efek tertinggi dalam menurunkan hidrofobisitas P. aeruginosa ATCC 10145 dibandingkan dengan konsentrasi 8,5% dan 17%.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/77745
2023-04-08T08:08:22Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/77745
2023-04-08T08:08:22Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 2 (2022); 64-72
Proporsi klasifikasi maloklusi angle mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran
Khairunnisa, Fadila; Pendidikan Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
Zenab, N.R. Yuliawati; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
Latif, Deni Sumantri; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
2023-04-08 15:08:22
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/77745
dentistry; dentist
klasifikasi angle; mahasiswa; maloklusi; proporsi
id
Maloklusi merupakan kondisi oklusi yang menyimpang dari keadaan normal, ditandai dengan ketidaksesuaian hubungan antara gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah. Maloklusi dapat dicegah dan diperbaiki melalui perawatan ortodonti. Studi epidemiologi mengenai prevalensi maloklusi merupakan hal penting dalam merencanakan tingkat perawatan ortodonti yang tepat. Metode klasifikasi angle relevan untuk dokter dan mencakup sebagian besar maloklusi yang diamati pada pasien. Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan hubungan oklusal molar pertama menjadi tiga kelas, yaitu kelas I, kelas II, dan kelas III. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi klasifikasi maloklusi angle mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Penelitian observasional deskriptif dengan desain cross-sectional untuk mengetahui proporsi klasifikasi maloklusi angle mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran dengan memeriksa relasi gigi molar rahang atas dan rahang bawah. Populasi penelitian berjumlah 188 model studi dan didapatkan sampel sebanyak 120 model studi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan maloklusi kelas I sebanyak 82 sampel (68,33%), kelas II sebanyak 5 sampel (4,17%), kelas II subdivisi sebanyak 17 sampel (14,17%), kelas III sebanyak 9 sampel (7,5%), dan kelas III subdivisi sebanyak 7 sampel (5,83%). Maloklusi kelas I paling banyak terjadi diikuti dengan kelas II subdivisi, kelas III, kelas III subdivisi, dan kelas II pada mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/78169
2023-02-09T03:39:15Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/78169
2023-02-09T03:39:15Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 1 (2022); 13-27
Pelaksanaan protokol kesehatan, masalah, dan solusinya dalam perawatan pasien ortodonti di Kota Bandung selama masa pandemi COVID-19
Putri, Noor Firda Novianti; Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
Zenab, Yuliawati; Departemen Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
Dewi, Warta; Departemen Oral Biologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
2023-02-09 10:39:15
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/78169
COVID-19; pelaksanaan protokol Kesehatan; perawatan pasien ortodonti
id
Wabah pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) menempatkan ortodontis menjadi salah satu profesi dengan risiko tinggi untuk tertular dan menularkan infeksi COVID-19. Oleh sebab itu, diperlukan penerapan protokol kesehatan yang berdasar pada upaya pencegahan dan pengendalian infeksi agar dapat menekan risiko terjadinya infeksi silang. Penelitianini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan protokol kesehatan, masalah yang dihadapi dan solusinya dalam perawatan pasien ortodonti di Kota Bandung selama masa pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif untuk mengetahui gambaran pelaksanaan protokol kesehatan, masalah yang dihadapi dan solusinya dalam perawatan pasien ortodonti di Kota Bandung selama masa pandemi COVID-19. Metode dan teknik pengambilansampel menggunakan metode sampling jenuh dan non-probability sampling dari 32 ortodontis yang melakukan praktik pribadi di Kota Bandung selama masa pandemi COVID-19. Analisis statistik dengan uji validitas product moment Pearson dan uji reliabilitas Alpha Cronbach. Hasil penelitian diperoleh dokter gigi spesialis ortodonti di Kota Bandung selalu (66,67%) dan sering (28,125%) melaksanakan protokol kesehatan sebelum pandemic COVID-19, selalu (54,083%)dan sering (12,583%) menghadapi masalah protokol kesehatan terhadap perawatan pasien ortodonti disertai komitmen untuk selalu (87,946%) dan sering (11,38%) melaksanakan protokol kesehatan, selalu (66,295%) dan sering (33,04%) menerapkan protokol kesehatan selama masa pandemi COVID-19 sebagai solusi atas masalah tersebut. Sehingga dapat disimpulkan lebih dari setengah populasi ortodontis menyatakan selalu melaksanakan protokol kesehatan sebelum pandemi COVID-19, sadar akan masalah yang dihadapi dan selalu menerapkan peningkatan protokol kesehatan sebagai solusi untuk mencegah potensi terjadinya infeksi silang selama masa pandemi COVID-19. Masih ada sebagian kecil responden lain menyatakan sering melaksanakan protokol kesehatan sesuai yang sudah ditetapkan.