Mengatasi krisis air bersih dengan pembentukan kampung iklim dan model desa konservasi: sebuah studi di Provinsi Jawa Barat
Abstract
Keberadaan air berperan penting bagi makhluk hidup termasuk manusia. Mengkonsumsi air tidak layak minum mengakibatkan pertumbuhan fisik 37,2% penduduk Indonesia tidak maksimal. Sebab, konsumsi air tak layak minum menjadi salah satu penyebab diare. Cakupan layanan air bersih Provinsi Jawa Barat tahun 2013 baru mencapai 60,68%. Sedangkan target tahun 2018 sebesar 92,5%. Jadi, ada deviasi pengelolaan air bersih. Bila dibiarkan akan berdampak pada water borne disease. Studi ini bertujuan memberikan berbagai alternatif dalam memecahkan masalah terkait krisis air bersih di Provinsi Jawa Barat. Data diperoleh dari studi literatur, wawancara dan laporan ahli. Metode analisis adalah deskriptif. Perubahan iklim berdampak pada adanya cuaca ektrem. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak ganda perubahan iklim. Ini tantangan baru untuk disinergikan dalam pembangunan nasional. Faktor terkait perubahan iklim pada ketahanan pangan, yaitu: curah hujan, temperatur, produksi beras, serta aspek akses terhadap pangan. Perubahan iklim berpengaruh pada kenaikan temperatur, curah hujan, dan permukaan air laut; ketahanan pangan; kekurangan air bersih; dan meningkatnya penyakit tular vektor. Sebagai solusi mengatasi krisis air di Jawa Barat dapat melalui dua pendekatan, yaitu: (1) Pendekatan kampung iklim, berupa: pengendalian kekeringan, banjir dan longsor; peningkatan ketahanan pangan; penanganan atau antisipasi kenaikan muka air laut; pengendalian penyakit terkait iklim (pengendalian vektor, sistem kewaspadaan dini, sanitasi dan air bersih). (2) Penciptaan desa konservasi, berupa kegiatan: rehabilitasi hutan & lahan partisipatif; pengembangan ekonomi; menyelamatkan lahan untuk mata air; pembentukan desa wisata untuk pengembangan ekonomi; dan penanaman pohon endemik.
Kata kunci: krisis air bersih, kampung iklim, desa konservasi, perubahan iklim.