2024-03-28T23:13:47Z
https://journal.ugm.ac.id/index/oai
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/3076
2016-09-27T02:45:23Z
wisdom:Vol.+22
Pandangan Gabriel Marcel tentang Manusia dalam Konteks Peristiwa Bencana Alam
Maharani, Septiana Dwiputri
Saat ini banyak sekali bencana menimpa dan memakan banyak korban. Korban tidak pernah merupakan suatu pilihan objek, bahkan korban sendiri tidak pernah memilih. Realitas sosial yang menggambarkan kehidupan bersama menuntut hubungan yang baik dalam cara pandang dan interaksi intersubjektivitas. Konsep Gabriel Marcel tentang hakikat diri dan hubungan intersubjektif merupakan konsep yang bisa digunakan untuk menemukan sejauhmana konsep tentang cinta kasih dan harapan dalam setiap umat manusia. Konsep ini diharapkan dapat dihubungkan dengan persoalan empati terhadap persoalan bencana saat ini. Menurut Marcel, eksistensi manusia tidak dapat diobjektivikasi, namun sebagai wujud konkret diri. Marcel menghargai relasi sebagai wujud dinamika manusia mencapai taraf ‘menjadi’ dan sifat ketergantungan manusia. Kemudian relasi intersubjektif ditandai dengan kehadiran yang harus dipenuhi dengan cinta kasih, empati, dan kesetiaan, sehingga tercipta empati terhadap sesama, sehingga dalam melihat korban bencana bukan sebagai objek yang dikasihani. Pentingnya harapan bagi korban bencana yang dapat membuat manusia tenang dan tidak takut terhadap kematian, juga menumbuhkan kepercayaan. Keputusasaan diakibatkan oleh hilangnya harapan, kepercayaan, dan cinta kasih. Cinta kasih merupakan jalan tengah bagi mereka yang senantiasa melihat sesuatu secara parsial dan ekstrem. Cinta menghilangkan kebencian, seperti harapan yang menghilangkan ketakutan, keterputusasaan bagi korban bencana.Kata kunci: subjek-objek, relasi, bencana, cinta kasih, empati.
Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2021-06-10
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3076
10.22146/jf.3076
Jurnal Filsafat; Vol 22, No 2 (2012); 91-106
Jurnal Filsafat "WISDOM"; Vol 22, No 2 (2012); 91-106
2528-6811
0853-1870
id
Copyright (c) 2021 Jurnal Filsafat
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/3094
2016-09-21T07:23:31Z
wisdom:Vol.+22
Makna Agama sebagai Tradisi dalam Bingkai Filsafat Perennial
Amin, Husna
Memikirkan serta merumuskan kembali makna agama merupakan tanggung jawab seluruh umat beragama di dunia. Hal ini dimotivasi oleh situasi dan kondisi kehidupan umat beragama saat ini sangat buruk. Agama seringkali tampil dalam wajah yang suram, keras dan kejam. Berbagai kekerasan yang muncul, hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama, bahkan agama dianggap sebagai sumber kekerasan dan agama juga pada akhirnya yang dituntut untuk bertanggung jawab menyelesaikan persoalan tersebut. Agama kini ditantang oleh zamannya, sehingga dibutuhkan kesiapan intelektual masing-masing umat beragama untuk mempertahankan nilai kehadiran dan kesucian agama sebagai alternatif mengatasi kompleksitas masalah agama yang muncul akhir-akhir ini.Mendudukan agama pada posisi yang sebenarnya mengharuskan kita mengkaji eksistensi agama sebagai sebuah tradisi. Agama sebagai tradisi dalam bingkai Filsafat perennial merupakan sesuatu yang ada dan akan senantiasa. Agama dalam bingkai tradisi tidak hanya sekedar aturan kehidupan yang dianut umat beragama, tetapi telah menjadi fitrah hakiki kemanusiaan yang secara bersahaja ditanamkan Allah swt dalam hati manusia atau hakikat primordialnya. Tradisi adalah jantung atau inti ajaran agama yang senantiasa terjaga dan terpelihara dalam kitab suci yang lebih dikenal dengan scientia sacra perspektif Filsafat Perennial. Tulisan ini mencoba mengupas Agama sebagai tradisi dalam bingkai Filsafat Perennial, sebuah upaya mengembalikan agama pada posisi yang sebenarnya, bukan sekedar kontruksi pemikiran, tetapi menuai tradisi sebagai inti sari agama sebagai dasar fundamental tumbuh dan berkembangnya tradisi-tradisi lainnya. Di atas tradisi sakral dan primordial inilah bangunan peradaban manusia maju dan kokoh.Kata kunci: Agama, Tradisi dan Filsafat Perennial
Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2012-12-20
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3094
10.22146/jf.3094
Jurnal Filsafat; Vol 22, No 3 (2012); 187-217
Jurnal Filsafat "WISDOM"; Vol 22, No 3 (2012); 187-217
2528-6811
0853-1870
eng
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3094/9323
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/3096
2016-09-21T07:23:31Z
wisdom:Vol.+22
Urban Sufism: The New Spirituality of Urban Communities in Indonesia
Mustofa, Farid
The backgrounds of this research was the three major difficulties experienced by Indonesia nation after the political transformation of 1998, i.e. economic crisis in 1998, terrorism, and natural disasters. People who live in difficult situations need a way to solve the problem. Besides the physical solution, mental solutions (e.g. spirituality and religiosity) have significant role as a way out of trouble. In this context, the excitement of spiritualism in the community, whether urban or rural, is marked the strengthening of local spirituality and beliefs, for example sufism. Sufism has become a necessity of life of modern society. Even recently there is an interesting phenomenon of the urban community stretching to the study of Sufism. This study focused on understanding and history of Sufism in general, the emergence of Urban Sufism in Indonesia, the types and the contributing factors.This research is a library research which used philosophical hermeneutic method. Elements of methods used are description, historical, language analytics, verstehen, and heuristics.The result of the research are described as follows: Urban Sufism is a religious social phenomenon of urban society arising from the quest on spiritual dimension of religion. One significant factor that encourages the emergence of this movement is people missed the spiritual aspect wich is almost missing in daily life. Based on the organization or community, urban Sufism has different shapes, such as Salat Khusyuk Community and "Majelis Zikir".Keywords: sufism, urban society, spiritual dimension
Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2012-12-20
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3096
10.22146/jf.3096
Jurnal Filsafat; Vol 22, No 3 (2012); 218-226
Jurnal Filsafat "WISDOM"; Vol 22, No 3 (2012); 218-226
2528-6811
0853-1870
eng
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3096/9327
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/3097
2016-09-21T07:23:31Z
wisdom:Vol.+22
Pandangan Islam terhadap Kepemimpinan Wanita dalam Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia
Widyastini, Hj.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menginventarisasi pandangan Islam terhadap kepemimpinan wanita dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia dan melakukan evaluasi kritis tentang kepemimpinan wanita sehingga hal tersebut dapat dipahami oleh bangsa Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika yang berwilayah dari Sabang-Merauke.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis, sintesis dan verstehen. Metode-metode tersebut digunakan untuk menguraikan data-data yang diperoleh sesuai dengan bagian-bagiannya kemudian digabungkan satu per satu, sehingga diperoleh suatu hasil penelitian dan diambil kesimpulan dengan menggunakan kaidah-kaidah logika yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pandangan Islam terhadap kepemimpinan wanita dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia merupakan suatu proses berpikir filosofis religius dalam rangka meraih suatu kejelasan dalam memahami masalah-masalah krusial, yang terutama berkaitan dengan kepemimpinan seorang wanita, kehidupan masyarakat dalam suasana kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini yang terdapat dalam masyarakat madani.Kata kunci: kepemimpinan/pemimpin wanita, masyarakat madani, Indonesia.
Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2012-12-20
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3097
10.22146/jf.3097
Jurnal Filsafat; Vol 22, No 3 (2012); 227-246
Jurnal Filsafat "WISDOM"; Vol 22, No 3 (2012); 227-246
2528-6811
0853-1870
eng
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3097/9329
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/3098
2016-09-21T07:23:31Z
wisdom:Vol.+22
Nilai-nilai Hukum dalam Masyarakat Bugis-Makassar (Sebuah Tinjauan Filsafat Hukum)
Tarwiyani, Tri
Budaya Bugis-Makassar adalah salah satu budaya yang belum banyak diungkap sisi filosofisnya. Padahal nilai-nilai filosofis yang terdapat di dalam kebudayan tersebut menarik dan tidak kalah dibandingkan nilai-nilai filosofis Barat. Penggalian nilai-nilai filosofis masyarakat Bugis-Makassar ini bertujuan untuk mencari dan merumuskan filsafat yang ada di Indonesia atau disebut dengan Filsafat Nusantara.Berdasarkan kajian yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan: (1) nilai-nilai hukum yang terdapat di masyarakat Bugis-Makasar berkaitan dengan hakikat manusia yang merupakan landasan dan dasar dari panggaderreng. (2) Dalam hal hukum dan keadilan, mereka memandang bahwa yang adil adalah yang benar yaitu dengan menempatkan segala sesuatu sesuai dengan tempatnya dan adanya keseimbangan. (3) Individu di dalam masyarakat ini diakui secara mutlak. (4) Negara (raja) harus menjamin hal tersebut karena perjanjian yang diadakan antara raja dengan masyarakat bukan berarti raja mempunyai kekuasaan yang mutlak. (5) Raja mempunyai tanggung jawab dan kewajiban terhadap kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya.Kata kunci: nilai hukum, Bugis-Makassar, keadilan, kesejahteraan
Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2012-12-20
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3098
10.22146/jf.3098
Jurnal Filsafat; Vol 22, No 3 (2012); 247-272
Jurnal Filsafat "WISDOM"; Vol 22, No 3 (2012); 247-272
2528-6811
0853-1870
eng
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3098/9331
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/3099
2016-09-21T07:23:31Z
wisdom:Vol.+22
Ide-ide Pokok dalam Filsafat Sejarah
Munir, Misnal
Filsafat sejarah spekulatif yang dikemukakan oleh para filosof filsafat sejarah telah mempengaruhi perkembangan cara berpikir manusia modern. Khususnya di Barat, pemikiran filsafat sejarah telah mempengaruhi cara berpikir manusia memahami masa lampau, masa kini, dan masa depan.Penelitian ini merupakan studi kepustakaan dengan memakai metode “hermeneutik filsafati”, dengan unsur-unsur seperti; deskripsi, interpretasi, dan komparasi.Berdasarkan hasil penelitian, ada empat ide pokok dalam filsafat sejarah, yaitu, ide tentang kemajuan, ide tentang waktu, ide tentang kebebasan, dan ide tentang makna masa depan. Ide tentang kemajuan merupakan ide yang mendorong perubahan sejarah kemanusiaan ke arah yang lebih baik. Ide tentang waktu merupakan ide yang menggugah manusia untuk memahami sejarah dalam dimensi masa lampau, masa kini, dan masa depan. Ide tentang kebebasan memberikan pilihan bagi manusia untuk menentukan arah masa depannya. Ide tentang makna masa depan memberikan pemahaman kepada manusia tentang adanya harapan di waktu yang akan datang. Kata kunci: kemajuan, waktu, kebebasan, masa depan.
Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2012-12-20
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
application/pdf
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3099
10.22146/jf.3099
Jurnal Filsafat; Vol 22, No 3 (2012); 273-299
Jurnal Filsafat "WISDOM"; Vol 22, No 3 (2012); 273-299
2528-6811
0853-1870
eng
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3099/9333
oai:jurnal.ugm.ac.id:article/3104
2016-09-27T02:44:27Z
wisdom:Vol.+22
Metafisika Simbol Keris Jawa
Siswanto, Nurhadi
Persoalan esensial dalam pengkajian metafisika simbol didasarkan pada dua pertanyaan pokok yaitu: (1) apakah simbol imanen dalam kemanusiaan saja (hanya berakar dan terbatas dalam roh manusia saja) ataukah simbol juga berakar kepada yang transenden (yang mengatasi manusia dan kehidupannya)?; dan (2) apakah simbol hanya berdimensi horizontal saja ataukah berdimensi vertikal juga?Penciptaan keris merupakan perpaduan dari keinginan, harapan, tujuan, dan manfaat yang diinginkan dari sang pemesan keris dengan olah rasa, karsa, dan cipta sang empu yang terwujud dalam simbol-simbol pada luk, dhapur, dan pamor keris. Sang empu dalam proses tersebut, masuk dalam dimensi simbol-simbol umum yang berlaku dalam masyarakat Jawa. Keris Jawa bila dianalisis dari sudut metafisika simbol, maka terlihat simbolisasi keris Jawa pada golongan awam (masyarakat umum) lebih bersifat vertikal-transendental; pada golongan khusus (kaum intelek) simbolisasi keris Jawa berdimensi ganda yaitu vertikal-transendental, sekaligus horizontal-imanen; sedangkan pada golongan baru (yang menganggap keris adalah benda seni), simbolisasi keris Jawa lebih berdimensi horizontal-imanen.Kata kunci: keris, simbol, metafisika
Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2012-01-01
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3104
10.22146/jf.3104
Jurnal Filsafat; Vol 22, No 1 (2012); 69-89
Jurnal Filsafat "WISDOM"; Vol 22, No 1 (2012); 69-89
2528-6811
0853-1870
id
Copyright (c) 2021 Jurnal Filsafat
http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0