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/80838
2023-02-09T03:39:14Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/80838
2023-02-09T03:39:14Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 1 (2022); 7-12
Kekuatan kompresi semen alpha tricalcium phosphate dengan komposisi larutan sodium yang berbeda
Ruslin, Ruslin; Departemen Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Larnani, Sri; Departemen Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Nursalim, Priztika Widya; Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Rachmawati, Mayu Winnie; Departemen Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Dewi, Anne Handrini; Departemen Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2023-02-09 10:39:14
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/80838
dentistry; dentist
kekuatan kompresi; Na2HPO4; NaH2PO4; semen α-TCP
Id
Calcium phosphate cement (CPC) merupakan campuran dari cairan dan serbuk yang mengandung calcium phosphate. Kelebihan CPC dibandingkan dengan bone graft lain adalah dapat menyesuaikan defek tulang, mengeras pada in vivo, dan biokompatibel. Kekurangan dari CPC adalah kekuatan mekanik yang rendah. Reaksi setting dan mengerasnya CPC dikarenakan adanya ikatan antar kristal apatite yang berpresipitasi. Cairan yang mengandung ion fosfat biasanya digunakan sebagai campuran untuk mempercepat reaksi setting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan kompresi semen alpha tricalcium phosphate (α-TCP) dengan penggunaan larutan disodium hydrogen phosphate (Na2HPO4) dan sodium dihydrogen phosphate (NaH2PO4). Sebanyak 12 sampel semen α-TCP dibuat dengan ukuran diameter 3 mm dan tinggi 6 mm. Sampel penelitian dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan, kelompok pertama campuran serbuk dan larutan Na2HPO4 dan kelompok kedua campuran serbuk α-TCP dan larutan NaH2PO4. Sampel kemudian direndam dalam larutan saline selama 24 jam pada suhu 37 °C. Setelah perendaman selesai, sampel diuji dengan menggunakan universal testing machine (UTM). Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus untuk mengetahui kekuatan kompresinya. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan independent sample t-test dengan tingkat signifikansi 95%. Rerata kekuatan kompresi semen α-TCP dengan penggunaan larutan Na2HPO4 dan NaH2PO4 adalah 44,51 ± 4,22 MPa dan 21,52 ± 1,85 MPa. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada penggunaan kedua larutan (p < 0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan kekuatan kompresi yang signifikaan antara semen α- TCP dengan penggunaan larutan Na2HPO4 NaH2PO44. Kekuatan kompresi semen α-TCP dengan penggunaan larutan Na2HPO4 lebih tinggi daripada semen α-TCP dengan penggunaan larutan NaH2PO4.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/81868
2023-04-08T08:08:20Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/81868
2023-04-08T08:08:20Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 2 (2022); 50-55
Replantasi intensional fraktur gigi vertikal menggunakan mineral trioxide aggregate dan self adhesive resin cement terhadap pembentukan kolagen tipe I
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/download/81868/287660
Untara, Tri Endra; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Kristanti, Yulita; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Widyastuti, Andina; Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2023-04-08 15:08:20
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/81868
dentistry
kolagen tipe I; MTA; replantasi intensional; self-adhesive resin cement
ind
Replantasi intensional merupakan salah satu cara untuk mempertahankan gigi yang mengalami fraktur vertikal. Replantasi gigi dengan fraktur vertikal memerlukan kerapatan pada sisi fraktur dengan baik. Hal ini dapat dicapai dengan cara penempatan perekat fragmen fraktur yang tepat yang dapat diterima tubuh agar dicapai penyembuhan yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui reaksi regenerasi jaringan periradikuler dengan indikator pembentukan kolagen tipe I pada penggunaan self-adhesive resin cement dan mineral trioxide aggregate (MTA) sebagai bahan penutup garis fraktur. Penelitian menggunakan 27 ekor kelinci New Zealand jantan yang dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan. Kelompok I tanpa aplikasi bahan (kontrol), kelompok II dengan aplikasi MTA dan kelompok III dengan aplikasi self-adhesive resin cement. Pengamatan pembentukan kolagen tipe I dilakukan pada hari ke-7 (minggu I), hari ke-14 (minggu II) dan hari ke-21 (minggu III). Serum diambil dari darah kelinci melalui vena auricularis. Kadar kolagen tipe I diamati dengan rabbit collagen type I kit menggunakan teknik ELISA. Data dianalisis dengan analisis variansi dan post hoc LSD dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji statistik dengan analisis variansi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan (p < 0,05) penggunaan self-adhesive resin cement dan MTA sebagai penutup garis fraktur pada replantasi intensional fraktur gigi vertikal terhadap pembentukan kolagen tipe I. Pembentukan kolagen tipe I kelompok dengan aplikasi MTA lebih tinggi dari kelompok kontrol maupun kelompok self-adhesive resin cement pada pengamatan minggu II dan minggu III (p < 0,05). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa pembentukan kolagen tipe I pada aplikasi MTA lebih tinggi daripada self-adhesive resin cement.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/83547
2023-04-09T07:20:08Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/83547
2023-04-09T07:20:08Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 3 (2022); 87-95
Kompatibilitas bahan implan tulang hidroksiapatit dan karbonat hidroksiapatit di jaringan lunak
Listyarifah, Dyah; Departemen Ilmu Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Fortuna, Gloria; Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Pramuditya, Ryan Christian; Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Dewi, Anne Handrini; Departemen Ilmu Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Ardhani, Retno; Departemen Ilmu Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2023-04-09 14:19:48
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/83547
Medicine; Dentistry; Biomedic
biokompatibilitas; hidroksiapatit; karbonat hidroksiapatit; kuantitas dan kualitas kapsul; sel raksasa tipe benda asing
Department of Dental Biomedical Science, Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada
en
Karbonat hidroksiapatit (carbonated hydroxyapatite, CHA) memiliki osteokonduktivitas yang lebih baik daripada hidroksiapatit (HA). Secara in vivo, CHA lebih mudah larut daripada HA serta dapat meningkatkan konsentrasi lokal ion kalsium dan fosfat yang diperlukan untuk proses pembentukan jaringan tulang baru. Tes biokompatibilitas jaringan lunak diperlukan untuk setiap bahan implan karena ketika diaplikasikan ke dalam tubuh yang akan kontak dengan jaringan lunak. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi biokompatibiltas CHA dan HA di jaringan lunak. CHA dan HA ditanamkan pada jaringan subkutan paravertebral dari 12 tikus Wistar jantan. Irisan histologis diwarnai dengan Hematoksilin Eosin. Kuantitas dan kualitas kapsul fibrosa serta jumlah sel raksasa benda asing (foreign body giant cells, FBGCs) dan nukleinya dievaluasi. Perbedaan modus kualitas dan kuantitas kapsul antara periode implantasi dianalisis dengan Kruskall-Wallis, sedangkan perbedaan modus antara bahan implan pada periode yang sama dianalisis dengan uji Wilcoxon. Rata-rata FBGCs dinilai dengan two-way ANOVA dengan interval kepercayaan 95% diikuti dengan uji-t berpasangan untuk menganalisis perbedaan rata-rata antara bahan dan uji-t sampel independen untuk menganalisis perbedaan rata-rata antara periode implantasi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kuantitas dan kualitas kapsul setelah implantasi CHA dan HA pada periode yang sama dan antar periode (p ≥ 0,05). Jumlah FBGCs di CHA setelah 14, 21, 28 hari implantasi secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan HA, akan tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah nuklei FBGC antara implantasi HA dan CHA. Kesimpulan studi ini menunjukkan bahwa CHA lebih biokompatibel daripada HA, terutama pada fase subkronik.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/83698
2023-04-09T07:20:08Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/83698
2023-04-09T07:20:08Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 3 (2022); 81-86
Pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya Linn) terhadap tingkat inflamasi gingivitis (studi in vivo pada Rattus norvegicus)
Suryono, Suryono; Departemen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Pahlevi, Muhammad Reza; Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Afifah, Nisaul; Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Prayitno, Prayitno; Departemen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2023-04-09 14:19:47
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/83698
ekstrak biji pepaya; peradangan; radang gusi
en
Gingivitis adalah peradangan gingiva yang disebabkan oleh akumulasi plak subgingiva. Plak akan meningkatkan aktivitas sel fagosit dan mediator inflamasi. Infiltrasi sel inflamasi terutama neutrofil polimorfonuklear akan menyebabkan inflamasi yang dapat diamati secara klinis. Indeks gingiva menunjukkan derajat inflamasi pada gingivitis. Penurunan indeks gingiva dapat disimpulkan sebagai penyembuhan peradangan. Pengobatan gingivitis adalah scaling, root planning, dan terapi obat anti inflamasi non steroid (NSAID). Terapi menggunakan NSAID merupakan upaya untuk memodulasi respon host pada inflamasi. Biji pepaya dapat digunakan untuk memodulasi respon inang karena mengandung flavonoid, saponin, dan polifenol yang memiliki efek antiinflamasi, antibakteri dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji pepaya terhadap derajat inflamasi pada gingivitis tikus wistar. Tiga puluh ekor tikus wistar dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan tiga kelompok ekstrak biji pepaya dengan konsentrasi 0,2%, 2% dan 20%. Gingivitis diinduksi dengan menempatkan ligatur sutera retentif plak pada gigi seri mandibula dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans inokulasi sulkus gingiva. Ekstrak diterapkan dua kali sehari. Tikus didekapitasi pada hari kedua dan kelima kemudian dibuat preparat histologi fragmen gingiva. Perbedaan yang signifikan diamati pada indeks gingiva antara kelompok perlakuan dan kontrol negatif. Penelitian ini juga menemukan penurunan indeks gingiva setelah perawatan dengan ekstrak biji pepaya. Kemudian disimpulkan bahwa ekstrak biji pepaya dapat menghambat inflamasi dan menurunkan derajat inflamasi pada gingivitis tikus wistar.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/83747
2023-04-09T07:20:08Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/83747
2023-04-09T07:20:08Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 3 (2022); 96-103
Faktor dalam swamedikasi antibiotika untuk penanganan penyakit periodontal oleh masyarakat di Kecamatan Godean, Sleman, Yogyakarta
Rachmawati, Mayu Winnie; Departemen Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
Hastinesya, Dhienda; Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Morita, Aryan; Departemen Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
Purwanti, Nunuk; Departemen Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
2022-12-30 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/83747
antibiotika; penyakit periodontal; swamedikasi
en
Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit ronggal mulut dengan prevalensi yang relatif tinggi di Indonesia yaitu 60%. Salah satu hal yang dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut di masyarakat adalah swamedikasi antibiotika. Swamedikasi didefinisikan sebagai upaya pengobatan menggunakan obat-obatan yang dibeli baik di apotek maupun toko obat tanpa konsultasi dan resep dokter. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi faktor swamedikasi antibiotika pada pengobatan penyakit periodontal oleh masyarakat di Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional deskriptif dengan menggunakan purposive sampling. Jumlah responden sebanyak 195 orang yang memiliki pengalaman menderita penyakit periodontal dan melakukan swamedikasi antibiotika. Datadiperoleh melalui kuesioner yang didistribusikan secara online.Hasil menunjukan bahwa perempuan memiliki kecenderungan melakukan swamedikasi lebih tinggi (44,6%) dibandingkan laki-laki. Sementara kelompok usia 17-25 tahun (52,8%) dengan pendidikan terakhir SMA (69,2%) lebih banyak melakukan swamedikasi. Ditinjau dari pekerjaan dan pendapatan, kelompok pelajar (53,8%) dan kelompok dengan pendapatan lebih dari 2 juta per bulan (20,5%) banyak melakukan swamedikasi.
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/84435
2023-04-09T07:20:08Z
mkgk:ART
v2
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/84435
2023-04-09T07:20:08Z
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
Vol 8, No 3 (2022); 114-120
Korelasi laju aliran saliva dan penyakit periodontal pada penduduk lanjut usia di Yogyakarta, Indonesia
Mardhiyah, Iffah; Program Studi Higiene Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Vega, Christia Aye Waindy; Program Studi Higiene Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2022-12-31 00:00:00
Majalah Kedokteran Gigi Klinik is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
url:https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/view/84435
kapasitas buffer; lanjut usia; periodontal; pH saliva; saliva
id
Saliva merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut. Laju aliran saliva dan komposisinya dapat berubah seiring dengan perkembangan penyakit jaringan pendukung gigi (periodontal). Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit oral yang paling sering dialami oleh individu dengan usia lanjut. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menggambarkan laju aliran saliva pada penduduk lanjut usia di Yogyakarta dan menjelaskanhubungannya dengan penyakit periodontal. Penelitian potong lintang dilakukan pada 66 orang berusia ≥60 tahun di pos pelayanan terpadu (posyandu) lanjut usia di Yogyakarta, Indonesia. Karakteristik sosio-demografi, sosio-ekonomi dan perilaku didapatkan melalui kuesioner. Pemeriksaan klinis intra oral dilakukan oleh orang yang terlatih dan terstandarisasi. Saliva keseluruhan tidak terstimulasi dikumpulkan dengan metode draining, lalu diukur volume, pHdan kapasitas buffernya. Analisis statistik diuji menggunakan uji korelasi Eta. Rerata usia subjek 69,42 + 3,55 tahun. Rerata laju aliran saliva tidak terstimulasi adalah 0,39 ± 0,1 ml/menit, pH dan kapasitas buffer saliva sebesar 6,45 ± 0,22 dan 4,26 ± 1,04. Sebagian besar subjek (77,3%) mengalami penyakit periodontal dan 72,7% memiliki laju aliran saliva normal. Hasil uji korelasi Eta menunjukkan hubungan positif antara laju aliran saliva dan penyakit periodontaldengan nilai korelasi r = 0,210. Eksplorasi data ini menambah gambaran terkait parameter (laju aliran saliva, pH dan kapasitas buffer) saliva keseluruhan tidak terstimulasi pada orang lanjut usia di Yogyakarta dan terdapat korelasi positif yang lemah antara laju aliran saliva dan penyakit periodontal. Laju aliran saliva meningkat seiring dengan bertambahnya tingkat keparahan penyakit periodontal. Faktor lain yang dapat mempengaruhi keparahan penyakitperiodontal pada orang lanjut usia perlu dikaji lebih lanjut.